14. mental illness

314 49 0
                                    

Jika lelah peristirahatan diri, jangan terlalu dipikirkan juga. Karena batin akan tertekan juga di buatnya.
A painful fact^_^
●◉◎◈◎◉●

Di ibaratkan pertahanan yang tak seberapa, tapi terus dipaksa untuk bertahan. Pasti yang ada hanyalah rintihan kesakitan, dan segala permohonan untuk disudahi.

Kean mengalami hal sedemikian, dia terus merasakan kesakitan. Saat memberanikan diri keluar dari rumahnya, tatapan dari semua orang-orang membuat Kean kehilangan caranya berpikir positif. Mereka sangat menakutkan hanya dengan sekali tatap.

Sudah dapat Kean pastikan tatapan dari semua orang-orang disekitarnya, menandakan jika Kean pantas direndahkan.

Tidak mungkin dia terus-terusan mengurung diri di kamarnya, dan memiliki izin paling banyak di sekolah. Kean terpaksa untuk menjalani kehidupan sehari-hari demi bersikap biasa-biasa saja, dia harus membuktikan jika setiap rasa sakit masih bisa ditangani olehnya sendirian.

Bagaimana jika hanya dia yang bersungguh-sungguh untuk sembuh. Sementara orang lain sibuk menambah lukanya, kemungkinan besar tanpa ada keraguan. Yang ada sudah semestinya penyerahan, tidak mungkin bisa ditahan. Jika sakitnya nyaris tak berkurang.

"Kau enggak apa-apa kan? Izin sekolah sampai seminggu lebih gitu. Aku mau ke rumah aja enggak boleh," ucap Lintang langsung duduk di dekat Kean, dan menatap cowok itu sembari menunggu jawaban apa yang diberikan olehnya.

Tapi, jika dipikirkan lagi yang dinamakan luka akan terasa menyakitkan jika di jelaskan. Lagian, alasan Kean tidak bersekolah seharusnya tanpa diperjelaskan. Lintang pasti mengetahuinya, tanpa perlu mempertanyakan hal semacam itu. Barangkali Lintang hanya memastikan Kean tidak kenapa-kenapa, sehingga bertanya meskipun jawabannya sudah diketahui.

Dia berharap sekali ada sedikit waktu yang akan memberikan kesempatan untuknya di banggakan.

"Jangan bercanda, Lintang. Kau pasti tau kenapa aku enggak sekolah seminggu lebih," balas Kean pergi lebih dulu tanpa mengajak Lintang ikut bersamanya.

Ya mau bagaimana lagi, Lintang berharap ada hari-hari baik untuk temannya itu. Kean tidak mudah terbuka, itu sebabnya Lintang terus mempertanyakan hal-hal yang nyaris sudah diketahui jawabannya. Setidaknya ada sedikit saja jawaban yang menenangkan.

"Nggak perlu dipikirkan, hari ini sudah beda cerita. Mungkin kau terluka tapi bisa disembuhkan. Aku datang padamu dengan tulus, tolong buka hatimu dan lihatlah sesuatu yang menguatkan saja."

Jiwa-jiwa yang rapuh, berteriak meminta untuk dipulangkan. Sorot jingga yang sempat menandakan sebuah perpisahan, karena ini bukan tempat yang layak untuk bertahan hidup. Jiwa-jiwa yang rapuh itu sudah tahu caranya untuk menyerah tanpa penyesalan.

"Terkadang aku takut kedua orangtuaku kecewa, karena aku berharap bisa memenuhi segala keinginan mereka berdua. Mungkin bukan keinginan yang semestinya aku dapatkan, hanya saja aku berpikir memang harus mendapatkan sanjungan," kata Kean menatap Lintang tidak peduli seberapa tampak kesalnya sosoknya, setelah mendengar apa yang dikatakan barusan.

"Selagi kau berharga, dan orangtuamu nggak sekalipun memintamu jadi yang terbaik. Untuk apa kau terobsesi mendapatkan sanjungan."

"Karena aku terlahir dari keluarga yang terus disanjung akan kehebatannya. Dan aku satu-satunya yang berbeda, mungkin aku harus mendapatkan sanjungan dan pengakuan agar aku dihargai orang-orang sekitarku!" sahut Kean sedikit meninggikan nada suaranya itu.

Lintang tak habis pikir jika dikemudian hari Kean akan sangat keras pada dirinya sendiri. Di lihat dari bagaimana dia menaklukkan semuanya, Kean diam-diam berambisi tinggi agar mendapatkan pengakuan.

𝙸𝚝'𝚜 𝙶𝚘𝚗𝚗𝚊 𝙱𝚎 𝙾𝚔𝚊𝚢[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang