Aku membenci musim semi, aku membenci segala hal yang mengingatkanku denganmu.
Kalian pernah membayangkan? Orang yang hadir di dalam hidupmu membawa cahaya disaat kau sangat membutuhkannya, sekarang justru menghadirkan kegelapan yang mungkin siapa saja tidak berani menerangkannya.
Itulah yang dirasakan Joohyun sekarang, satu kata yang cukup menggambarkan seorang Joohyun "terpuruk" iya, dia sangat terpuruk. Setelah kepergian Seokjin waktu itu, tidak pernah sekalipun dalam hidupnya merasakan yang namanya kebahagiaan, bukan tidak ada yang ingin membahagiakannya, tapi ia tidak ingin menerima rasa bahagia itu.
Jika dulu Joohyun akan sangat menyukai musim semi, sekarang ia lebih memilih bekerja di musim semi, ia akan melakukan apa saja asal diberikan jatah pekerjaan, bahkan menggantikan rekan kerjanya pun ia siap, asalkan ia tidak berada di rumah saat musim itu tiba, musim di mana ia akan mengingat seseorang yang tak pernah hilang dalam ingatannya bahkan sampai detik ini.
Tubuh kurus, badan lesu, kantung mata sudah tak terukur besarnya, sungguh Joohyun menjadi sangat berantakan setelah fakta yang menghantamnya beberapa tahun silam, entah kapan kegelapan Joohyun berakhir, entah kapan cahayanya kembali.
Joohyun menatap setumpuk naskah di mejanya, masih banyak yang harus ia edit sebelum diterbitkan, ia menghela nafas beratnya, sangat lelah, namun itu lebih baik dari pada berada di rumah.
"Sejak kapan kamu ga lelah Joohyun?" Joohyun tersenyum ketir.
Seseorang menghampiri Joohyun dengan senyum cerianya, seperti biasa tatapannya kepada Joohyun tidak pernah berubah, walaupun Joohyun menghadiahi nada ketus kepadanya.
"Joohyun, kenapa belum pulang? Kau lembur lagi?" Tanya orang itu sembari duduk di samping Joohyun.
Joohyun menanggapinya dengan anggukan, enggan untuk melihat lawan bicaranya, namun seperti yang Joohyun duga, orang itu tidak akan menyerah sampai Joohyun menggubrisnya.
"Joohyun, pulang yuk." Ajaknya.
"Kau pulang duluan saja, saya masih ada pekerjaan." Ucap Joohyun dengan nada suara seperti biasa.
"Formal sekali, kita kan sudah satu tahu bekerja bersama, masa masih saja bicara formal?"
"Tuan Kim, saya masih ada pekerjaan, bisa tinggalkan saya sendiri?"
Orang yang dipanggil tuan Kim itu tentu tidak menyerah, ia menatap Joohyun sembari menampakkan lesung pipinya yang tak kalah manis dari wajahnya, "Namjoon aja, biar lebih akrab."
"Tuan Kim." Joohyun menatap Namjoon mengisyaratkan jika ia sedang tidak mood bercanda.
"Baiklah, aku pergi, tapi dengan satu syarat, mulai sekarang, jangan panggil aku tuan Kim lagi, Namjoon aja, gimana?" Namjoon memberikan penawaran.
Joohyun menghela nafasnya sejenak, "Baiklah, sekarang kau bisa pergi?"
Namjoon masih tidak pergi ia menunggu satu kata dari Joohyun.
"Namjoon." Ucap Joohyun pada akhirnya.
Dapat dilihat senyum cerah tercetak di wajah Namjoon, ia menyukai panggilan itu terlebih dari wanita yang sudah lama ia kagumi.
"Baiklah, aku pulang dulu, kau berhati-hatilah saat pulang nanti, kalau ada apa-apa jangan sungkan menghubungiku ya, kau punya nomorku kan?"
Joohyun tidak menjawab, tak lama ponselnya berdering, "Itu nomorku, disimpan ya, hehe." Setelah mengucapkan hal itu, ia pun pergi meninggalkan Joohyun.
Joohyun menatap kepergian Namjoon, ia tersenyum tipis melihat nomor yang tertera di hpnya, "Benar-benar keras kepala." Gumam Joohyun pelan.
______
KAMU SEDANG MEMBACA
Orang yang Sama (Jinrene)
FanfictionMungkin bagi sebagian orang, setiap musim sama saja, tidak ada yang peduli apakah itu musim semi, musim dingin, musim panas, tapi bagiku, musim semi jauh lebih berarti dibandingkan dengan segala jenis musim lainnya, karena pada saat itu aku bertemu...