022

7.6K 613 2
                                    

Fajar menepati janjinya untuk mengantarkan Nala ke rumah dengan selamat. Setelah itu Fajar langsung pamit pulang dan meningglakan Nala yang masih menatap kepergian Fajar dengan sepeda motornya.

Hari sudah sore, tapi semburat senja dihalangi awan gelap. Hujan sebentar lagi turun. Namun Nala masih setia memandang awan gelap itu, seakan awan itu mencerminkan hati Nala yang mendung sedari tadi.

Melihat kepergian Raskal dan Lea pulang bersama hanya bisa memendam kekesalan Nala dalam benaknya. Ia iri, cemburu, seharusnya Raskal lah yang mengantarkannya pulang seperti yang dijanjika pemuda itu. Bukan Fajar.

Nala tidak berhak mengatur apapun. Jangankan berarti, Nala bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa di mata Raskal.

-0-

Raskal duduk dan menunggu Lea diperiksa oleh Dokter di ruangan. Matanya melirik cara kerja Dokter itu terhadap Lea. Lea berbaring dan membiarkan Dokter memeriksa perutnya. Lea didiagnosa lambung akut dan diperkenankan untuk banyak beristirahat.

Dibalik keterdiaman Raskal di dekat meja kerja Dokter, Raskal memikirkan Nala. Ia merasa tidak enak. Pikirannya terganggu dengan reaksi Nala tadi ketika Raskal membatalkan niatnya untuk pulang bersama dan meminta Fajar mengantarkan Nala pulang.

Nala tersenyum apda saat itu dan membiarkan Raskal pergi bersama Lea.

Dan itu membuat Raskal tak nyaman di sini. Hingga Raskal sampai tidak begitu mendengar bagaimana Dokter menjelaskan kondisi Lea padanya. Raskal hanya tahu Lea kena lambung akut dan diminta untuk beristirahat dan menjaga pola makannya.

"Raskal, kamu melamun." Lamunan Raskal buyar, kesadarannya baru saja menghinggap dan mendapati dirinya berada di loket administrasi. Lea baru saja menebus obatnya.

"Maaf ya Raskal, aku sudah meerepotkanmu." Ucap Lea menatap Raskal. "Setelah ini akan aku traktir makan. Sebut saja kamu mau makan apa, akan aku belikan."

Raskal menggeleng. "Tidak, terima kasih. Aku langsung antarkan kamu pulang."

Raskal menarik tasnya ke punggung dan mulai memapah Lea lagi. Namun Lea menolak, ia sudah bisa jalan sendiri setelah meminum obat sebelum makan.

"Apa yang kamu pikirkan? Ayahmu dan kakakmu berada di rumah?" sekilas Lea tau keadaan keluarga Raskal.

Bisa dikatakan, nasib Lea dan Raskal sama. Lea lahir dari keluarga berada tanpa seorang Ibu. Ibunya telah tiada sejak Lea kecil dan meninggalkan Ayah dan kakak laki-lakinya. Tapi Ayah Lea terlalu sibuk bekerja sampai Lea jarang merasakan kasih sayang Ayahnya. Kakaknya pun juga sama, bolak balik ke luar negri dan hanya bisa bertemu Lea sebulan sekali.

Bedanya Ayah dan kakak Lea masih berusaha meluangkan waktu dan menyayangi Lea. Sementara Raskal—ia saja tidak tahu Ayahnya tinggal di mana selama ini.

Raskal pun juga tidak berniat mencari tahu.

"Kalau begitu, mau mampir ke rumah ku saja? Kebetulan kemarin kakakku pulang dan membawa banyak oleh-oleh dari Singapur. Aku belum membawakannya untukmu, jadi nanti sekalian saja ya aku kasihnya."

Ujaran Lea tak digubris Raskal, lebih tepatnya Raskal tidak mendengarnya. Raskal terlalu memikirkan Nala. Ingin buru-buru antarkan Lea pulang supaya Raskal bisa menghubungi Nala secepat mungkin.

Raskal memarkirkan motornya ke pekarangan rumah Lea. Rumah Lea sangat besar, melebihi rumah tinggal Raskal. Pekarangannya juga luas dipenuhi tanaman bunga hias.

Lea turun dari motor dengan hati-hati. Raskal mengulurkan tangan agar memudahkan Lea turun.

"Masuk yuk, Raskal. Aku mau kasih oleh-olehnya."

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang