"Harus tetap hidup demi hal kecil, gue juga mau liat kalian berdua lulus perguruan tinggi."
-Gendra Sankara
Eps 5
H
A
P
P
Y
Reading_____________________________________
"Gue duluan ya," pamitnya pada teman-teman seperkuliahan.
Setelah jam kuliahnya usai, kini Gendra harus segera kembali ke toko Koko Beibei. Bayangkan seberapa lelah raganya untuk mengais selembar uang yang bernilai.
Gendra memiliki dua alasan untuk bekerja, yang pertama untuk menghidupi dirinya tanpa memakan uang haram dari orangtuanya, dan yang kedua hanyalah dia dan Tuhan yang tahu.Kehidupan dunia fana itu keras, bahkan tak kenal siapa yang lemah dan kuat. Semua tertindas oleh realita nan terus berputar, kecuali si penguasa yang hanya dengan membalikkan telapak tangan bisa menyembunyikan rahasia tak diketahui publik.
Mengenakan topi pengaman, lalu mengengkol motor Supra hadiah Mama Gendra sebelum beliau terbang selamanya di awan lepas.
Banyak kisah antara Gendra dan Mama, ikatan antara anak dan ibu itu tak akan pernah habis, walaupun sudah berbeda dimensi. Usai? Mungkin hukum alam akan mematahkan kata-kata itu.
Kata Mama, "Gendra kalau suatu saat sudah punya kekasih hati, dijaga ya, jangan sampai perlakuan kamu sama kayak Papa. Jangan lupa, nanti kenalkan sama Mama ya." Kata beliau 2 hari sebelum pergi.
Ingatan itu masih membekas di relung Gendra. Jika Mama masih hidup, mungkin setiap harinya Gendra akan bercerita tentang seseorang yang membuatnya menjadi budak cinta.Angin sore yang menghantam tubuhnya, ditambah dengan kecepatan motor lumayan tinggi. Senja belum menyapa, tetapi rasa ingin menatap langit jingga itu menggebu-gebu. Kebiasaan buruk Gendra, memacu motornya dengan pandangan lebih banyak ke langit daripada ke jalanan, tetapi tak sesering itu juga.
"Jhea lagi ngapain ya?" tanya Gendra dengan mulut tak berucap. "Semoga dia bisa cepat-cepat wisuda deh, biar bisa barengan."
Melintasi perempatan jalan, melewati banyak bangunan yang berbagai macam bentuk, ada yang menjulang tinggi dan ada yang biasa-biasa saja. Tak lupa melewati SMA Maleboro, tempat tamatan ia bersekolah dulu dan kini Eysa dan Moel lah yang menempuh jenjang pendidikan di sana.
Pedagang kaki lima yang berjejer di sepanjang gerbang sekolah, angkutan umum yang telah terparkir rapi, serta banyak anak sekolah yang berkeliaran entah kemana.
Gendra terus melajukan motornya, walaupun sedikit kesal dengan kemacetan yang ada. Tiap sudut demi sudut sekolah, mempunyai banyak kenangan Suka dan Duka."Di sini gue sama Jhea pernah ketumpahan bakso, dan di sana gue pernah cabut sama teman-teman kelas gue," melirik dari ekor mata.
Hingga melewati batas akhir dari tembok sekolah, tampak jalanan itu sedikit sepi. Memang jarang kendaraan yang lewat di sana, dari mulut ke mulut mengatakan bahwa banyak penghuni di sana. Jika di telusuri, di kiri dan kanan sisi jalanan di tanami pohon begitu besar, yang suasana menjadi lebih dingin dan mencekam.
Dari sorot netra Gendra, terlihat dua orang berjalan pincang. Terlihat hanya belakang punggung dan tas sekolah yang di sandang, sepertinya Gendra mengenali itu. Gendra melihat lebih teliti dan menerka itu adalah Eysa dan Moel.
KAMU SEDANG MEMBACA
JHEANDRA [On Going]
General FictionTiap manusia, punya warna yang berbeda-beda yang ditorehkan untuk mewarnai dunia fana. Buruk atau Indahnya suatu lukisan tergantung seorang pelukis. Entah warna apa yang akan ia padukan, tetap akan menarik di binar yang tepat. Tak salah bukan, membu...