03 - First sight

112 37 6
                                    

BUNYI tamparan begitu nyaring dan menggema memenuhi ruangan seperti markas. Markas tersebut diisi oleh enam pria. Lima pria yang merupakan anak buah berdiri menghadap kepada seorang pria tua yang begitu disegani, atasan mereka. Kelima anak buah tersebut sering dikumpulkan ketika ada tugas, entah untuk menghilangkan nyawa musuh-musuh sang atasan ataupun untuk menyelidiki target.

Pria tua itu menarik kerah salah satu lelaki muda yang berjajar di depannya. "Jangan mentang-mentang kau dibawa ke sini secara spesial, jadi kau boleh bersikap semaunya terhadap tugasmu!"

"Kau memiliki tugas yang paling mudah dibanding mereka berempat. Tapi apa hasilnya? Kau sama sekali tidak becus dalam hal itu, Richard!" bentaknya sambil menunjuk empat pria lain yang menundukkan kepala karena ketakutan.

Emosi pria tua itu semakin naik kala Richard di depannya hanya menatap dengan datar dan dingin.

Melihat ekspresi Richard yang seperti menantang dirinya, suara tawa menyeramkan menggema di ruangan tersebut. Pria tua itu tertawa keras lalu kemudian mengelap kedua sisi matanya yang berair.

PLAK!

Satu tamparan lagi berhasil lolos. Richard yang tadinya menampilkan ekspresi datar kini memperlihatkan wajah kesal sekaligus kesakitan. Pipinya terasa nyeri bahkan sedikit lecet. Dalam hati, dia menyumpah serapahi manusia di depannya itu. 'Dasar tua bangka! Kenapa tidak kau saja yang membunuh gadis itu?!' batinnya.

Pria tua itu menarik napas panjang lalu mengembuskannya. "Apa kau banci?" Sudut bibirnya terangkat. "Membunuh satu gadis lemah dan bodoh saja kau tak becus!" timpalnya dengan sinis.

Richard yang merasa tak terima pun membela dirinya. "Maaf, tapi aku hanya menjalankan tugas dari atasanku yang sebenarnya," sanggah Richard. Tatapan lelaki itu kian menajam. "Aku harus memainkan mental gadis itu terlebih dahulu. Masalah membunuh, itu akan direncanakan olehnya lebih lanjut." Sorot matanya menunjukkan bahwa lelaki ini sedang frustrasi.

"Cih, omong kosong!" Sambil mengesap cerutu yang baru ia bakar, pria tua itu berjalan menuju sofa dan mendaratkan bokongnya di sana. "Kau harusnya sadar dengan segala hal yang sudah diberikan. Kau pikir itu semua gratis?"

Richard menggelengkan kepalanya.

Pria tua itu menatap Richard tepat pada iris mata birunya. "Kau harus membayarnya dengan membunuh gadis itu."

***

Cheltenham Bournside School

Suara langkah kaki menggema kencang di lorong sekolah ini. Sol sepatu dan lantai bergesekan cepat, menghasilkan suara yang berasal dari hentakan lantai dan dinding yang memantulkan raungan sang pembuat.

Ana berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang kelasnya. Ini buruk, karena gadis itu terlambat. Saat sudah sampai di depan pintu kelas, semua murid telah mengucapkan salam hormat pada guru.

"Ana? Kenapa bisa masuk ke dalam area sekolah padahal sudah terlambat?"

Ana sontak menjadi pusat perhatian di kelas ini. Gadis itu bisa masuk karena memanjat gerbang belakang sekolah. Dan, keberuntungan berada di pihaknya saat itu karena petugas keamanan yang biasanya berjaga di belakang sekolah sedang tidak ada.

'Tapi malah ketahuan kalau terlambat. Sia-sia saja,' batinnya.

"Ms. Faine? Pertanyaanku belum kau jawab," ujar Mrs. Lucy dengan tatapan mengintimidasi.

Ana merasa tenggorokannya tercekat. Ia menelan saliva dengan susah payah.

"Ermm,... petugas keamanan tadi lupa menutup gerbang, jadi kupikir aku masih ada kesempatan mengikuti kelas hari ini," jawab Ana sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.

INEFFABLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang