@ (11)

490 62 4
                                    

°

Saat ini Haechan dan Mark perjalanan menuju rumah jaemin, Kenapa tiba-tiba?

Jadi isi secarik kertas yang bersama hati tadi mengatakan hati ini milik pemuda na jaemin. Jadi mereka berinisiatif untuk memastikan.

Haechan sudah menangis sedari tadi membayangkan kalau ini semua benar, mengingat jaemin menghilang sejak dua hari yang lalu. Mark juga tak berhenti mengucapkan kalimat-kalimat penenang untuk pemuda mungil disampingnya.

Sesampai di rumah jaemin, Haechan langsung melompat dari mobil Mark dan meluncur ke pintu depan.

Tangan kanannya terus menekan tombol bel sedangkan tangan kirinya menggedor pintu, mulutnya juga ikut serta menyerukan nama pemilik rumah, persetan dengan sopan santun.

Semua berlangsung satu menit dan mereka tak kunjung mendapatkan sahutan. Tangis Haechan semakin menjadi-jadi.

" Haechan hentikan!! " Mark sedikit membentak, sekarang adalah waktu istirahat kalau mereka menimbulkan kegaduhan pasti akan mengganggu tetangga sekitar.

" Haechan minggir biar aku dobrak pintunya " lengan Haechan Mark tarik menjauh dari pintu.

Setelah memastikan Haechan aman barulah Mark memposisikan diri menghadap kesamping Dengan penumpu kaki kanan didepan, setelah itu

Brakkk

Pintu langsung terbuka lebar sekali percobaan.

Haechan buru-buru memasuki rumah, kakinya membawanya ke arah dapur. Sesampainya di dapur nafas Haechan langsung tercekat melihat pemandangan mengerikan didepannya.

Keadaan jaemin jauh dari kata baik-baik saja. Lehernya terikat oleh tali yang menjulur dari tiang, matanya terbuka tanpa pupil hitam, mulutnya terbuka lebar dan yang paling parah semua bagian isi perut keluar semua.

Haechan bersimpuh rasa jijiknya tertelan oleh rasa sakit hati dan kehilangan yang luar biasa. Tangisannya semakin pecah sampai terdengar pilu ditelinga orang yang mendengarnya.

Mark yang baru memasuki dapur ikut menegang melihat pemandangan yang tidak mengenakkan Dimata.

Mark dengan sigap menelpon polisi sembari memeluk tubuh ringkih Haechan yang masih menangis.

Tak perlu menunggu waktu lama para polisi akhirnya tiba, Haechan langsung ditenangkan oleh anggota polisi sedangkan Mark dijadikan saksi.

Tak lama Jeno juga datang setelah mendapatkan kabar dari Haechan, Penampilannya sudah acak-acakan oleh air mata juga keringat.

Jeno juga tak bisa menahan air matanya, dia menangis sambil meminta penjelasan dari polisi maupun Haechan yang masih terdiam sejak tadi.

















Sekarang Haechan dan jeno berada di pemakaman jaemin. Berdiri disamping makam ditengah guyuran air hujan menggambarkan semesta yang ikut berduka.

Jeno yang paling kehilangan disini.

Netranya masih mengeluarkan air mata walau tersamarkan oleh air hujan yang mengguyurnya, menatap lekat nisan bertuliskan na jaemin yang sudah beristirahat dengan tenang saat ini. Masih belum percaya bahwa dia benar-benar ditinggalkan secepat ini.

Pemakaman telah usai 15 menit yang lalu, Haechan menghubungi saudara jauh jaemin untuk mengurus pemakamannya.

Sekeras apapun Haechan memaksa, Jeno masih teguh ditempatnya. Haechan hanya bisa pasrah menemani sambil menatap nanar Jeno dan makam jaemin secara bergantian dari balik kacamata hitamnya.

Tadi setelah evakuasi mayat jaemin polisi juga menemukan mayat nenek jaemin di kamar mandi yang sudah meninggal dua hari lebih awal dari kematian jaemin, hingga sekarang polisi masih menyelidikinya.

" Lo pulang duluan aja Chan " ujar Jeno tanpa mengalihkan pandangannya. Haechan menghela nafas panjang setelah itu mengangguk kecil.

" Ok, lu juga jangan lama-lama disini "



















Siapa bilang Haechan pulang kerumahnya, sekarang dia di taman kota sendirian memandangi hujan yang enggan untuk berhenti. Kacamata dan payung hitamnya sudah hilang entah kemana.

Sorot berkilaunya juga ikut menghilang Dengan tebaran bintang yang tertutup kelabu.

Haechan menangis lagi, Merasa bersalah atas kematian jaemin. Dia sangat yakin ini semua ada hubungannya dengan stalker sialan itu.

Kalau sudah seperti ini Haechan harus bergerak mencari pelakunya kemudian membunuhnya sendiri.

Dirasa lelah menangis Haechan mendongak sambil menutup matanya membiarkan air hujan menetes diwajahnya, Sayangnya ada sesuatu yang menghalanginya.

Haechan membuka matanya pada saat itu juga netranya bertabrakan dengan netra kelam milik Mark.

" Sudah menangisnya? "

" Mark? "

" Hai kupikir kau sudah pulang "

Haechan membenarkan posisinya dan mendengus kecil
" Iya harusnya, urusanmu Dengan polisi baru selesai? "

" Iya nih "

" Menemukan sesuatu? "

" Polisi menemukan lambang infinite di lengan jaemin "

" Lambang infinity? "

" Iya, aku baru dari pemakaman memcarimu tapi kata temanmu kamu sudah pulang "

" Begitu, kenapa kamu disini? "

" Aku mau pulang, rumahku memang lewat sini "

" Oh, berarti kamu sering bermain ditaman "

" Ya dulu dengan sahabatku "

" Kamu punya sahabat? "

" Kubilang dulu "

" Siapa? "

" Hendery "

" Kakak kelas yang lulus tahun kemarin kan? "

" Iya "

" Kamu bersahabat dengan kakak kelas? "

" Yeah... " Jawab Mark ragu.

" Terus kenapa sekarang sudah tidak bersahabat? "

" Dia pindah rumah "

" Ooh "

" Ya seperti itu, kamu tidak ingin pulang? "

" Sedang tidak ingin "

" Mau menginap dirumah ku? Aku jamin tidak akan ada sticker merah marun disana " candanya.

Haechan tersenyum tipis
" Bukan ide yang buruk "

" Baiklah ayo, angin malam tidak baik untuk kesehatan "


















~TBC

maaf cokiber mati, Jangan hujat saya om 🗿🙏
aku ga asal nge-kill kok, semua ada penjelasannya wkwkwk ditunggu aja besok

FOUND METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang