011.

7.3K 631 15
                                    

Nala duduk dan diam-diam memerhatikan Raskal duduk di depannya dan membiarkan Barber menyalurkan keahliannya terhadap rambut Raskal. Sebelumnya Raskal meminta Barber untuk memangkas rambutnya rapi. Setelah itu Barber langsung memasangkan kain di pangkal leher Raskal dan mengambil beberapa alat di tangannya.

Di sana hanya ada Nala dan Raskal, belum ada pelanggan lain memenuhi ruangan Barber. Dan hanya suara radio memecahkan keheningan—juga mesin cukur yang menyala.

Seperti biasa, Nala diam-diam mengamati keterdiaman Raskal sambil memandangi rambutnya dipangkas Barber. Dengan telaten Barber memotong rambut Raskal yang baginya mengusik pemandangan. Sesekali ia menyemprotkan sesuatu di rambut Raskal lalu memangkasnya lagi.

Di depan Raskal ada cermin memanjang. Dari cermin tersebut, Raskal bisa melihat kinerja Barber terhadap rambutnya. Begitu dengan keasikan Nala memandanginya diam-diam.

Raskal sadar dirinya menjadi sebuah objek nyata yang bebas dipandang netra hitam Nala saat ini. Netra hitamnya berbinar seakan Raskal adalah sosok yang indah, dikagumi—tatapan itu tidak asing bagi Raskal karena ia selalu mengonsumsi tatapan kagum dari kebanyakan orang yang melihatnya.

Tapi ini—dia Nala, teman sekelasnya yang terkenal malu dan pendiam, sekarang sedang menatapnya dengan binaran penuh arti.

"Sudah selesai, Aa." Raskal kini menatap rambutnya yang sudah dipangkas rapi. Benaknya menilai hasil kerja Barber sambil mengeluarkan uang dari saku celananya.

Raskal menatap dirinya di depan cermin sambil menatap sisa rambut yang masih menjulang di kepalanya. Nala pun ikut memandangi Raskal di depan cermin.

Rambut memanjang atau pendek pun, Raskal selalu memesona.

Tanpa sadar Nala tersenyum.

"Udah ganteng kok Aa, Neng nya sampai senyum senyum liatin Aa nya." Sang Barber menggoda dua insan muda-mudi sampai Raskal menoleh dan pandangannya bertemu Nala.

Nala mengerjap di tempat lalu buru-buru menunduk—malu.

Ucapan Barber itu cukup mengusik Nala selama di perjalanan pulang. Nala benar benar tak tahu bagaimana ia menunjukkan wajahnya pada Raskal karena ketahuan senyum senyum sendiri pas memandangi Raskal. Tadi saja Nala tak berhenti menunduk sampai Nala hampir tak sengaja menabrak orang.

Beruntung Raskal memerhatikan jalan Nala dan sigap menarik Nala saat itu.

Mengingat itu Nala kembali berdebar. Memikirkan Raskal memang tidak bisa tidak berdebar barang sedetik saja. Ada saja efek sampingnya.

Motor Raskal berhenti tepat di depan rumah Nala. Nala segera turun dari motor Raskal.

"Raskal, mampir dulu."

Seperti biasanya Nala akan berbasa-basi menawarkan mampir ke rumah jika ada teman mengunjungi rumah, tanpa terkecuali.

Tapi nyatanya basa-basi Nala diangguki Raskal. Nala terpaku.

"Boleh."

Masih tak percaya dengan semua ini, tapi Nala buru-buru mempersilakan Raskal masuk. Ibu yang tengah asik menonton televisi teralihkan dengan kehadiran Nala dan sosok tampan bak dewa di belakang Nala.

"Ada temannya Nala."

Raskal mengucap salam dan menyalami tangan Ibu Nala.

"Siapa namamu?"

"Raskal, Bu." Balas Raskal. Ibu memanggut lalu ke dapur untuk menyiapkan minuman dan cemilan.

Raskal duduk di ruang tengah sementara Nala ke kamar untuk berganti pakaian. Tak lama Ibu datang dan membawakan nampan berisi minuman dingin dan kepingan biskuit di atas meja.

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang