13. Sekolah Pertama Ishan DKK

14 4 0
                                    

Hai aku kembali!!!!



"Assalamu'alaikum!"

Ishan yang ingin mengambil kedua sepatunya menoleh. Menatap pintu utama yang terdengar suara salam dari Helmi.

"Waalaikumussalam!"

Ia berjalan menuju pintu. "Ayo, masuk. Tunggu sebentar ya. Aku pakai sepatu dulu." ujar Ishan yang kemudian melanjutkan mengambil sepatunya dan segera memakainya.

Helmi duduk di kursi yang tersedia di depan rumah Ishan. Melanjutkan makan sarapannya. Roti bakar buatan bundanya.

Tak sampai tiga menit, Ishan sudah selesai. Ia menyuruh Helmi untuk mengikutinya memasuki rumah Ishan.

"Mau apa, Helmi?" tanya Ishan saat melihat Helmi hendak melepaskan sepatunya.

"Mau lepas sepatu dong Ishan," jawab Helmi.

"Tidak usah. Bawa masuk saja."

Oke. Helmi menurut.

Saat sampai di dapur, Ishan memegang bahu sang ibu. "Umma, Ishan sudah selesai. Helmi sudah jemput Ishan."

Fathiyah menoleh, pas sekali dirinya selesai menutup kotak bekal sang anak. Dia tersenyum saat Helmi menyapanya.

"Gio dan Fredick, gimana? Maraka?" tanya Fathiyah pada Helmi.

Helmi menggaruk lehernya, "anu, Umma. Mereka udah duluan. Ninggalin kita berdua. Hehehe," Helmi menatap Fathiyah sungkan.

Fathiyah mengusap kepala Helmi. "Ngga apa-apa. Kamu jemput Ishan juga ada baiknya, kalo ikut jalan duluan kayak temen kalian yang lain, nggak setia kawan namanya." Helmi hanya bisa mengangguk.

"Karena yang paling dekat rumahnya hanya Helmi saja, Umma," sambung Ishan yang dihadiahi tawa kecil sang ibu.

"Yaudah. Mau berangkat sekarang?" tanya Fathiyah.

Mereka mengangguk. "Iya, Umma. Takutnya MPLS nya dimajuin jadi lebih pagi. Bisa aja kita telat, kan..." gumam Helmi pada kalimat terakhirnya.

"Telat dihari pertama masuk sekolah nggak apa-apa kok. Wajar. Karena kalian kan belum dikasih tau guru di sekolah baru kalian,"

"Yaudah, berangkat sekarang gih."

—Ishandra Shaqueel—

Andara menepati ucapan sang kakak untuk memasukkan Ishan ke sekolah negeri bersama ketiga temannya. Bahkan satu kelas. Membuat Ishan diam-diam sangat bersyukur masih bisa bersama mereka.

Dengan Helmi duduk berdua bersama Gio, dibelakangnya ada Ishan dan Fredick. Dan bangku mereka berbalik menghadap meja Ishan dan Fredick.

"Maaf ya, Helmi, Ishan. Kita nggak ada maksud ninggalin kalian berdua. Kan tau sendiri kalo--"

"Iya, tau kok. Kalian kan diantar." potong Helmi saat Gio belum menyelesaikan ucapannya.

Ishan memukul pelan tangan Helmi. "Tidak boleh memotong ucapan orang!" peringatnya yang hanya dianggap angin lalu oleh si remaja berkulit tan itu.

"Nyenyenye"

"Iya, tidak apa-apa, Gio. Kita berdua jalan kaki juga bisa sekalian olahraga," jawab Ishan seraya tersenyum kecil.

Fredick menatap Helmi. "Jangan marah dong, Helmi, maafin kita yaaa..." ucapnya seraya menyentuh bahu sahabatnya.

"Iya, dimaafin."

Setelahnya mereka kembali terdiam.

Ishan yang melanjutkan membaca Al-Quran kecil yang biasa ia bawa, Gio yang mencoret buku barunya di halaman paling belakang, Fredick yang menopang dagu nya dengan sebelah tangan sembari memandang dan mendengarkan Ishan membaca Al-Quran, dan terakhir Helmi, ia sedang melamun sambil melihat coretan Gio disampingnya.

"Yang kamu baca, surat apa, Ishan?" tanya Fredick penasaran.

Ishan menyelesaikan bacaannya sebelum menjawab pertanyaan dari Fredick.

"Surah An-Naba." jawab Ishan dengan senyum cerahnya.

Fredick menatap Ishan, "aku cuma tau Al-fatihah, sama apa yaa--OH! Tri Qul? Aku tau dari Maraka, sih," ujarnya lagi.

Ishan tertawa pelan, ia memukul pelan paha Fredick. "Iya. Tri Qul. Terdiri atas surah An-Nas, Al-Falaq dan Al-Ikhlas." jawab Ishan membenarkan ucapan Fredick.

"Sebenarnya ada satu lagi surah Qul. Al-kafirun, hahaha, tapi sepertinya tidak termasuk. Aku udah sempat tanya Umma soal ini." imbuh Ishan membuat Fredick mengangguk semangat.

Helmi menatap aneh Fredick. Kemudian tersenyum nakal. "Ey, aku curiga deh, kamu mau mualaf ya?" tanya Helmi dengan senyum yang tertahan.

Fredick mengangkat bahunya. "Entahlah, aku masih taat sama Tuhan Yesus-ku." jawab Fredick tak mau ribet.

"Ishan," panggil Gio yang masih setia menulis entah apa.

Ishan hanya berdeham.

"Surah yang biasa kamu baca sama Maraka, surah apa itu? Aku juga mau baca!"










TBC


Part ini diambil dari pengalamanku di waktu SMP kelas sembilan. Dimana ketua OSIS sekaligus tetanggaku kepo waktu kami lagi ekskul BTQ (Baca Tulis Qur'an) bareng guru agama kami.

Dia bisa baca Al-fatihah dan tri Qul, lancar.

Hahahaha, sekarang mungkin dia udah mualaf beneran? Gak tau, sih, soalnya bilang dia mau masuk Islam.

Cukup lah yaa basa-basi aku kali ini. Semoga yang baca dapat mengambil sisi positifnya, dan buang yang negatifnya.

Salam sayang dari aku❤

©dreamrenji_

Ishandra Shaqueel | HRJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang