"Dialog senja berlatar Jembatan Pasopati"
-Gendra Sankara & Jheanara
Eps 11H
A
P
P
Y
R E A D I N G____________________________________
"Gen, sinar kehidupan lo mulai redup ya?" tanya sosok Jhea yang kini tengah berdiri di samping Gendra.
"Hampir, tapi ada seseorang yang bisa buat gue bertahan," Gendra tak menatap netra Jhea, hanya menatap lurus ke tempat peristirahatan terakhir setiap manusia.
"Siapa?"
"Nanti lo tau sendiri, Jhea."
Perempuan itu mengangguk, sepertinya suasana tak berpihak padanya untuk bertanya lebih dalam kepada lelaki di sampingnya.
Jhea tahu pasti bahwa luka terbesar Gendra adalah kepergian sang Ibunda.
Siapa yang mau mengenang memori kelam dalam kurun waktu yang lama? Siapa yang masih ingin terlarut dalam keterpurukan? Siapa yang masih ingin memeluk luka lebih dalam? Tentunya setiap manusia ingin bahagia di kehidupan sementara ini.
Banyak orang yang berfikiran, bahwa jika dirinya bahagia pasti ada seseorang yang tak menyukainya. Mengapa masih saja memikirkan pendapat orang lain? Sedangkan mereka tak memikirkan kita.
Terlintas di benak Gendra, harus berapa lama lagi ia akan tetap di sini? Sementara orang yang ia sayangi tetap menunggu di sampingnya. Pemakaman bukanlah tempat yang indah untuk di pandang, itu adalah tempat kedukaan.
Gendra menggenggam erat jari jemari perempuan di sampingnya, kemudian menatap ke arah Jhea yang tatapannya lurus ke depan. Angin yang kala itu menerpa mereka, membuat beberapa helai rambut Jhea berterbangan dan menutupi wajahnya sejenak.
Lelaki itu tersenyum, kehadiran sosok Jhea mampu membuatnya sedikit lebih berbahagia. Terlebih lagi sikap Jhea sangat mirip dengan ibunya, sama-sama memiliki hati yang lembut.
Tangan Gendra menyingkirkan beberapa helaian rambut perempuan itu, lalu menyelipkan di belakang daun telinga Jhea.
"Jhea," panggil Gendra dengan suara sedikit berat. Spontan, perempuan itu langsung menoleh dan mendapatkan netra Gendra yang tengah menatapnya tulus.
"Mau jalan-jalan sore?" tanya Gendra.
Jhea mendekatkan wajahnya dengan berjinjit, "Boleh yuk."
Laki-laki itu menarik genggamannya dan membawa perempuan itu berlari menuju kendaraan beroda dua. Sudah lama rasanya mereka berdua tidak pergi menikmati kepergian sang mentari yang digantikan olah rembulan.
Gendra mulai mengengkol motor Supra itu, dan memberikan sebuah helm untuk Jhea.
"Udah?" Gendra menoleh dan menatap lawan bicaranya. Tampak Jhea kesusahan memasang chin strap dengan wajah menggemaskan.
Lelaki itu terkekeh, lalu membantu sosok Jhea untuk menyatukan chin strap itu.
Netra Jhea tak lepas dari kedua mata Gendra, paras lelaki itu mampu membuatnya kehilangan konsentrasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JHEANDRA [On Going]
General FictionTiap manusia, punya warna yang berbeda-beda yang ditorehkan untuk mewarnai dunia fana. Buruk atau Indahnya suatu lukisan tergantung seorang pelukis. Entah warna apa yang akan ia padukan, tetap akan menarik di binar yang tepat. Tak salah bukan, membu...