Tulip Merah

20 18 12
                                    

"Walaupun warna merah, kuning, dan hijau. Tetapi kehidupanku tetap berwarna hitam yang pekat"

-Gendra Sankara

Eps 7

H
A
P
P
Y
R E A D I N G

____________________________________


Semenjak hari itu, cukup banyak kesulitan untuk menyakinkan Eysa kembali bersekolah. Peran 9 remaja di dalam satu naungan atap Clion itu pada akhirnya membuahkan hasil juga, membisikkan kepada perempuan itu bahwa semua akan baik-baik saja.

Mungkin Buk Risma akan tersenyum lebar di atas sana melihat sikap solidaritas tanpa batas yang diciptakan oleh mereka. Entah apa skenario Tuhan kala itu, tiba-tiba saja mereka semua di pertemukan dengan nasib yang hampir sama, untungnya sosok wanita tua dengan wajah memancarkan aura penuh kasih sayang mendekap ke 9 orang itu.

Tumbuh dalam kerasnya dunia, tak menghalangi untuk menggapai cita-cita. Tumbuh dalam caci-maki manusia, tak akan menghentikan langkah yang sudah setengah jalan. Tumbuh dalam penderitaan, tak akan memadamkan cahaya ingin bahagia.

Detik ini dan seterusnya, tetaplah bertahan demi hal-hal yang belum pernah dilakukan.

Memberhentikan sepeda motornya di tepian jalan raya, netranya tertuju pada seorang anak kecil tengah membawa sekeranjang bunga tulip.

Gendra menghampiri anak yang terlihat kesusahan membawa keranjang yang melebihi ukuran tubuhnya. Rasa iba muncul di hati Gendra, bagaimana bisa anak sekecil ini di pesuruh untuk mencari uang.

"Dek, mau kakak bantu?" tawar Gendra yang berjalan di belakang anak kecil itu, ia menoleh ke arah Gendra dengan sorot mata penuh ketakutan. "Jangan takut, kakak mau nolongin boleh?"

"Terimakasih kakak," ucap anak perempuan dengan rambut di kepang dua.

Gendra berjongkok, dan mengusap lembut rambut anak perempuan itu, "Nama kamu siapa?"

"Cia, Cia, Cia," anak perempuan itu mengulangi namanya hingga tiga kali, tentu membuat Gendra terkekeh kecil karena terlalu lucu.

"Cia ngapain di sini?"

"Jualan bunga, sama kakak Vira."

"Vira?" sontak Gendra mengernyit heran, rasanya nama itu tak asing lagi. Lagi pula, nama Vira tercantum menjadi anggota anak kost Clion.

Cia mengangguk berkali-kali, membuat rambutnya ikut naik turun, "Kakak Vira baik, dia ga marah-marah sama Cia. Kalau Cia lagi lapar, pasti kak Vira beliin Cia gulali." jelas anak itu sesekali tertawa.

"Baik banget ya kakaknya?"

"Baik banget, Cia sayang sama dia."

Gendra duduk bersila di trotoar yang jarang di lewati orang banyak, sementara Cia berusaha untuk mengangkat keranjang bunga itu yang lebih berat. Bukannya membantu, ia tertawa geli.

"Kakak, bantuin Cia dong," pinta Cia dengan bibir mengerucut. "Emang Cia mau kemana? Di sini aja dulu, kakak mau beli bunganya."

Berloncat-loncat kegirangan, tawanya lepas tanpa tipu-tipu. Mungkin ada rasa syukur yang melekat di relung hati kecilnya, bahkan binarnya bergelimang air mata.

JHEANDRA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang