Kegagalan hari ini bisa mempengaruhi mu di hari esok. Dan saat kau berusaha kembali memperjuangkannya, kemungkinan kau punya keterbatasan.
about painful wounds.
♡⑅*˖•. ·͙*̩̩͙˚̩̥̩̥*̩̩̥͙·̩̩̥͙*̩̩̥͙˚̩̥̩̥*̩̩͙‧͙ .•˖*⑅♡Mungkin bagi Kean, Nalen itu bukan siapa-siapa. Mereka berdua memang berada di kelas yang sama sejak masih berada di bangku sepuluh SMA, dan sampai Kean ada di bangku sebelas SMA juga. Keduanya tapi tidak pernah saling berinteraksi, disebabkan Kean suka akan kesendirian. Nalen juga sama, bedanya Nalen masih suka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, yang membuatnya di kenal dengan mudah oleh kalangan para wanita.
Tentu saja dia dikenal, karena Nalen mengikuti ekskul basket. Berkat wajahnya bak pangeran Nalen di gemari. Hanya dengan menyebut namanya orang-orang akan langsung mengenalnya.
Sangat berbeda dari Kean, orang-orang hanya mengenalinya sebagai anak dari keluarga yang paling di sanjung-sanjung. Tapi sisi buruknya itu, Kean jadi satu-satunya yang berbeda. Tidak ada yang tahu apa bakat Kean, mereka jadi beranggapan terlahir dari keluarga yang nyaris sempurna tentunya harus berdampak pada seluruh keturunan. Itu kenapa Kean sangat membenci tatapan mereka yang langsung merendahkannya.
Sebelum adanya kehadiran Lintang, Nalen yang selalu memastikan Kean tidak kenapa-kenapa. Dia takut Kean melakukan hal-hal di luar nalar nya, di lihat dari seberapa hancurnya dia karena ucapan seseorang.
Pernah waktu itu Nalen menemukan Kean pingsan di rooftop sekolah. Pergelangan tangannya berdarah, bisa dipastikan Kean memang sengaja melampiaskannya pada dirinya sendiri. Saat Nalen berusaha mendekati anak itu, segala macam cara pasti akan tetap gagal.
Nalen tidak menyerah, Nalen terus memperhatikan Kean sampai dia tahu. Sebenarnya Kean hanya benci terlahir dari keluarganya yang sempurna itu. Dia tidak bisa bebas melakukan apa saja yang dirinya mau, karena Kean merasa hidupnya harus sempurna dulu baru dihargai.
"Lintang, Kean belum datang ya?" tanya Nalen memperhatikan kearah belakang memastikan, jika Kean akan datang setelah Lintang.
"Katanya udah berangkat duluan. Eh iya, Len. Makasih ya udah ngasih tau beberapa hal tentang Kean. Aku sampai tau apa aja yang dia suka, karena memang bener katamu. Kean memendam rasa sakit sendirian, dan menangis setelahnya sambil menyalahkan dirinya sendiri."
Senyumannya terukir, bagi Nalen walaupun dia tidak terlalu dekat dengan Kean. Dia bisa saja mencari banyak informasi tentang Kean, apa yang dia sukai dan apa yang anak itu sering lakukan.
Buku yang bersampul warna coklat saja, hadiah dari Nalen. Hanya saja Kean tidak mengetahuinya, Nalen sengaja meletakkannya di loker Kean. Dengan menuliskan beberapa kata-kata agar anak itu mau menerimanya.
Buku ini bisa menenangkan, tulisan adalah ragamu. Jangan berhenti menulis, ungkapkan saja semuanya.
"Aku senang mendengarnya setahuku selama ini Kean nggak pernah ngerasa hidupnya berharga. Dia menghindar dari kita semua, aku mungkin terlihat nggak peduli. Tapi sebenarnya aku takut dia pergi, kehilangan seseorang itu menyakitkan. Aku nggak bisa membayangkan hal itu terjadi pada Kean, dia terlahir dari keluarga yang sangat menyayanginya. Hanya karena orang-orang di sekitarnya mengatakan, kalimat menyakitkan. Kean jadi lupa betapa berharganya dia," lirih Nalen menatap sedih pada Lintang, anak itu pun juga menatapnya dengan sendu pula.
Semua rasa sakit yang pernah terjadi di masa lalu, akan berpengaruh di masa depannya juga. Pada dasarnya sebaik apapun seseorang tetap akan buruk di cerita milik orang lain.
Lebih baik menjauh dari luka, dan tak merasakan apapun dari luka. Tapi tersadar jika itu pun masih merupakan bagian dari kehidupan.
"Nalen, kenapa kau nggak berteman dekat dengan Kean? Kau bahkan hampir tau kebiasaannya, dan kau tau banyak hal yang dia sukai," tanya Lintang kini matanya justru berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙸𝚝'𝚜 𝙶𝚘𝚗𝚗𝚊 𝙱𝚎 𝙾𝚔𝚊𝚢[✓]
Fanfiction𝗘𝘀𝗼𝗸 𝗵𝗮𝗿𝗶 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗺𝗮, 𝗿𝗮𝘀𝗮 𝘀𝗮𝗸𝗶𝘁 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗮𝗸 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗿𝗮𝗸𝗵𝗶𝗿. 𝗠𝗮𝗸𝗮 𝗸𝗲𝗺𝗮𝘁𝗶𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗴𝗲𝗿𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗮𝗸𝗵𝗶𝗿. ✻ʜɪɢʜᴇsᴛ ʀᴀɴᴋɪɴɢ✻ ✐1bungkam ✐2berisik ✐2treasuremember ✐3obat ✐3gagal ✐kim...