005.

10.9K 808 3
                                    

"Ya ampun adikku habis dihukum ya?" Pratama Yudistyo—akrab dipanggil Kak Tama melanjutkan tawanya sumbang. "Maaf ya, Nala. Nanti kakak traktir coklat deh habis ini."

Nala yang duduk di samping Kak Tama hanya merengut kesal. Baru saja ia menuangkan keluh kesahnya akibat Kak Tama telat mengantarkan Nala ke sekolah tadi pagi.

Perjalanan mereka menuju rumah tidak begitu lancar. Entah apa yang terjadi di ujung jalan sana membuat laju mobil yang dikendarai Kak Tama tersendat. Namun hal itu tak memusingkan mereka berdua, cukup betah mereka menikmati lamanya di perjalanan.

Terlalu sibuk pada pekerjaannya, Kak Tama menggunakan kesempatan ini untuk mengobrol lebih banyak bersama adik kesayangannya. Terakhir kali pada saat minggu lalu, ketika Kak Tama mengajak Nala pergi nongkrong ke sebuah kafe yang baru buka di dekat kantornya.

Banyak varian minuman manis di sana, dan tentu Kak Tama tak mau Nala melewatkan jejeran menu manis di kafe tersebut untuk Nala cicipi. Setelah itu Kak Tama kembali sibuk dengan dunia pekerjaannya setelah Kak Tama mendapat jabatan baru di perusahaan yang tengah ia mumpuni.

"Capek tau, kak, lari lapangan tiga putaran. Habis itu dihukum lagi sama Pak Andre, disuruh bikin tugas dan harus dikumpulkan pada saat jam pulang sekolah." Gumam Nala dengan bibir mengerucut lucu. Kak Tama gemas melihat Nala cemberut dan langsung mengacak puncak rambut Nala. Kak Tama kembali tertawa mendengar dengkusan kesal tercipta di bibir manis Nala.

"Iya, iya, nanti kakak belikan coklat sebagai bentuk permohonan maafku. Setuju."

"Setuju sekali," Nala mencibir. "Aku akan mendiami kakak kalau kakak nggak jadi belikan aku coklat." Kak Tama tersenyum geli dan kembali pada setir kemudinya.

Hampir setengah jam mereka terjebak di perjalanan, akhirnya mobil Kak Tama bebas dari kemacetan dan melaju begtiu lancar. Sesuai janjinya, Kak Tama menepi ke minimarket dan langsung membeli beberapa coklat kesukaan Nala.

Nala menerima bungkusan coklat itu dengan senyum bahagia. Wajahnya berbinar, begitu antusias dan bersemangat bahwa sebentar lagi ia akan menghabiskan coklat-coklat itu. Padahal belum lama ini Nala sudah menghabiskan setoples coklat pemberian Kak Tama yang juga ia dapatkan dari rekan kerjanya setelah menghabiskan hari liburnya ke luar negri.

Mobil Kak Tama tiba di halaman rumah. Nala keluar dari mobil sambil menenteng tas besarnya. Tak lupa menenteng plastik berisi coklat yang dibelikan Kak Tama.

"Kak Tama." Panggil Nala dan Kak Tama meringsut saat tangannya ditarik Nala menjauhi pintu.

"Jangan bilang Ibu dulu ya kak kalau kakak belikan aku coklat. Kemarin Ibu tegur aku buat nggak makan coklat dulu." Pinta Nala dengan raut memohon.

Akhir-akhir ini Nala lagi sering makan coklat. Sebelum ini dan coklat peemberian temannya Kak Tama, Nala juga beberapa kali membeli coklat dan ketahuan Ibu. Lalu Ibu menegur Nala agar ia tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan manis tersebut.

Kalau Ibu lihat Nala bawa coklat lagi, pasti Ibu nggak segan-segan memarahinya.

"Kok bisa? Kenapa Ibu bisa menegurmu?"

Bibir Nala mengerucut lagi. "Kemarin aku sudah banyak makan coklat lalu Ibu menegurku. Ibu tau belakangan ini aku lagi suka makan coklat, kak. Jadi jangan bilang Ibu ya kak kalau Nala dibelikan coklat sama kakak."

Kak Tama hanya mengangguk dan beralih pada pintu. Kemudian ia membukanya dan memberi salam.

Tak lama Ibu muncul dan menyambut hangat anak-anaknya tiba.

Dibalik punggung tegap dan tingginya Kak Tama, Nala buru-buru memasukkan plastik coklatnya ke dalam tas. Sementara Kak Tama membantu Nala menyembunyikannya dari perhatian Ibu.

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang