Hari itu, untuk pertama kalinya aku bertemu denganmu, jika aku tahu kita akan bertemu, aku mungkin akan berpakaian sedikit rapi, sedikit berdandan untuk meninggalkan kesan yang baik, namun aku tak pernah menyangka, takdir mengaturnya seberantakan itu, aku tak pernah mengira, kita akan bertemu di kondisiku yang paling buruk, di saat aku ingin sekali melupakan hari itu, kau malah ada di sana untuk membuat hari itu tak pernah bisa aku lupakan.
_____
Sebagai anak tengah, Joohyun selalu mengalah di segala situasi, ia juga malas berdebat untuk hal yang tidak perlu, tidak suka menampakkan kesedihannya, lebih suka memendam perasaannya, dan sesekali menuangkan keluh kesahnya di dalam buku harian, tak ayal buku harian adalah salah satu sahabat terbaiknya.
Pagi itu, rumah kelihatan sangat sibuk, semua orang berada di rumah karena kebetulan hari itu merupakan hari pertama liburan musim semi.
Joohyun menghampiri ibunya yang sedang menata makanan di meja makan, "Wah, ibu masak banyak." Ujar Joohyun.
"Iyaa, teman ayah datang, tetangga sebelah rumah."
Joohyun mengernyitkan alisnya, "Rumah sebelah? Yang kosong itu?" Tanya Joohyun memastikan.
"Iyaa, mereka memang kembali tiap musim semi, tapi beberapa tahun ini nggak balik karena kesibukan, tapi hari ini balik lagi, udah lama rasanya ngga ketemu, ya pa?" Jawab ibu.
Papa yang berada di depan televisi hanya memberikan anggukan sebagai jawaban.
"Ohh." Joohyun mengerti, ia juga tak ingin terlalu menganggu kegiatan ibunya, ia pun kembali ke dalam kamar, namun sesampainya di dalam kamar, ia dikejutkan dengan keadaan kamar yang berantakan, bukunya berserakan di mana-mana, ia tak terlalu mempermasalahkan hal itu, namun satu benda yang cukup membuat hatinya seperti ditusuk-tusuk sesuatu, buku hariannya, rusak.
"JIHYE!!!" Teriaknya kepada Bae Jihye sang adik.
"Apa?" Tanya Jihye tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Kau apakan buku harian ku hah?" Joohyun masih berusaha sabar.
"Ngga aku apa-apain."
"Kalo ngga diapa-apain, kenapa bisa rusak begini?" Joohyun menatap Jihye geram.
"Ya mana ku tahu?" Ji Hye mengangkat bahunya sembari terkekeh pelan.
"BAE JIHYE!!! JUJUR PADAKU!" Teriak Joohyun.
"Ibuuuu, kakak memarahikuuu." Jihye berlari mengadu ke ibunya.
Joohyun mengejar Jihye, sungguh ia ingin sekali memukul anak itu atas apa yang sudah ia lakukan, namun Jihye selalu berlindung di balik kekuatan ibu.
"Kenapa sih ribut-ribut?" Ibunya menengahi.
"Kakak tuh Bu." Adu Jihye.
"Joohyun, kamu udah gede, udah jadi kakak, kenapa masih kayak gini? Ngalah dong sama adek kamu." Ucap Ibu.
"Jihye ngerusakin buku harian ku bu!" Teriak Joohyun.
"Cuma buku harian, lagian adek kamu masih kecil, udah lah lupain aja."
Joohyun menatap ibunya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Dia udah SMA Bu, bukan anak-anak lagi, apa harus Joohyun yang selalu ngalah, apa di setiap situasi harus Joohyun yang ngalah?"
"Kamu kenapa jadi perhitungan gini sih? Buku harian kamu nanti ibu ganti, gak perlu juga kamu teriak begitu ke adek kamu."
"Bukan masalah ganti ruginya Bu! Tapi ini masalah dia yang ngga bertanggungjawab, dia harus dihukum atas kesalahannya, kenapa ibu selalu ngebela dia sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Orang yang Sama (Jinrene)
Fiksi PenggemarMungkin bagi sebagian orang, setiap musim sama saja, tidak ada yang peduli apakah itu musim semi, musim dingin, musim panas, tapi bagiku, musim semi jauh lebih berarti dibandingkan dengan segala jenis musim lainnya, karena pada saat itu aku bertemu...