021

7K 549 5
                                    

Baru saja Nala menyelesaikan prakaryanya. Hampir satu jam Nala menggunting gambar dan ia tempelkan ke ke wadah untuk ia pasangkan dengan bingkai. Ada dua karton yang menjadi media prakarya tugasnya.

Hasilnya tidak buruk. Nala tersenyum melihatnya. Lalu ia meletakkan kembali bingkai itu hati-hati ke meja. Lalu ia mulai memerhatikan sekitar, tampak teman-temannya masih sibuk dengan karya masing-masing.

Tugas keseniannya akan dikumpulkan dua hari lagi, jadi hari ini Nala dengan teman sekelompoknya mengerjakan tugas kelompok di kelas setelah jam pulang sekolah.

Nala memerhatikan tugas temannya, Angger. Ia tak sungkan menawarkan diri untuk membantu, tapi Angger menolak. Ia merasa ia bisa mengerjakan sendiri. Angger hanya tidak ingin merepotkan Nala dan menyuruh Nala beristirahat melihat Nala sudah selesai dengan tugasnya.

Lalu Nala menawarkan dirinya ke teman-temannya yang kain, mereka pun juga menolak halus. Sampai Nala memerhatikan betapa sibuknya Raskal di depan sana.

Raskal sengaja mengambil tempat lebih depan. Sambil sibuk menggunting, beberapa karyanya tampak terlihat berjejer mengelilingi Raskal. Nala berniat mendekat dan menawarkan Raskal bantuan.

"Mau.. kubantu?" Lirih Nala tertangkap Raskal. Raskal mendongak dan ia menggeleng.

"Kamu sudah selesai?" Tanya Raskal dan Nala mengangguk.

"Kalau gitu kamu duduk dan istirahat saja." Ucap Raskal dengan seulas senyuman. Nala sontak termangu, serangan tiba-tiba datang dan Nala tentu saja tidak siap.

Nala lebih baik menurut, mengambil tempat kosong untuk duduk sambil mengatur debaran jantung yang menggila. Raskal dan teman-teman benar, Nala butuh istirahat.

Kelas mereka terisi oleh dua kelompok yang mengerjakan tugas kesenian. Bedanya satu kelompok tersebut mengambil tema keragaman budaya daerah Sumatra. Nala kini beralih memerhatikan sibuknya kelompok tersebut. Sesekali membuka obrolan singkat.

"Nala.."

Suara bass Raskal begitu dekat hingga menggema pendengaran Nala, pikiran Nala mendadak kosong, sampai Nala terdiam beberapa saat hingga sebuah tepukan halus terasa di pundaknya.

"Nala, mau aku belikan makan?"

Suara bass itu kembali menggema. Nalar Nala seakan terpelanting jauh dan terbang. Raskal yang melihat Nala hanya diam saja tampak bingung.

Kalau saja di kelas tidak ada orang, mungkin Nala akan terjatuh ke lantai karena kakinya sungguh sangat lemas dan tak bertenaga.

Tapi 'kan Nala harus kuat. Cuma suara bass Raskal, Nala tidak boleh lemah.

Iya, tidak boleh.

Nala sudah berjanji dengan dirinya sendiri setelah insiden mimisan itu, Nala harus jauh lebih kuat. Harus tangguh. Nala tidak boleh kalah dengan pesona Raskal, salah satunya dengan suara bass Raskal. Sekuat mungkin Nala harus bertahan.

Ketika Nala menoleh dan mendapati wajah Raskal begitu dekat dengannya, Nala terhuyung ke belakang.

"Nala, kamu baik-baik saja?"

Nala langsung mengambil kursi dan duduk hati-hati. Kakinya tak sanggup menapak lantai.

Tuhan, kenapa aku selemah ini?

"Aku belikan sesuatu ya? Kamu kayak lemas gitu. Hampir saja kamu jatuh tadi." Tawar Raskal dengan raut khawatir masih belum ditanggapi Nala. Nala masih sibuk menangani kelemahannya. Merutuk dirinya karena ketidak berdayaannya. Lalu kepala Nala mengangguk singkat atas tawaran Raskal.

"Mau ya? Aku mau ke kantin sama Fajar. Kamu mau aku belikan apa?" Tanya Raskal.

"Itu.. hmm.. itu.." Nala tergagap.

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang