04. Badai cinta

107 26 6
                                    

Happy Reading!♡~

_________________________________________

Pagi hari yang cerah. Runa duduk diatas ayunan yang tergantung di salah satu dahan pohong yang kokoh di halaman rumah neneknya, ditemani bibi sembari berbincang dan bercanda. Tak jauh dari mereka, dua orang laki-laki yang berstatus kakak dan adik ipar itu tengah sibuk dengan pekerjaan mereka membersihkan salju yang menumpuk di halaman rumah.

"Cemilan datang!" Ucap seorang wanita sedikit berteriak yang baru saja keluar dari dalam rumah, berjalan menuju kearah meja taman yang terletak tak jauh dari posisi Runa berada sembari membawa nampan yang berisi camilan, diikuti oleh wanita paruh baya yang berjalan sembari membawa beberapa cangkir dan teko berisi minuman cokelat panas ditangannya.

"Hei kalian, sudah dulu kerjanya. Kemari dan nikmati ini." Nata berteriak kearah kedua pria tersebut. Ia duduk di salah satu kursi yang terletak di dekat Runa. Memberikan Runa satu cookies dengan taburan choco chips diatasnya, Runa menyambutnya dengan riang dan segera menyantapnya.

"Paman.. papa.. ayo kemari, nanti camilannya keburu Runa habiskan!" Ia tertawa sambil mengunyah cookies yang mengisi mulutnya.

"Hey jangan ambil bagianku!" Nathan melempar sekop salju yang ada ditangannya dan berlari kearah mereka, disusul oleh David yang juga tidak mau cookies bagiannya diambil. Wanita-wanita itu tertawa melihat tingkah kedua pria itu.

Runa menyantap cookies nya dengan nikmat, sesekali menyeruput cokelat hangat bagiannya.

Empat hari telah berlalu semenjak tibanya mereka dirumah nenek. Suasananya tidak berubah, sama seperti dulu, selalu hangat. Runa sangat menyukai setiap waktu yang dihabiskan di sini, rasanya ia tak ingin pulang.

Sore nanti, Runa berencana untuk jalan-jalan mengelilingi desa mencari udara segar.

"Mama. Nanti sore Runa mau jalan jalan. Boleh ya?"

"Terserah mu saja. Tapi mama tidak bisa menemanimu, mama dan nenek mau berbelanja, persediaan kita sudah mulai habis. Bibi bisa kan temani Runa?"

"Baik buk." Bibi mengangguk mengiyakan.
Runa tersenyum senang.

Runa berjalan bergandengan tangan dengan bibi. Mantel bulu berwarna broken white membungkus kulit putih salju gadis itu, mengenakan rok panjang menutupi kaki jenjangnya dengan sepasang sepatu boots berwarna coklat melekat di kedua kakinya, serta topi rajut berwarna cream bertengger di atas kepala menutupi surai peraknya.

Sepanjang perjalanan Runa hanya mendengarkan bibi yang sedang berbicara, memberitahu sedang dimana dan apa saya yang berubah di desa ini.

Awan di langit mulai berubah warna menjadi keabuan dan perlahan mulai menggelap. Bibi mendongakkan kepalanya melihat keatas, angin dingin berhembus sedikit kencang menerpa kulit kedua wanita itu. Runa merinding, ia menyatukan kedua telapak tangannya dan menghembuskan nafasnya untuk menetralisir rasa dingin.

"Ah.. sepertinya akan ada badai salju yang akan datang." Ucap bibi khawatir sembari memerhatikan sekitar.

"Tapi kita jauh dari rumah. Bagaimana ini?" Keluh Runa panik. Bingung melanda mereka.

"Ah disitu. Ada sebuah bar yang buka. Kita berteduh di sana dulu saja" Runa mengangguk dengan usulan bibi. Mereka segera bergegas memasuki bar tersebut.

Bibi mendorong pintu kayu bar tersebut dan masuk ke dalam. Ia memerhatikan sekeliling, mencari tempat kosong untuk mereka duduki. Bibi menarik Runa pelan menuju ke salah satu meja kosong didekat jendela bar tersebut. Runa duduk di salah satu kursi, bibi memesan dua cangkir cokelat hangat.

Takdir Moon Goddess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang