CHAPTER 24

73 6 0
                                    

"Kenapa kau harus menyamar menjadi Zane?" tanyaku sambil menatap Zander yang tengah sibuk melahap ayam goreng.

Itu sebenarnya makan siang yang telah disiapkan Mom tadi pagi. Tadinya niatku ingin memasak sesuatu untuk Zander, tetapi dia tak mengizinkan aku mempraktikkan kemampuan baru di dapur. Ia takut kejadian daging panggang gosong terulang.

Sepertinya Betty telah menceritakan soal insiden hasil pembelajaranku saat ia pergi. Zander bahkan terlalu malas untuk memasak saat ini.

Untunglah Mom membuatkan ayam goreng cukup untuk disantap dua orang. Karena, biasanya Zane akan datang dan makan siang bersamaku di rumah. Namun, ia tak memberi kabar apa pun hari ini.

"Maaf, tapi memangnya kau akan membukakan pintu kalau melihat yang datang adalah aku sebagai ... aku?"

Ia bertanya balik sambil menelan kunyahan, lalu mengambil sekaleng bir dingin yang kusediakan di meja. Dia menatapku murung kemudian. "Kau tidak makan? Kau sedang hamil. Jangan memaksa calon bayi untuk diet."

Aku memutar bola mata. "Aku masih kenyang. Tadi pagi Mom membuatkanku burrito."

"Ini aneh," ujarnya sambil kembali meraih ayam goreng kedua.

"Soal apa?"

"Papamu. Memangnya ia tak ingin kau mewarisi restorannya kelak?"

Aku tersenyum. "Awalnya dia berharap aku akan mendapatkan pasangan yang bisa diandalkan untuk mengambil alih usaha restoran nantinya. Dia tak mau aku susah karena mengurus restoran itu tak mudah."

"Pantas dia sangat semangat soal perjodohanmu dengan Zane. Kakakku itu sangat paham soal bisnis. Tapi, papamu salah. Zane tak tahu apa-apa soal memasak."

"Tapi dia tahu soal makanan enak dari berbagai negara dan bagaimana mengurus sebuah usaha."

Apa aku terdengar seakan membela Zane sekarang? Kulihat Zander menatap tak senang. Namun, ia sepertinya tak mau membuat masalah denganku saat ini.

"Maaf jika kau pikir aku kurang dalam hal itu, tapi aku bisa mengurus peternakan. Sapi-sapi mamaku sangat sehat. Kudaku cantik dan bisa diandalkan jika kuikutkan lomba pacuan kuda. Aku bisa mengurus dapur, rumah, peralatan atau mesin yang rusak, bahkan mamaku yang cerewet.

"Papaku malah tak bisa bertahan lama mendengarkan mamaku bicara. Zane ... dia terlalu berusaha kadang untuk menjilatnya, tetapi semua orang tahu, siapa yang lebih disayang mamaku."

Aku hampir tertawa geli mendengar ocehannya seraya mengunyah ayam goreng. Ia sungguh terlihat seperti anak kecil hari ini. "Ya, ya, ya. Kau kesayangan mamamu."

Mataku menatapnya serius kemudian. "Tapi, Zander. Zane sungguh kakak yang baik. Ia menyayangimu. Kau harus tahu itu."

Ia menghabiskan ayam goreng kedua dengan cepat. Dia kembali meneguk bir dingin. "Mungkin, selain kenyataannya, ia sering mengejek dan menjatuhkanku di depan keluarga kami."

"Mungkin ia hanya menggodamu. Ia tak berniat buruk. Dia kadang memiliki selera humor yang berbeda."

"Entah. Aku hanya bosan mendengar kami terus dibandingkan dan ia sering membanggakan keberhasilannya dalam hal apa pun. Bukankah keberhasilan tak selalu soal uang dan pekerjaan? Aku pun sukses dalam soal ...." Ia terdiam, memandangiku sedikit tak enak hati.

"Soal pekerjaanmu ... sebagai gigolo?" Aku melanjutkannya dengan nada pelan.

"Maaf."

"Kau tahu, kau sering berkata maaf hari ini. Aku tak tahu kau akan semanis ini." Aku tersenyum geli melihat keterkejutannya.

WILD AND CRAZY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang