Nala dan Raskal bersama-sama menuju Perpustakaan. Perpustakaannya tidak terlalu ramai, dan tenang karena ketentuan berada di Perpustakaan tidak boleh berisik.
Nala dan Raskal mengambil tempat untuk mereka kerjaan tugas mereka. Saling berhadapan di ujung meja memanjang. Nala mulai membuka buku sambil menelusuri ponselnya dalam pencarian materi tugasnya.
Begitu juga dengan Raskal. Raskal menumpukkan beberapa buku di sampingnya dan membuka buku catatan untuk ia tulis di sana. Mereka berdua diam dan tenang mencari materi. Hanya gemerisik kertas ke kanan dan kiri mengisi Perpustakaan.
Nala diam-diam menyelami ingatannya ketika ia sedang mengerjakan tugas dari Pak Andre lalu Raskal duduk membaca buku di depannya. Posisinya sama persis, hanya beda meja saja.
Nala melirik ke arah Raskal yang sibuk menulis dan membaca buku bergantian. Wajah tampan itu sangat serius, tenang, dan menenangkan hati Nala.
Benaknya Nala merasa bersyukur, momen ini dapat mendekatkan dirinya pada Raskal. Iaa tidak perlu mencuri pandang sementara waktu. Nala bisa memandanginya leluasa meski Nala masih takut menunjukkan atensi sepenuhnya pada pemuda itu.
"Udah selesai?"
Nala tersadar dan membuyarkan lamunannya. Buru-buru ia menunduk ke arah buku di depannya.
"Oh, hmm, belum.. aku.."
"Wajahku ada sesuatu?"
Nala mendongak hingga tatapannya bertemu pada tatapan tajam Raskal namun terlihat teduh di netra Nala.
"Hah?"
"Wajahku apa ada sesuatu sampai kamu memandangiku terus?"
Raskal menatap Nala lekat. Nala sedikit gelagapan.
"Hah, oh--itu, tidak.. tidak ada.. sesuatu.." Nala berbisik dan menggeleng cepat menyangkal ucapan Raskal.
Raskal sampai meraba wajahnya sendiri, siapa tahu Nala berbohong. Tapi Nala memang tidak berbohong.
Nala tidak akan mungkin mengatakan yang sebenarnya kalau ia mengagumi ketampanan Raskal sampai Nala lupa menahan diri.
"Tidak ada apa-apa."
Nala mengangguk, memang tidak ada apa-apa.
"Tapi kamu memandangiku terus."
Pembicaraan mereka mulai dilirik beberapa murid di sekitar mereka. Bisikan Raskal terakhir memang sedikit kencang sampai beberapa murid mulai terganggu dengan bisikan Raskal.
"Maaf," cicit Nala. "Aku kerjakan tugasku lagi."
Nala mulai menyibukkan dirinya pada buku dan tulisannya. Tangannya bergerak untuk menyalin ketika ada materi penting yang tercantum di buku.
Kalimat demi kalimat Nala tulis di buku catatannya, tanpa ia tahu kalau Raskal kini bergantian memandanginya. Pemuda itu tak lagi menulis, ia telah menyelesaikan rangkumannya. Dan ia memilih untuk menumpukan dagu lalu memandangi gadis di depannya ini.
Sedetik hingga detik berikutnya waktu berjalan, Raskal masih setia memandangi Nala. Netra hitamnya meneliti bagaimana Nala bernapas di depannya. Ia memandangi bagaimana netra Nala bergerak membaca buku lalu tangannya bergerak menyalin di buku tulisnya. Terkadang bibir merah berkat lip balmnya bergerak tipis saat membaca materi. Helaian rambut yang jatuh di bahunya ikut bergerak sampai setengah wajah Nala menutup.
Rasanya Raskal ingin sekali memyampirkan rambut itu ke belakang telinga Nala. Tangannya mulai gatal.
Namun Raskal hanya bisa berandai bisa menyampirkan helaian rambut Nala karena wajah Nala semakin tertutup membuat pemandangan Raskal terganggu. Dan andaian itu buyar ketika Nala mendongak dan bertanya ada pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer
RomanceTentang Nala yang menyukai Raskal, teman sekelasnya. Puluhan surat cinta hanya untuk Raskal diam-diam ia letakkan ke loker mejanya. Hampir setahun Nala melakukannya, sampai sebuah surat balasan Nala dapatkan atas surat-surat yang Nala kirimkan sela...