Hari demi hari, Raskal membawa tumpukan surat cinta dari loker dan ia baca satu persatu di rumah. Tapi surat dari Nala sama sekali tak ia dapatkan lagi. Dan Raskal semakin bertanya-tanya di mana Nala sering menunduk ketika Raskal menatapnya.
Saat tugas kelompok kesenian pun Nala tak banyak bertanya padanya, justru Nala lebih sering bertanya dengan Angger, atau teman-teman sekelompoknya. Seolah, Nala sengaja menghindari Raskal.
Ada apa? Apa Raskal tak sengaja melakukan kesalahan sampai Nala sengaja menjauhinya? Rascal sampai menggali ingatannya, mungkin memang Raskal telah melakukan kesalahan. Tapi Raskal merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Interaksi antara mereka jarang terjadi, jarang bersinggungan selain tentang sekolah, tapi Raskal tetap merasa janggal.
"Menurutmu aku ada salah apa?"
Pertanyaan itu ditujuan pada Jian—sahabat Raskal yang tengah asik meneguk sodanya lalu menatap Raskal heran.
"Iya, kamu ada salah sama aku."
"Benarkah?" Raskal tertegun. "Apa salahku?"
"Semalam kamu merebut bakwan terakhirku." Gerutu Jian sambil mengingat bagaimana Raskal dengan mudah menyomot bakwan terakhir di atas meja makan rumahnya. Bakwan itu sengaja Jian tinggalkan terakhir setelah ia menyantap habis makan malamnya lalu beranjak ke dapur untuk mengambil saos.
Dengan enteng tanpa berdosa, Raskal melahap bakwan tersebut di depan mata Jian sendiri.
"Kamu tau aku suka sekali bakwan buatan Ibu, tapi kamu langsung memakannya tanpa seijinku." Jian mengatakannya dengan mata berkaca-kaca. Sungguh Jian sedih sekali Raskal memakan bakwan terakhirnya.
"Aku tidak tau malahan." Raskal menyangkal. Raskal tidak tahu kalau bakwan semalam adalah bakwan Jian. "Ibu 'kan yang nyuruh aku habisin bakwannya. Tapi kamu 'kan udah banyak makan bakwannya semalam."
"Nggak! Kata siapa?"
"Aku lihat ya, kamu udah makan lima bakwan sendiri." Raskal memutar matanya.
"Tapi tetap saja kamu memakan bakwan terakhirku tanpa ijin." Jian menarik hidungnya. "Nggak cuma itu, kamu juga tumpahin es teh manis yang nggak anget pas Bang Toyib baru aja diantar. padahal aku lagi haus hausnya."
"Es teh aja. Nggak usah pake nggak anget, Jian."
Raskal menghela napas. Merasa pertanyaannya sia-sia dijawab Jian. Malah bahas bakwan dan es teh manis yang nggak anget.
Ingin menjelaskan tentang keresahannya, tapi Raskal urung. Menurutnya Jian jangan tahu dulu tentang Nala dan surat cinta di lokernya. Perasaannya pun belum pasti. Jian pun juga lagi mode ngambek. Raskal malas memperkeruh suasana.
Mungkin Raskal harus menunggu lebih lama lama lagi. Mungkin saja besok pagi loker Raskal ada surat Nala lagi. Mengingat tugas dan PR yang menumpuk, mungkin Nala jadi sibuks ampai ia tak sempat memberinya surat.
Baiklah kalau begitu, Raskal tidak sabar menunggu besoknya lagi.
-0-
Nala termenung memandang hamparan luas lapangan basket. Lapangan tersebut kosong. Tidak dipakai anak ekskul untuk bermain olahraga di sana. Jam sekolah juga sudah berakhir setengah jam yang lalu, jadi Nala bisa sepuasnya memandang kosong ke arah lapangan tanpa ada satu orang pun yang mengganggunya.
Hari ini cuacanya terik, tapi Nala tampak tak terganggu dengan sengatan panasnya. Minuman soda menjadi teman Nala di siang ini. Cukup membantu ketika tengorokan Nala kering.
Lalu seseorang datang, duduk tak jauh dari posisi Nala. Nala menoleh karena kehadirannya memancing perhatiannya. Nala terkejut dengan sosok yang dikenali hampir semua siswa-siswi di sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer
RomansaTentang Nala yang menyukai Raskal, teman sekelasnya. Puluhan surat cinta hanya untuk Raskal diam-diam ia letakkan ke loker mejanya. Hampir setahun Nala melakukannya, sampai sebuah surat balasan Nala dapatkan atas surat-surat yang Nala kirimkan sela...