CHAPTER 9

103 8 2
                                    

Mataku membuka separuh saat mendengar ketukan pelan di pintu. Aku menegakkan punggung, menoleh ke ranjang. Luciana terlihat masih pulas tertidur lengkap dengan suara mengoroknya.

Kulihat ke tirai jendela. Tak ada cahaya. Sepertinya masih gelap di luar sana. Aku bangkit perlahan, melangkah menuju pintu, dan membukanya.

Zander berdiri di muka pintu, lengkap dengan kaus putih lengan panjang dan celana jin belel biru. Tanpa basa-basi, ia langsung menarikku.

"Tu-tunggu!" teriakku tertahan. "Aku belum memakai sepatu. Kau mau membawaku ke mana?"

"Melihat matahari terbit. Ikut saja."

Aku pun terpaksa menurutinya menuruni tangga, lalu berjalan cepat keluar pintu rumah, menyusuri jalanan kecil berumput basah beberapa menit di kegelapan pagi. Pekikan keluar dari mulutku saat ia sigap membopong begitu memasuki hutan taman, terus ke dalam, melangkah menembus semak berembun dan melewati pepohonan tanpa henti.

Mataku mengerjap saat kami tiba di tepian sebuah sungai. Ia menurunkanku perlahan di tanah berumput basah.

"Kita tunggu di sini sebentar lagi."

Angin pagi segar membelai wajah dan menggoyangkan rambut serta gaun baby doll-ku. Aku sedikit tersentak saat jemari Zander lembut menyentuh pipi.

Ia meraih beberapa helai rambut yang bergerak liar menutupi sebagian wajahku, lalu menyelipkannya ke belakang telinga. Aku spontan menoleh, menatap lelaki itu dengan kewaspadaan, bercampur debaran di dada.

Ia mendengkus. "Tenanglah. Kau memandangiku seakan aku seorang penjahat."

"Bukankah kau memang seperti itu?" sindirku sembari melayangkan pandang ke arah sungai.

"Hei." Dia menarikku hingga membentur menghadap tubuhnya.

"Lihat, apa ini bukan sikap seorang penjahat?" cetusku seraya menengadah menentang matanya.

Dia hanya diam memandangiku tanpa kata untuk beberapa lama. Itu cukup membuat aku ingin sekali menyembunyikan diri dari tatapan matanya yang seakan menghipnotis.

"Mantra apa yang kau ucapkan padaku, Kalea Jones? Kau membuatku sulit untuk tidak menyentuhmu." Napasnya yang hangat beraroma mint menerpa wajahku.

Kepalaku segera berpaling darinya. Semburat merah dan oranye mulai terlihat di langit, berpadu menciptakan keindahan cahaya. Mataku menatap takjub tanpa kata.

Aku bahkan tak sadar akan posisi kedekatan kami saat ini. Yang kusadari kemudian, Zander menangkup wajahku, lalu menyatukan bibir tanpa sempat dihindari. Sempat kuletakkan kedua telapak tangan di dadanya untuk menolak saat teringat belum gosok gigi. Namun, dia seakan tak peduli.

Berbeda dengan sebelumnya, ia melakukannya lebih lembut kali ini. Setidaknya di awal. Karena, dia makin memperdalam tautan bibir kami ditambah kedua tangan lelaki itu yang mulai bergerak intens merayapi punggung, kepala, serta belakang leherku.

Tubuh kami seakan menempel erat. Aku bahkan tak sadar mulai bergerak sinkron mengikuti gerakannya.

Lidahnya ganti merayapi bagian leherku kini. Aku terengah. Rasanya begitu panas membara.

Mulutku berkhianat saat meluncurkan suara desahan. Itu membuat Zander seperti semakin menggila dan mengubah kecupan disertai jilatan di leher menjadi lumatan di bibir kembali.

Ia bahkan mendorongku bersandar ke batang pohon. Tangannya mulai merayapi ke balik gaun baby doll, menyusuri paha.

"Z ... no ...," desahku setengah mengerang.

WILD AND CRAZY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang