Berlari tanpa henti terbawa semangat, hingga malam berlalu dan pagi menghampiri, kemudian kamu kelelahan sendiri hingga kamu berhenti di pinggir sungai, meminum segarnya, dan mengistirahatkan kakimu. Siulan burung membuaimu hingga kamu terkantuk-kantuk terduduk.
Sampai kemudian suara ranting bergemeretak membuatmu membuka mata, kau menatap ke sekeliling. Sepertinya tadi aku mendengar suara langkah, pikirmu. Kamu memutuskan untuk beristirahat sebentar lagi, kembali memejamkan mata. Suara burung tadi berhenti, pikirmu.
Kraak.. Kamu mendengar suara itu lagi, Aku tidak sendirian rupanya, Pikirmu.
Kamu bergegas bangun, dan melihat bayang-bayang di balik pohon di samping kirimu, kamu segera memacu langkahmu dan menangkap sosok yang berusaha melarikan diri.
"Lepaskan aku, lepaskaaaaaan..." Dia meronta-ronta dengan kuat. Seorang bocah laki-laki tanpa alas kaki, hanya memakai kaus kaki kumal.
"Kau siapa? Kenapa kau mengendap-endap seperti itu?" Tanyamu.
"Lepaskan aku..." Dia tetap berusaha membebaskan dirinya, tapi peganganmu lebih kuat.
"Tidak sebelum kau katakan siapa kamu? Bagaimana kau bisa disini sendirian, hai bocah, dan kenapa kau mengendap-endap seperti tadi...?"
Dia kemudian berhenti meronta, namun masih membisu.
"Baiklah... Aku tidak peduli denganmu, karena urusanku sendiri jauh lebih penting." Kamu melepaskannya tapi ternyata dia tidak melarikan diri.
Kamu kemudian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Dia malah mengikutimu.
"Kenapa malah mengikutiku, tingkahmu sangat menyebalkan." Kamu terganggu dengan sikapnya.
"Kukira kau orang suruhan yang akan menangkapku, dan membawaku pulang." Akhirnya dia membuka suara.
"Heeeiii... Kukira kau bisu." Kamu merasa geli.
"Bolehkah aku ikut denganmu?" Tanyanya.
"Tidak. Pulanglah... Aku tidak tahu masalahmu apa hingga kamu kabur dari rumah, dan aku tak tertarik mengetahuinya. Jangan campuri urusanku, aku tidak mau perjalananku terganggu." Kamu mempercepat jalanmu, dia tetap mengikuti meskipun terseok-seok.
"Tolonglah... Aku tidak mau kembali ke rumah itu."
"Apa masalahmu sebenarnya, kau mengendap-endap, berlari, kemudian malah mencampuri urusan orang lain." Kamu sekarang merasa jengkel.
"Aku janji tidak akan mengganggumu, aku hanya akan membisu, itu cukup kan?" Dia memohon.
Kamu menghentikan langkahmu, membalikkan badanmu, dan menatap matanya.
"Kehadiranmu saja sudah menggangguku. Tapi bila kau mau menceritakan tentang dirimu, aku akan mempertimbangkannya."
Dia terdiam, menggigit-gigit kukunya. Kamu melihat dia tampak bingung dan juga takut.
"Kau sendiri siapa? Aku tidak bisa memberitahu tentang diriku pada orang sembarangan." tanyanya tiba-tiba.
Pintar, pikirmu. Tapi belum cukup pintar untuk mengelabuiku.
"Bagus, aku tak perlu memberitahu siapa aku, dan kau tak perlu mengikuti. Kamu membuat simpel segalanya." Kamu merasa menang, kamu bangkit dan mulai berjalan lagi.
Sekarang dia terlihat benar-benar putus asa. "Aku benci orang tuaku, mereka tidak menyayangiku lagi. Ibuku hamil, dan mereka semua sekarang menyisihkanku dan lebih memperhatikan calon bayi." Katanya akhirnya.
Kamu tak bisa menahan tawamu sekarang. "Jadi kamu kabur dari rumah hanya karena cemburu pada calon adikmu? Tidakkah seharusnya kau senang kau akan dapat teman?"
YOU ARE READING
CAKA (Menemukan Sang "Jika")
FantastikSemua pasti pernah berandai-andai, berkata, "jika saja aku begini", "jika saja aku begitu". Bagaimana bila kemudian ada Sang "Jika" yang bisa mengabulkan 'jika' 'jika' yang diteriakan ke langit? Sebuah jika yang muncu...