01 - Burden

129 52 7
                                    

Tahun 2015 - Desa Bibury, Inggris.

SIANG ini, semilir angin berembus santai menggantikan sang mentari untuk memenuhi setiap sisi dan sudut di desa ini. Puluhan burung-burung juga turut menambah kekosongan langit biru di desa ini. Pohon-pohon serta tanaman yang adapun juga turut melambai-lambaikan batangnya, seolah sedang menari menikmati indahnya pemberian Tuhan yang luar biasa.

Meskipun desa ini jauh dari kota dan kehidupan warga di desa ini jauh dari kata modern. Namun, para warga tak memusingkan hal itu.

Disetiap pekan sekali desa ini mengadakan konser jalanan yang dipimpin oleh para lelaki tua yang berusia sekitar 50 tahun ke atas. Memainkan lagu-lagu khas era80-an dengan menggunakan alat musik seperti; harmonika, flute, biola, gendang, dll.

Desa ini kebanyakan dihuni oleh para lansia atau keluarga yang sekadar ingin liburan atau menyegarkan kembali pikiran. Menyewa sebuah rumah yang sudah tak terpakai atau sekadar disewakan oleh pemiliknya.

Rumah-rumah yang mengelilingi Bibury ini bergaya eropa klasik, yang sebagian besar terbuat dari bangunan kayu dan batu alam. Sangat estetik dan menenangkan. Apalagi terdapat sungai Coln yang terletak di tepi desa.

"Ana, hari ini kau mau ikut kakak ke taman tidak?" tanya Loi sembari memasukkan perlengkapan piknik ke dalam keranjang rotan berwarna krem muda.

Ana dan keluarganya saat ini sedang berada di kampung halaman, tempat tinggal neneknya untuk liburan.

Karena tidak ingin adiknya terlarut dalam kegalauan putus cinta, maka sang  kakak—Elois Benessa—berniat mengajak Ana piknik sekalian menyegarkan pikiran agar adiknya tidak stres terus-terusan. Walaupun selama liburan di kampung halaman Ana malah merasa tertekan, karena terus teringat kisah cintanya bersama Richard.

Ana mengetuk-ngetukkan telunjuk serius ke dagu sambil menjawab sang kakak. "Tidak ah, aku malas."

"Jika aku ikut ke taman, kau harus mentraktir aku," sambungnya dengan senyum menyeringai yang sama sekali tak menyeramkan itu ditujukan pada sang kakak.

"Pfft! Aku sudah menyiapkan semua perlengkapannya. Kau mau ditraktir apa lagi bocah," jawab Loi.

"Ya apa saja, es krim mochi mungkin? Terserah ... yang penting aku ditraktir."

"Dasar anak ini ... makanya pintar lah lalu ikut lomba, 'kan nanti bisa dapat uang. Kalau sudah dapat uang nanti kau bisa beli apa yang kau mau tanpa minta ditraktir olehku lagi. Jangan malah urus hal-hal yang tidak penting seperti pacaranmu itu," sindir Loi.

Loi memejam frustrasi terhadap adiknya yang satu ini. Sungguh manja dan tak bisa diharapkan. Dasar beban.

Ana mendengkus sebal. Terlihat sekali bahwa dia tak terima perkataan kakaknya.

Apa?! Dia pikir aku ini cicit Einstein kali yang punya iq tinggi. Jangkankan ikut lomba, bakatku saja aku tidak tahu. Ya Tuhan, sebenarnya aku ini dikaruniakan bakat apa? Aku sangat frustrasi. Bosan hidup jadi beban. Batin Ana.

Ana memanyunkan bibirnya dengan wajah yang kesal lalu naik ke atas kamar. Gadis itu menghentak-hentakkan kakinya di tangga pertanda dia sedang kesal dan tak bersemangat.

"Kenapa kau ke atas? Apa kau tak mau ikut aku?"

"Aku mau ganti baju dulu sekalian berdandan. Siapa tahu nanti bertemu pangeran muda tampan yang jatuh dari atas langit." Ana sedikit berteriak dari atas.

Entah apa yang dipikirkan Ana saat ini, tapi tadi malam ia sempat membaca salah satu cerita di komik online yang alurnya sungguh sangat diidam-idamkan oleh Ana.

Bagaimana tidak, bayangkan saja kau tiba-tiba bertemu dan terlibat kisah cinta yang rumit dengan pangeran yang tersesat. Pangeran dari dunia antah berantah itu kemudian mengajakmu hidup bersama di tempatnya berasal. Kedengarannya memang menggelikan dan sedikit tidak masuk akal, tapi begitulah cerita yang Ana baca. Pangeran tersebut akan memberikan segalanya untukmu. Bak putri raja benar-benar dimanjakan. Hidup bahagia dalam istana, punya anak unyu-unyu, sungguh nikmat sekali hidup ini jika Ana menjadi wanita itu.

Loi yang mendengar penuturan Ana tadi lantas mengkerutkan wajahnya.

"Ya ampun...," Loi berdecak. "Richard benar-benar sudah membuat adikku gila," gumam Loi sambil menggelengkan kepalanya.


Bersambung

INEFFABLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang