Siomay Bandung

51 47 31
                                    

"Walaupun hanya siomay, tapi kalian senang kan?"
-Bastian

Eps 2

_______________________________



Sudah dipastikan dua orang itu berdiri dengan sebelah kaki dengan tangan menjewer telinganya masing-masing. Pegalnya jangan ditanya, sudah 15 menit mereka dalam posisi seperti itu.

Yoan berdecak kesal, "Udah dong, gue pegel."

Adenal ikut mengangguk, seolah-olah setuju dengan perkataan Yoan. Mungkin mereka berdua tak sedarah, tapi yakinlah kini rasa menyakitkan menahan lelahnya sungguh senasib.

Gendra menoleh ke arah Yoan dan Adenal, sedikit merasa kasian, tetapi ia masih belum puas. "Ntar 10 menit lagi."

"HAH!" Yoan dan Adenal ternganga bersamaan, apa seorang Gendra tega berbuat seperti ini kepada mereka.

"Kalau ada Amar, ga bakal gini dah," keluh Adenal memutar bola matanya malas.

Gendra mengangkat alis kanannya, mempertanyakan siapa yang berbuat salah awalnya. Bukankah Yoan dan Adenal yang mencari gara-gara.

Dipikiran lelaki itu, mereka berdua pantas untuk mendapatkan hukuman seperti ini. Agar lebih menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam segala hal, bukannya malah melarikan diri setelah melakukan kesalahan.

Suara decitan pintu dan lantai menggema, sepertinya itu berasal dari kamar Jhenara.
Sosok itu keluar dengan mulut menguap lebar dan rambut teracak-acakan, menggosok mata kirinya yang gatal.

Yoan dan Adenal melirik dari sudut mata ke arah Jhea, rasanya sangat sulit untuk menahan gelak tawa yang menggelitik perutnya, apalagi disertai dengan perut yang kosong.

Adenal tampak berbisik ke telinga Yoan, "Ga geulis ini mah."

"Mulut lo ntar disambar ayam," balas Yoan dengan raut wajah memerah akibat menahan tawa.

Gadis itu melangkah walaupun jiwanya belum sepenuhnya ada di raga, "HUAA," ia menguap lebar membuat Gendra menyorotnya.

Gendra memperhatikan gerak gerik Jhea, bisa-bisanya gadis itu berbuat tak sopan. Sudah banyak di dalam benaknya kata-kata yang akan ia lontarkan untuk Jhea, benar-benar membuatnya sedikit kesal.

Perempuan itu kemudian membanting tubuhnya di sofa dan mengedip-ngedipkan
netra untuk memfokuskan penglihatannya. Ia melihat ke kanan dan ke kiri, terlihat Yoan dan Adenal sedang berdiri dengan satu kaki yang di angkat.

"Buset, lo berdua ngapain?" tanya Jhea dengan mata yang seketika terbelalak.

"Banyak tanya, mending mandi sana," elak Adenal malas. Sebenarnya bisa saja ia kini mengumpat, namun Gendra sudah duduk di samping Jhea.

Tangan Gendra memegang sebuah benda dengan panjang kira-kira 7 cm, berwarna maron. Benda itu berwujud pipih, bergigi, dan berfungsi untuk menata rambut.
Perlahan tangannya mengambil beberapa helai rambut Jhea dan menyisirnya dengan perlahan, "Gue sisirin ya Je?"

Jhea menoleh, kemudian ia membenarkan posisi duduknya membelakangi Gendra agar mempermudah laki-laki itu dalam menyisir rambutnya.

Secara lembut ia menyentuh rambut panjang milik Jhea, hitam dan berkilau membuat mahkota perempuan itu terlihat indah. Rambut Jhea yang berantakan tak beraturan harus di sisir dengan sabar, apalagi ia memiliki rambut begitu tebal yang mampu menguras tenaga dan waktu untuk menata ulang.

JHEANDRA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang