"Gue selalu ada buat lo, forever"
-Gendra Sankara
Eps 3
H
A
P
P
Y
R E A D I N G
_________________________________
Waktu telah menunjukkan pukul 01.40, semuanya telah bergelut dengan mimpinya masing-masing, sementara gadis ini masih tetap berada di meja belajarnya memandang laptop yang menyala.
Keningnya ditempeli dua buah koyo, rambutnya dikuncir satu, pena hitam yang ia gigit di sudut bibir. Berkali-kali ia menulis lalu dihapus kembali, sudah sangat lelah memikirkan skripsi untuk dijadikan proposal.
"Argh, capek gue," keluh Jhea memejamkan matanya.
Waktu terus berjalan, pikirannya buntu untuk dituangkan dalam tulisan. Kapan ini semua berakhir, belum lagi sidang, revisi, yudisium, benar-benar merepotkan.
Matanya sudah lelah menahan kantuk, punggungnya rasa ingin patah setelah duduk berjam-jam, hingga ia memutuskan keluar kamar menuju dapur untuk membuat secangkir kopi. Sudah beberapa hari ini Jhea terus menerus meminum kopi. Kantung matanya sudah terlihat jelas terpapar di paras cantiknya itu.
Ini semua gara-gara Gendra, laki-laki itu sangat hobi menyimpan puluhan bungkusan kopi di lemari dapur, tapi ia mempersilakan semua penghuni kost untuk mengambil kopi itu kapan mereka mau.
Di dapur sangat gelap, bahkan bulu kuduk Jhea berdiri, sedikit rasa takut menemaninya. Entah kenapa, ia tiba-tiba teringat dengan perkataan Amar yang membuat dirinya semakin merinding.
Kata Amar, "Kalian semua jangan pernah begadang di atas pukul 12 malam, soalnya para makhluk tak kasat mata itu mulai berkeliaran." Percayalah, kini Jhea rasanya ingin membangun Eysa dan Davira untuk menemaninya.
Dengan segala keberanian yang tersisa, ia berusaha untuk mengacuhkan apa yang akan mengganggunya. Sebenarnya ketakutan pada diri seseorang itu karena pikirannya sendiri, memikirkan hal konyol yang akan membuatnya semakin takut dan takut.
Matanya tak bisa tenang, terus melirik ke segala arah. Bagaimana tiba-tiba jika sosok itu muncul di depannya? Di belakang? Atau di sampingnya? Sial, pertanyaan itu menggugah hatinya.
Suara langkah kaki dari tangga terdengar nyaring, Jhea mempercepat kegiatannya membuat kopi. Menunggu air panas terisi dalam cangkirnya, netranya menatap ke arah tangga yang gelap tanpa penerangan. Jantungnya berpacu kencang, tangannya dingin, bibirnya sedikit pucat.
"Siapa?" tanyanya dengan suara bergetar. Namun tak ada yang menjawab, suara langkah kaki itu semakin terasa dekat dari dirinya.
Tak sadar air panas itu tumpah dari kapasitas cangkir berisi kopi itu, jemari Jhea sedikit terkena air panas yang membuatnya berteriak kecil. "Aduh, panas!"
Sebentar, ia merasakan seseorang sedang berdiri di belakangnya, hawa itu kuat sekali, tak sanggup menoleh ke belakang yang entah apa ada di sana.
Setiap kehadiran seseorang di sekitar kita mungkin akan merasakan hawa keberadaannya, namun kali ini terasa sangat dekat.
Tangan yang kekar terletak di atas meja mengapit badan Jhea agar tidak bisa keluar, entah kepala siapa ini yang bersandar di bahunya. Badan perempuan itu bergemetar, tak mau ia melihat dan memutuskan memejamkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
JHEANDRA [On Going]
General FictionTiap manusia, punya warna yang berbeda-beda yang ditorehkan untuk mewarnai dunia fana. Buruk atau Indahnya suatu lukisan tergantung seorang pelukis. Entah warna apa yang akan ia padukan, tetap akan menarik di binar yang tepat. Tak salah bukan, membu...