SETELAH peristiwa tak terduga yang kemarin menimpa Ana untuk kedua kali, malamnya orang tua Ana segera pulang ke Gloucester dengan tujuan utama yaitu melihat kondisi putri bungsunya.
Kemarin setelah kejadian tersebut menimpa Ana, Loi langsung menghubungi orang tua mereka dan menceritakan semua hal tentang teror yang selama ini dialami Ana. Mulai dari teror di desa Bibury, hingga saat berada di sekolah.
Itupun Loi harus membicarakan hal ini secara serius dengan Ana, ditemani dengan adanya perdebatan yang bersitegang. Alasannya, karena Ana yang masih memegang erat prinsip untuk menyimpan masalahnya sendiri. Gadis itu tidak ingin masalahnya menjadi besar karena semakin banyak orang yang mengetahuinya.
Tapi pada akhirnya orang tua mereka tahu karena Loi sudah tidak tahan lagi melihat kejanggalan dalam hidup adiknya itu.
Sekarang ini, orang tua mereka sedang berada di depo farmasi. Menunggu nama Ana dipanggil dan diberikan resep beserta obat, seperti obat antidepresan untuk membantu Ana mengendalikan atau meredakan gangguan stres pascatrauma serta gangguan kecemasan umum.
Selama menunggu, kedua pasangan paruh baya tersebut sejak tadi merasa gelisah. Terlihat dari kedua raut wajah, pasangan suami istri ini sangat risau dan takut akan kejadian teror yang melibatkan salah satu anak mereka. Sedangkan Ana dan Loi sedang berada di kantin rumah sakit. Mereka sedang menikmati makan siang bersama sambil menonton berita di TV gantung yang ada di kantin rumah sakit.
Fokus Loi teralihkan pada ponsel Ana yang menunjukkan adanya panggilan masuk. Ia pun menyikut lengan adiknya yang rupanya sejak tadi hanya melamun dengan pandangan lurus ke layar TV sambil menyuap makanan. "Hei, Ana. Para sahabatmu melakukan panggilan grup. Mungkin ingin menanyakan kabar."
Ana segera berbalik menghadap ke arah Loi yang berada di sisi kirinya lalu mengarahkan pandangan malas ke arah ponselnya. Menggeser layar ke samping lalu menempelkan benda tipis itu ke telinganya.
"Halo...?"
"Ana sayang, kau baik-baik saja, 'kan? Ah tentu saja kau tidak baik. Kenapa kau tak bilang jika ada yang menerormu hah!?" sambar Grafel saat Ana sudah terhubung.
Ana mendelik tajam pada sang kakak yang malah makan dengan tenang. Bagaimana bisa para sahabatnya tahu soal kejadian ini kalau yang tidak lain dan tidak bukan pelakunya adalah Loi si ember.
Loi yang paham akan ekspresi Ana hanya mengacungkan dua jarinya membentuk tanda peace, dengan ekspresi datar. "Yap benar, aku pelakunya. Mereka juga harus tahu agar kau tak terbebani sendirian."
"Bukankah aku kakak yang baik?" lanjut Loi lagi, mulutnya melengkung membentuk sebuah senyuman.
Ana mengerutkan bibirnya dan kembali fokus pada panggilan.
"Sialan! Bagaimana bisa?! Kau tidak habis menyakiti hati seseorang 'kan, Ana?" timpal Soni dengan nada gelisah.
"Tidak, aku tidak mungkin melakukan hal itu. Seingatku hanya Matthew satu-satunya orang yang sering kuajak bercanda selain kalian," ujar Ana, "tapi sekarang aku baik-baik saja kok, tidak ada luka yang serius," imbuhnya.
"Cih, pelakunya benar-benar sudah keterlaluan," ucap Soni.
"Tidak mungkin pelakunya adalah Matthew. Walaupun dia terlihat sangar, tapi anak itu baik dan humoris," ucap Alinskie yang merupakan teman kelas Matthew.
"Ini masalah yang serius. Jujur, aku sempat sedih karena kau tak mengatakan apa-apa pada kami. Untung saja Kak Elois memberi tahu kami alasan kau tidak masuk sekolah. Lain kali jika kau merasakan atmosfer buruk, jangan anggap biasa. Segera beritahu kami!" Grafel bertitah.

KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE
Misterio / SuspensoSetelah mengalami teror yang tiba-tiba, Ana menemukan dirinya dihantui tepat satu tahun setelah Richard secara sepihak putus dengannya dan pindah ke Texas. Di tengah kekacauan, kehidupan Ana berubah secara tak terduga saat dia bertemu Martin, seoran...