🌻05 :: Hendri Nauval Handaru

37 12 0
                                    

Terbaring tak berdaya di sofa ruang tamu, Icher beberapa kali teriak kesakitan sewaktu Mama mengusap antiseptik pada kaki nya yang terluka.

Siang ini, Icher sengaja pulang cepat dan izin pada guru piket karena dia dan sekeluarga sudah ada rencana berlibur, merayakan kepulangan Papa yang sudah dua bulan tugas di Bali. Seperti kata pepatah, manusia hanya bisa berencana selebihnya tuhan yang mengatur. Icher pulang pakai taksi online, dia turun tepat di depan pintu masuk komplek. Jarak dari pintu masuk ke rumahnya cukup jauh, dia harus melewati beberapa blok dan ruang terbuka, di ruang terbuka itulah Icher mengalami kesialan.

Entah datang dari mana, tiba-tiba saja dua ekor kucing jantan yang sedang memperebutkan wilayah datang kearahnya, salah satu dari mereka mendaratkan cakaran di kaki kanan Icher. Uh, perih dan kaget langsung bercampur jadi satu. Beruntung, saat itu ada Juanda yang baru saja pulang setelah melakukan beberapa penelitan untuk tugas nya. Icher diantar sampai rumah dan dipapah oleh Juanda.

"Udah selesai. Ini bertahan dua jam, jadi nanti abis dua jam, Mama bakal olesin lagi," ucap Mama yang langsung diangguki oleh Icher.

Mama berjalan ke dapur seraya membawa botol cairan antiseptic dan kapas, meninggalkan Icher bersama Juanda yang sedang duduk di sofa.

"Lo lagi ngapain, sih? Kok, bisa dicakar gitu?" tanya Juanda.

"Gak lagi ngapa-ngapain, gue cuma lagi jalan doang."

"Makanya kalo jalan itu hati-hati."

"Gue udah hati-hati, Bang. Gue mana tau bakal ada kucing lewat."

Icher menatap wajah Juanda yang kini tengah berfokus pada ponsel genggam. Dia akui, Juanda memiliki pahatan wajah yang indah, Juanda itu definisi tampan dan cantik sekaligus. Icher terkadang merasa iri dengan wajah cantik Juanda.

"By the way, gue udah chat di grup. Bentar lagi kayaknya anak-anak kesini."

Kedua mata Icher terbuka. Oke, sedikit ada revisi. Icher memang iri dengan wajah Juanda, tapi disisi lain Icher juga benci Juanda. Buat apa kasih tahu anak yang lain? Toh, dia cuma dicakar kucing, bukan kelindas mobil. Yang lebih Icher khawatirkan lagi, pesan digrup yang pemuda itu kirim, pasti isinya melebih-lebihkan.

"Bang, ngapain laporan, sih?"

"Biar mereka tahu lah."

"Gue cuma dicakar kucing doang, bukan ditusuk pisau sama preman."

"Tetap aja. Sekali luka, tetap luka."

"Abaang."

"Udah, lo gak usah protes. Lagian, gue yakin mereka pasti lagi pada santai."

"Tapi Bang Nathan gak lagi santai."

"Jamkos, barusan gue liat notifikasi, dia lagi live di instagram."

Icher tidak bisa berkata lagi. Arghh, dia tidak suka Juanda. Siapapun, tolong singkirkan Juanda dari hadapan Icher.

"Ada jeruk, gak?"

"Gak ada."

"Bokap lo gak bawa jeruk?"

"Engga."

Juanda berdecak. "Tau gitu, tadi harusnya gue beli aja di pasar. Gue kira bokap lo bawa jeruk."

Icher tidak menggubris Juanda. Alih-alih menjawab kekecewaan pemuda itu, Icher justru memilih untuk mengamati luka di kakinya. Jujur saja, walaupun luka nya ini tergolong ringan, tapi Icher tetap sedih. Sangat disayangkan, kaki mulus milik Icher kini tergores.

Dua orang yang sedang duduk di ruang tamu kompak menoleh setelah mendengar suara gerungan motor dari halaman rumah Icher.

"Kayaknya Jevin, tuh."

Colourthetic [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang