CHAPTER 31

63 6 0
                                    

Usai kepergian Luciana, aku mengecek makanan yang disediakan oleh istri Tuan Nelson. Seloyang pizza ternyata dan masih cukup hangat. Kebetulan perutku sudah berbunyi.

Saat makan malam di rumah danau, aku hanya makan sedikit. Dengan senang hati kuambil sepotong dan melahapnya perlahan. Beranjak, kulangkahkan kaki menuju lemari pendingin.

Di dalam kulkas itu ternyata telah terisi penuh. Beberapa kaleng bir, minuman soda, dan jus berbaris rapi, lalu ada cukup banyak botol-botol berisi air mineral, ditambah satu karton besar susu putih.

Selain itu, terlihat pula ada berbagai sayuran di laci kulkas. Buah-buahan ditempatkan dalam sebuah wadah pada rak di atasnya. Daging iris dan giling, sosis, bakso, ikan, serta ayam terlihat di bagian freezer yang cukup besar. Di sisi pintu tersusun rapi bermacam bumbu jadi, selai, juga saus.

Kuambil karton susu, menuangnya ke gelas di meja sebelum menaruhnya kembali. Aku berjalan lagi sambil menggigit potongan pizza di tangan, mengecek isi dalam kitchen set. Ada berbagai makanan kaleng, roti tawar, serta beberapa pasta, dan mi instan.

Sisanya berisi berbagai peralatan memasak, beberapa kain lap, serbet, celemek, tisu, dua macam sarung tangan, berbahan karet untuk cuci piring dan terbuat dari kain cukup tebal untuk sesuatu yang panas.

Wow. Aku sepertinya tak perlu berbelanja dalam waktu dekat ini. Tuan Nelson sekeluarga sepertinya sangat profesional dalam melayani para penyewa kabin. Atau ini hanya pelayanan khusus untukku?

Tidak heran selama ini Luciana punya cukup banyak uang daripada diriku yang masih harus memakai kartu milik Mom. Dia mendapat penghasilan dari uang sewa kabin. Ia juga bisa menggaji Tuan Nelson sekeluarga. Aku tak pernah tahu soal ini sebelumnya.

Ethan Fox sungguh paman yang sangat baik dan murah hati. Luciana cukup beruntung masih memiliki kerabat seperti dia.

Atau bisa kubilang, Ethan pun beruntung. Kelak jika ia masih belum menikah dan tak punya anak di usia tua, Luciana pasti tak akan mengabaikan sang paman satu-satunya, mengingat semua jasa lelaki itu yang telah mengurusnya sejak kecil.

Aku menelan sisa potongan pizza di tangan, lalu kembali duduk di kursi. Kuraih gelas susu, menyesap hingga setengah, sebelum menaruhnya lagi ke meja.

Tanganku mengambil sepotong pizza lagi, melahapnya dalam gigitan lebih besar. Kuedarkan pandangan ke sekeliling.

Suasana malam menjelang dini hari begitu hening, hanya terdengar suara hantaman air ke tepi danau. Kuhabiskan susu di gelas. Aku menaruh sisa pizza ke dalam kulkas.

Aku mulai menguap saat beranjak menaiki tangga. Setiba di kamar, kuganti bajuku dengan gaun tidur milik Luciana setelah cuci muka serta menggosok gigi, lalu merebahkan diri ke pembaringan yang sangat empuk dan nyaman. Selimutnya pun sangat lembut saat menyentuh kulit.

Bayangan wajah orang-orang tercinta yang kutinggalkan terbayang di mata. Saat tak bisa menghubungi, Zander, Mom, dan Dad pasti akan mulai panik mencari tahu di mana aku berada.

Namun, aku tak mau memikirkan hal itu. Besok adalah hari yang baru. Saatnya sekarang menikmati hari-hari kebebasanku.

***

Hari pertama di kabin, aku bangun cukup siang, melewatkan pemandangan matahari terbit di danau. Kuganti gaun tidur dengan atasan putih bertali dan jin biru pendek milik Luciana.

Ia hanya punya dua macam bawahan, celana jin panjang dan pendek. Dia tak punya pakaian normal seperti blus, rok, atau gaun selutut, kecuali yang bermodel sangat seksi, dan cuma cocok dipakai untuk ke klub atau pesta. Kaus-kaus Luciana bahkan terbuka, memiliki bagian leher yang rendah serta terlalu lebar, memperlihatkan kulit perut, bahu, bahkan belahan dada.

WILD AND CRAZY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang