"Kau… kau berdarah?" Rupanya ketimbang Marven, justru Aslan sendiri yang terlihat lebih terkejut melihat dahi Marven yang mengeluarkan cairan kental bewarna merah.
"Pertanyaan apa itu?" sungut Marven, kesal. Namun melihat Aslan terlihat merasa bersalah, senyum licik Marven mengembang dan dengan raut wajah yang dibuat-buat Marven pura-pura merasa kesakitan.
Sayangnya rasa bersalah Aslan hanya sesaat, karena lelaki itu dengan tanpa perasaan, langsung melesat melewati Marven dan berusaha pergi ke arah pintu.
Namun Marven yang memiliki insting dan reflek sangat baik, dengan sigap langsung menangkap tubuh Aslan, menarik dan melemparnya ke atas kasur, hingga Aslan memekik cukup keras.
"Are you crazy?!" Maki Aslan marah, namun ketika melihat darat Marven semakin keluar deras dengan cepat Aslan berusaha duduk dan kali ini Marven tidak berusaha menghentikannya.
"Kenapa bisa separah ini?" Gumam Aslan takjub dan langsung Marven cicit dengan ekspresi paling jutek yang bisa dia berikan.
"Kau pikir bahan baku kepalaku berbeda dari milikmu? Jika kau melempar keramik sekeras itu, tentu saja aku akan terluka bodoh."
Aslan mencebik kesal karena Marven menyebutnya bodoh. Dasar laki-laki menyebalkan. "Ya harusnya kau menghindar, dari bodoh kenapa diam melihat vas itu mengarah padamu,"
Kalau Marven bisa dia ingin sekali menyumpal mulut Aslan dengan mulutnya. Tapi kalau dia melakukan itu, pasti tubuhnya yang lain akan menjadi sasaran empuk Aslan.
"Dan dimana rasa bersalahmu? Sudah membuatku terluka parah tapi masih berniat kabur hah? Masih ingin menemui lelaki bodoh itu?"
Aslan memang kesal, karena Marven terus menyudutkan Matthew, namun melihat Marven yang meringis kecil— Aslan tau sekarang bukan saatnya untuk dia membalas mendebat.
"Aku hanya lapar," sahut Aslan jujur, sembari tangannya meraih sapu tangan dan membersihkan darah Marven. "Kau meninggalkan pintu ini terkunci tanpa memberiku makanan. Kalau kau mau tau, semua makanan ringan yang merupakan sambutan untuk kita sudah kuhabiskan seorang diri," gerutu Aslan menyampaikan isi kepalanya, dan kepolosan itu sempat membuat Marven terkesiap, sampai tawa mengudara dari mulut Marven.
Sebuah momen langka karena Aslan tidak pernah bisa sesering itu melihat tawa lepas Marven, bahkan ketika mereka bersama. "Kau benar-benar psikopat, aku hampir mati kelaparan dan kau malah tertawa bahagia?" Aslan mendelik lalu melempar sapu tangannya tepat di dahi Marven yang terluka, namun anehnya kali ini Marven tidak terpancing provokasi Aslan dan justru sibuk menyeka air matanya yang terlihat di sudut mata.
"Berhenti tertawa sialan! Ini tidak lucu sama sekali,"
"Tidak, hanya saja ternyata kau punya sisi imut seperti ini," gumam Marven yang akhirnya mulai menyeka lukanya sendiri. Kepalanya sudah tidak sepening tadi, tapi tetap saja kepalanya terasa mau pecah. Tapi demi harga dirinya, sampai mati, Marven tidak akan memperlihatkan kesaktiannya di depan Aslan.
Sementara Marven sudah sibuk dengan lukanya, Aslan masih membisu karena ucapan Marven tadi. Imut? Benarkah dia imut? Dasar sialan Marven dengan mulut beracunnya, selalu berhasil membuat Aslan kehilangan kemampuan mendebat.
"Kenapa diam?"
Aslan memilih mengambil banyak pasukan oksigen sebelum menjawab Marven yang sekarang sudah terang menatapnya. "Dengar Marven, aku lapar dan persetan kalau kau mau mentertawakannya, tapi aku benar-benar harus makan sesuatu sekarang!"
Marven kembali tersenyum dan langsung menarik Aslan untuk kembali duduk di sampingnya. Tak lama Marven menggunakan earpiece yang masih terpasang di telinganya untuk menghubungi anak buahnya. "Bawakan aku makanan kesini,"
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIED MY BASTARD EX
Romance"The more you want to run, the more I won't let you go..." Marven Holloway Aston- The Devil Aslan Ex-Boyfriend yang hampir menikah dengannya. Anak kedua dari Aston Family, salah satu keluarga paling berpengaruh di dunia. Dia tidak adalah iblis dalam...