"Jangan egois terhadap takdir, siapa tahu nanti diberikan hadiah terbaik"
-Kutipan 0403
Eps 6
H
A
P
P
Y
Reading__________________________________
"Sya, tenang ya. Gue lagi berjuang buat nyembuhin lo," tutur Jhea dengan belain lembut yang mendarat di wajah Eysa sedang terlelap.
Dirinya sudah lelah, ia ingin istirahat sejenak dari kebisingan jagat raya. Saat mata perempuan itu terpejam, mengalir setetes air mata dari sudut netranya. Jika di bunga tidur ia bahagia, mungkin akan memilih untuk tertidur selamanya.
Di ambang-ambang pintu, terlihat Bastian menyilangkan tangan sembari menundukkan wajahnya. Beribu macam pertanyaan hadir di pikirannya, apa yang terjadi pada Eysa? Mengapa Gendra diam saja? Mengapa tidak ada yang menjelaskan kepadanya apa yang terjadi?
"Gue ga paham Jhe," sepenggal kalimat yang keluar dari mulut Bastian. "Tiba-tiba gue lihat Eysa kayak begini."
Jhea menghadapkan tubuhnya ke arah Bastian, "Nanti lo tau sendiri, Bas. Kalau dia udah siap buat cerita ke kalian semua."
"Apa gue terlalu susah buat di percaya sama orang lain?" tanya Bastian.
Tak ada jawaban dari Jheanara, perempuan itu hanya beranjak dari sana pergi meninggalkan Bastian. Tak mungkin ia bercerita pada Bastian sementara Eysa meminta Jhea untuk merahasiakan perihal hal ini dari semua orang.
Bastian memperhatikan Jhea yang perlahan mulai menghilang dari pandangannya, "Sesusah itu ya, buat kalian bisa terbuka sama sosok Bastian ini..."
***
Sementara di sisi lain, Gendra diam-diam mendatangi SMA Maleboro untuk meminta pertanggung jawaban atas kejadian ini. Bagaimana bisa pihak sekolah hanya tutup telinga saat siswanya tertindas, ini semua ketidakadilan dalam dunia pendidikan.
Emosinya tersulut, dengan langkah lebar menyelusuri setiap lorong sekolah yang ia ingat. Mencari ruangan guru bimbingan konseling yang terletak di lantai bawah paling ujung.
Sekeras apa dulu sosok Gendra sekolah di sana, ia bahkan tak sampai membunuh mental orang lain. Kini, mengapa harus orang yang ia sayang menjadi korban kekerasan fisik dan non fisik.
"Mana guru di sini!" suaranya menggema di seluruh lorong, membuat orang-orang di sana memperhatikannya dengan aneh.
Matanya sudah tertuju pada ruangan bimbingan konseling, ia berlari ke sana sebelum satpam yang mengejarnya mengetahui keberadaan Gendra.
Ia buka paksa pintu ruangan itu, dan sorot netranya langsung tertuju pada guru-guru yang sedang asik berbincang dan tertawa.
Gendra berdiam diri sejenak, dadanya naik turun, cucuran keringat itu membuat kemeja yang dikenakan sedikit basah."Mohon pertanggungjawabannya," pinta Gendra dengan halus.
Seorang guru berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Gendra, "Kamu siapa, tidak sopan sekali."
"Mohon perlindungannya, mohon..."
"Saya bertanya kamu siapa? Kamu bukan siswa di sekolah ini kan?" tanya seorang guru dengan kacamata yang terlekat. "Ayo jawab, sebelum saya panggil satpam."
KAMU SEDANG MEMBACA
JHEANDRA [On Going]
General FictionTiap manusia, punya warna yang berbeda-beda yang ditorehkan untuk mewarnai dunia fana. Buruk atau Indahnya suatu lukisan tergantung seorang pelukis. Entah warna apa yang akan ia padukan, tetap akan menarik di binar yang tepat. Tak salah bukan, membu...