CHAPTER 25

63 5 0
                                    

Zane telah mengenakan celananya kembali. Sempat kulihat dia mengambil dan menyembunyikan sesuatu ke dalam tisu, lalu membuangnya ke tempat sampah. Alat pengaman.

Aku paham kini kenapa rasanya sedikit berbeda. Kurapikan pakaianku. Kami duduk berhadapan kini di sofa ruang tamu.

"Bagaimana mualmu?" tanya Zane.

"Sudah agak membaik. Aku hanya masih tak tahan bau amis ikan mentah."

Dia mengangguk. "Setidaknya kau bisa menutupinya dari mamamu." Ia menyesap bir kaleng yang kusuguhkan untuknya. "Kau berencana memberitahu Z soal bayinya?"

Aku menggeleng. "Belum tahu. Ia mungkin masih mengira ini adalah bayimu."

"Andai benar itu bayiku, aku akan sangat bahagia sekali." Ia tersenyum getir. "Tapi, sepertinya aku harus merelakanmu bersamanya, bukan?"

Entah kenapa itu membuatku merasa tak karuan, ditambah rasa bersalah. "Aku berutang banyak padamu, Zane."

"Kau sudah membayarnya."

Kalimat yang ia ucapkan tak urung menancapkan sesuatu di hati. Rasanya perih. Ia menyadari kesalahan itu kemudian saat melihat ekspresiku.

"Maaf, aku tak bermaksud sekasar itu. Maksudku, antara kita kini tak ada yang berutang apa pun, Lea. Jangan terus menganggap kau hina dan lebih berdosa dariku. Aku pun bejat, bukan? Seorang kakak yang mencicipi tubuh wanita yang tengah mengandung anak dari adiknya sendiri. Aku berdosa dan menjijikkan. Tak pernah kukira aku pun bisa melakukan perbuatan sehina ini."

Kami terdiam untuk beberapa lama. Tak ada yang saling membuka suara. Masing-masing sibuk dengan pikiran sendiri.

"Jangan cemas soal orang tua kita. Ini cukup hanya jadi rahasia kita saja. Aku akan mengurus semuanya. Aku akan bilang pada orang tua kita bahwa aku menemukan orang lain agar pertunangan kita batal dan mereka tak perlu melanjutkan rencana pernikahan. Jadi, kau tak akan disalahkan."

Cairan bening hangat mulai berkumpul memburamkan pandanganku. "Zane ...."

"Anggap saja, itu untuk menebus kesalahanku atas apa yang kulakukan padamu tadi, Lea. Aku tak menyesal. Aku hanya menyesali fakta bahwa Z melakukannya lebih dulu dan merebut kesempatanku untuk bersamamu."

"Kau serius ingin melepaskanku bersama Zander?" tanyaku hati-hati.

"Jangan bilang kau ingin aku mempertahankanmu, Lea. Aku tahu, bukan aku yang kau cintai. Jika tidak, kau tak mungkin membiarkan Z menghamilimu."

"Kau ingat saat kita pertama bertemu? Menurutmu, apa aku terlihat membiarkan dan menginginkannya saat itu?"

Ia menatapku bingung sejenak sebelum berubah lebih serius. "Aku pernah bilang, butuh detail tentang kalian. Kau masih berutang penjelasan padaku. Katakan, apa yang terjadi sebenarnya di antara kau dan Z saat itu?"

Kuputuskan untuk menceritakan semuanya, bahkan soal aku dan Zander bercinta hari ini sebelum Zane datang. Ia mendengarkan tanpa memotongku sama sekali.

Usai bercerita, kuamati reaksi Zane. Wajahnya merah padam. Ia terlihat canggung, seakan bingung, malu, marah, tetapi tak berkata sepatah kata pun.

Dia tiba-tiba saja bangkit dari duduknya. Ia bersikap seperti seorang yang serba salah.

"Aku ... butuh waktu untuk memahami ... ceritamu tadi, Lea. Kurasa kau pun perlu ... memikirkan semuanya."

Zane melangkah menuju pintu, tetapi baru beberapa langkah, ia berhenti dan berbalik lagi ke arahku. "Bagaimana bisa ... kau ...." Dia terlihat sekali berusaha keras mengendalikan emosinya saat ini.

WILD AND CRAZY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang