🌻22 :: Icher juga Pergi

21 10 1
                                    

Theo menghela napas setelah mendengar pengakuan dari Icher dan Jerico. Anak itu sama sekali tak menyangka bahwa Aleo akan menjadi orang pertama yang pergi meninggalkan komplek ini, beserta keluarga nya. Tak tahu apa alasan Aleo memilih untuk sendiri, Theo hanya gelisah sebab tak ada kata-kata untuk berpisah. Begitupula dengan Icher dan Jerico yang kini berdiri tepat di depan rumah Aleo. Mereka berdua diam, sibuk dengan isi kepala nya yang amat berisik.

"Maaf, gue gak bisa ceritain masalah Aleo, gue gak ada hak." Hanya kalimat itu yang bisa Jerico berikan. Karena kenyataannya, cerita yang Aleo alami adalah cerita yang hanya diketahui Jerico, tak pantas untuk dia menyebarluaskan hanya karena Aleo bertindak impulsif. "Yang jelas, menurut gue bukan karena masalah Icher yang suka sama Mark."

Theo menatap Icher. "Jangan dipikirin ya, Cher," ujarnya.

Apa balasan yang bisa Icher berikan selain mengangguk? Icher selalu berpikir kalau apa yang terjadi di komplek sekarang karena emosi sesaat dari teman-teman nya. Icher pikir, lambat laun semuanya akan baik-baik saja, sama seperti Johan dan Yoseph atau Nathan dan Juniar tempo hari. Maka dari itu, dia tidak pernah terpikirkan untuk bertindak apapun selain diam dan merasa sedih. Namun, hari ini Icher sadar.

Icher menghela napas. Pandangannya lurus ke depan, menatap lukisan-lukisan abstrak karya Theo dan Juanda. Sejujurnya, Icher sedih. Sangat. Bagaimana tidak? Aleo yang begitu dekat dengan dia, pergi tanpa berpamitan, tanpa bercerita, bahkan menyapa saja tidak. Terakhir kali bertemu, pemuda itu memalingkan wajahnya, seolah enggan menatap wajah Icher. Apakah sejak awal dia memang bersalah?

Selang beberapa menit, anak komplek bermunculan. Mereka semua diberi pesan satu persatu oleh Theo dan Jerico. Karena menurut keduanya, Aleo adalah masalah serius.

"Aleo kenapa? " tanya Teddy mengawali.

"Intinya, dia ada masalah. Sekarang dia pergi, " jawab Jerico.

"Palingan juga pergi main dia," celetuk Hendri.

"Dia bawa Simon sama tas besar, Mama nya pakai mobil ngikutin di belakang," ucap Icher.

Kontan, semua terkejut. Aleo dan Simon adalah fenomena langka, kemarin doa membawa Simon ke kampus saja sudah membuat mereka bertanya-tanya, meskipun pemuda itu sangat menyukai motor merah nya, namun untuk di bawa keluar lebih dari 1 kali dalam 1 minggu, rasanya seperti kejadian yang mustahil.

"Muak kali dia, gak betah satu komplek sama pengkhiat."

Semua mata sontak tertuju pada Alvin. Kalimat yang baru saja dilontarkan pemuda itu, membuat barisan anak komplek senior tidak enak hati.

"Apaan sih, Vin. Lo masih gak rela Icher suka Mark?" Jevin angkat bicara.

"Gue gak pernah bilang kalau gue rela. Nyata nya emang Mark nusuk kita semua dari belakang kan? Apa namanya kalau bukan pengkhianat?"

Ettan menghampiri Alvin. "Lo tai ya!!! Gak paham situasi?" tanya nya.

"Gue ngomong fakta!!"

"Kita lagi panik perihal Bang Leo, kita gak tau dia kemana, ngapain, ngelakuin apa, dan lo malah bahas perkara yang udah lalu!! Dewasa dikit, anjing!!"

Alvin mengerutkan keningnya. "Gue juga cuma kasih tau pendapat gue!! Siapa tau memang Bang Leo muak sama komplek ini, kan? Perasaan orang gak ada yang tau!!"

"Lo jangan giring opini!! Jangan ungkit lagi masalah itu, sama siapa Icher suka itu hak dia!!"

"Kok jadi lo yang emosi?"

"YA KARNA LO MANCING EMOSI GUE, ALVIIINNNN!!"

"Udah, udah!!" Kumara berusaha menengahi. "Jangan tambah ribut, gak takut nyokap lo semua dengar?"

Alih-alih menggubris Kumara, Alvin justru melangkah lebih dekat pada Ettan, mengikis jarak diantara keduanya. "Lo suka Icher juga?" tanya nya tepat sasaran.

"Kalo iya kenapa? Banyak yang suka dia, tapi kita semua gak egois kayak lo!!"

Kening Alvin semakin berkerut. "Bagian mana nya gue egois? Bagian mana? GUE CUMA MAU MEMPERJUANGKAN RASA GUE!! GUE SUKA ICHER, DAN GUE GAK RELA ORANG YANG GUE SUKA MALAH SUKA BALIK SAMA TEMEN GUE!!"

"Itu!! Itu egois nya lo!! LO CUMA MIKIRIN PERASAAN LO SENDIRI, TAPI LO GAK MIKIRIN PERASAAN ICHER!! LO GAK MIKIRIN HAK DIA!! DAN LO GAK MIKIRIN ALEO YANG LAGI KALUT!! LO EGOIS!!" Ettan menarik napas. Mata nya, menatap tajam dua mata Alvin yang hanya berjarak beberapa sentimeter. "Konteks nya kita lagi mikirin solusi buat Aleo!! BUAT ALEO!! BUKAN BUAT PERASAAN LO YANG GAK ADA BALASAN. "

Anak lain, kompak bungkam. Bahkan Mark si pemeran antagonis versi Alvin pun ikut bungkam. Bukan karena mereka menikmatinya, hanya saja mereka terkejut dengan Ettan hari ini dan bingung harus membalas apa. Jarang sekali Ettan diselimuti emosi yang menggebu-gebu.

"ICHER ITU--"

"BISA STOP GAK?! Kalian ngomong seolah gue disini cuma patung pajangan!!" Icher berteriak yang langsung membuat atensi semuanya, kini mengarah pada dirinya. "Kalau kayak gini situasi nya, gue tambah yakin semua masalah yang ada, itu karena gue!! Gue yang dari awal salah!!! Jadi kalo ada yang harus dimaki-maki dan dimarahi, itu gue!! Gue salah karena suka sama Bang Mark, gue salah karena gue confess!! Sekalian aja gue yang pergi dari sini!! Biar gak ada lagi dari kalian yang pergi karena muak!!"

Selepas berkata demikian, Icher berlari meninggalkan halaman rumah Aleo yang dipenuhi oleh anak-anak komplek. Dengan pipi basah, mata merah dan hati yang hancur lebur. Keadaan komplek sudah tak seindah dulu, ego masing-masing makin tinggi dan keras. Icher harusnya sadar, mereka bukanlah bocah cilik yang ketika bertengkar hari ini, maka akan berbaikan di hari esok. Mereka adalah manusia remaja yang hendak menuju dewasa. Dia benar-benar menyesal.

Dan kini, seiring kaki nya berlari, muncul satu pertanyaan di lebih hati Icher.

Apakah dia benar-benar harus pergi?

Colourthetic [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang