CHAPTER 20

77 7 0
                                    

Keberadaan Zander masih tak diketahui sampai aku kembali ke rumah peternakan keluarga Zack. Betty yang murung tak bisa menyembunyikan kerisauannya meski berusaha tampil ceria dan bersikap biasa di depanku.

Ia bahkan mengatakan putranya itu tengah menghabiskan waktu mengunjungi teman-teman yang ada di berbagai kota. Dia tak tahu bahwa Zane telah memberitahu semua tentang Zander padaku.

Aku hanya melakukan apa yang Zane katakan. Diam, cukup tahu, dan tetap bersikap seakan tak mengetahui apa-apa. Meski bila harus jujur, mungkin hatiku yang paling kacau saat ini.

Untungnya kemuraman Betty seakan terobati saat aku mulai belajar memasak darinya. Meski papaku memiliki usaha restoran, aku tak pernah dibiarkan masuk dapur.

Seminggu lagi orang tuaku akan menyusul ke Vermont, tetapi keberadaan Zander masih belum diketahui. Aku berkali-kali meminta Zane melapor saja ke polisi. Namun, lelaki itu berkata ia dan mamanya lebih mencemaskan kesehatan jantung Tuan Nathan jika tahu soal si putra bungsu yang sebenarnya.

Selama hampir dua minggu ini sejak kepergian Zander, mereka berhasil mengelabui Tuan Nathan dengan mengatakan hal sama seperti yang dikatakan oleh Betty padaku. Ia pun percaya saja meski tak urung lelaki berumur setengah abad lebih itu mengomeli kebiasaan baru Zander yang tak memberi kabar bahkan tak mengaktifkan ponselnya.

Zane yang paling sibuk. Ia bolak-balik menemui Sam dan Simon, mencoba meminta bantuan mereka untuk mencari adiknya secara diam-diam.

Hanya satu hal yang sedikit membuat aku dan Betty tenang, yaitu saat Sam akhirnya berhasil mendapatkan kabar tentang Zander. Zane cuma berkata, menurut si tukang tato itu, adiknya masih hidup dan sedang bepergian menemani Rose dengan kawalan beberapa anak buahnya.

Hatiku terasa makin kacau balau, memikirkan apa yang mungkin mereka lakukan berdua di suatu tempat. Membayangkan Zander melakukan hal sama seperti yang dilakukannya padaku dengan Nyonya Black itu, tak urung membuatku marah, jijik, dan merasakan sakit tak terkira.

Aku kerap menangis diam-diam di kamar. Luciana yang paling tahu bagaimana perasaanku.

Ia prihatin, tetapi mau bagaimana? Dia pun tak berdaya, selain hanya bisa memberiku kata-kata semangat dan mencoba menghibur dengan berbagai cara. Kadang Luciana datang dan menghabiskan waktu berhari-hari bersamaku di rumah peternakan.

Aku ingin pergi dari sini, tetapi bagaimana dengan rencana para orang tua tentang peresmian pertunanganku dengan Zane nanti? Luciana telah berkali-kali menyarankan agar meminta mereka membatalkan acara itu.

Karena kami sama-sama tahu, siapa yang ada di hatiku sesungguhnya. Ia berpikir, tak adil bagi Zane jika aku tetap mengelabui dengan terus berpura-pura.

Zane adalah lelaki baik. Ia berhak mendapatkan sebuah cinta. Wanita terbaik yang bisa ia cintai dan juga tulus membalas cintanya. Bukan seorang pembohong bertopeng seperti aku.

"Lea, kau menggosongkannya! Ya ampun! Kau memikirkan apa?"

Aku tersadar dari lamunan saat Betty buru-buru mematikan kompor dan mengangkat irisan daging yang telah menghitam dari atas teflon.

"Oh, maafkan aku."

"Kau kenapa? Akhir-akhir ini kau sering melamun. Kau memikirkan apa?"

"Tidak. Aku hanya ...."

"Kau pasti merasa bosan karena tak ada teman di sini selain aku, bukan? Saat Lulu datang dan menginap beberapa hari, kau terlihat lebih baik. Setelah ia pergi, kau murung lagi."

Ia menatapku prihatin. "Ini salah Zane. Ia terlalu sibuk di hotel. Seharusnya dia lebih meluangkan waktu bersamamu." Dia menghela napas. "Andai Zander di sini, kau tak akan begitu kesepian seperti ini. Entah kapan anak itu bisa kembali pulang."

WILD AND CRAZY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang