22. Teror

105 6 1
                                    

*****
Kini Nareca berjalan menuju Rooftop untuk menemui Atha. Sengaja ia pergi ke kamar mandi terlebih dahulu hanya untuk mengulur waktu.

Terlihat disana Atha sedang menyesap minuman kaleng nya, dan Nareca beralih duduk dipembatas atap sekolah.

"Lo kemarin malem pulang jam berapa ta?"

Atha tampak terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan Nareca. Tampaknya Nareca biasa saja setelah tragedi semalam.

"Jam dua belas lebih" Atha menjawab jujur meskipun dengan ragu.

"Lah bukannya acaranya cuma sampe jam sebelas. Lo ngapain aja bro? Ah iya sorry gue lupa lo kan abis rayain ultah lo sama calon tunangan. Anyway happy birthday. Semoga hubungan lo sama kak sas–"

"Diem bisa ngga? Izinin gue buat jelasin semuanya ca" sarkas Atha. Sebenarnya ia tidak tega melihat mata Nareca yang mulai berkaca-kaca.

Ada niatan untuk memeluknya tapi besar kemungkinan Nareca akan menghindar.

"Jelasin apalagi? Semua udah jelas-jelas hubungan gue sama lo ga ada artinya ta. Jadi buat apa masih dijalani kan? Semua ini cuma bikin gue sakit hati, gue nyesel nerima lo jadi pacar gue. Kenapa ngga dari dulu gue berhenti ngejar-ngejar lo. Gue cape karna disini cuma gue yang berjuang sendirian"

Tidak ada cara lain Atha memeluk Nareca yang menangis. Ia tau disini ia salah tapi ia hanya akan meluruskan kesalahpahaman yang terjadi.

"Look me please babe!" ucap Atha menangkup pipi Nareca dengan kedua tangannya. Ia menghapus sisa air mata nya kemudian mengecup keduanya.

"Sasya temen satu kompleks gue pas masih sekolah pertama. Dia punya riwayat jantung dan selama ini dia menjalani perobatannya di luar negeri. Gue anggep semua hari yang gue lalui sama sasya ga ada hubungan apa-apa hanya sebatas temen. Tapi lain hal nya dengan sasya yang nganggep gue sebagian dari hidupnya. Mau ga mau ya gue nerima itu, gue cuma takut jantung nya bereaksi pas gue bilang kalo gue sama sekali ngga cinta sama dia"

"Hanya itu ca. Please i hope you understand" ucap Atha menatap Nareca yang hanya diam membisu.

"So,  What should I do now?" Ucap Nareca dengan intonasi yang rendah.

"Lo cukup jalani hari biasa kaya kemarin. Dan gue harap lo paham saat ada atau ga ada nya sasya di samping gue dan sikap lo harus gimana" ucap Atha.

Nareca menatap Atharazka tak percaya. Sungguh apa dia masih punya hati?

"Mudah banget ya lo ngomong gitu ta? Gue pacar lo saat sasya ga ada tapi kebalikannya saat sasya ada disamping lo and gue harus bersikap seolah-olah gue ini bukan pacar lo? Ga habis pikir gue sama lo ta. Lo egois" tunjuk Nareca kepada Atha kemudian berjalan meninggalkan Rooftop.

Nareca berjalan menuruni tangga Rooftop dengan sedikit tergesa. Bukan tanpa sebab ia meninggalkan masalah itu tapi justru ia hanya melihat seseorang berbaju hitam melempar segulung kertas kearah taman sekolah yang keadaan nya cukup sepi.

Kemudian Nareca mencari gulungan kertas tersebut dan membukanya.
Lagi-lagi teror mendatanginya. Kali ini sebuah kertas sobekan yang kotor dengan tinta merah yang terlihat seperti darah. Didalam nya terdapat tulisan teror yang cukup membuat Nareca terkejut.

'Pembunuh Regan harus mati saat ini juga'

Tangan Nareca bergetar tak karuan. Ia menatap ke sekeliling nya yang tampak sepi lalu Ia membuang kertas tersebut ke dalam tong sampah sebelum ia berlari menuju kamar mandi.

Dalam satu bilik kamar mandi Nareca menelpon seseorang "K–kat"

"Halloo Nareca? Kenapa? Hey hallo caa?"

"Ka–kamar mandi"

Setelah mengatakan hal tersebut Nareca tidak sadarkan diri dengan keadaan hidung yang mengeluarkan banyak darah.

"Hallo? Lo baik-baik aja kan? Hallo? Nareca? Gue kesana sekarang"

*****
"Ge, lo liat Nareca?" Tanya Atha kepada Gea yang sedang duduk di kursinya.

"Mana gue tau. Lo kan pacarnya, dari tadi juga ga ada nongol nya itu anak"
Jawab Gea sibuk dengan ponselnya.

Atha bingung pasal keberadaan Nareca yang sekarang tidak tau ia dimana. Atha hanya ingin menyelesaikan masalah mereka dan kembali seperti semula dengannya.

Mungkin tadi ia salah dalam merangkai ucapan yang membuat Nareca kembali kecewa.

Tidak lama kemudian terjadi kericuhan diluar kelas. Lantas ia menengok melewati jendela dan melihat seorang siswi dibawa dengan tandu dan di masukan ke dalam ambulan.

"Heh itu siapa?"

"Gue sempet liat sekilas korban nya dikamar mandi. Tapi ngga tau siapa karna muka nya hampir ketutup sama darah"

"Kayanya punya penyakit serius deh"

"Kasian banget"

"Yang cewe itu kayaknya kakak nya deh. Keren banget anjir berasa liat agmo"

"Lo bisa-bisanya bayangin agmo saat satu sekolah ricuh sama tu orang"

"Nareca" gumam Atha yang secara jelas di dengar oleh Gio yang berada disamping jendela juga.

Kenapa insting nya tiba-tiba mengatakan bahwa itu Nareca. Tapi no no no tidak mungkin Nareca sakit parah. Tadi dia sempat berbicara dengannya dan itupun terlihat baik-baik saja.

"Ga mungkin Nareca. Dia ga punya penyakit serius, sehat wal'afiat.  Tau tau mungkin sekarang dia lagi ngantin. Gausah cemas berlebihan, lo kek gatau dia aja" ucap Gio menepuk pundak Atha. Ia meyakinkan Atha bahwa Nareca pasti baik-baik saja.

"Oy Bu Zum cuyy. Duduk duduk semuaa!!"

*****
Lain hal nya dengan Nareca yang kini sedang dalam perawatan dokter.

Caterin yang tiba-tiba ditelpon Nareca dan memberinya kode untuk ke kamar mandi langsung terkejut melihat keadaan Nareca yang berantakan. Ini bukan hal asing baginya karna ini bukan hanya satu atau dua kali Nareca meminta bantuannya.

Caterin duduk dengan cemas memikirkan kondisi Nareca. Sebenarnya dia ada niatan untuk menelpon Rayen tapi kemungkinan Rayen hari ini sedang ada jadwal kuliah.

Tak lama dokter keluar dan Caterin menghampiri nya.

"Keadaan pasien cukup baik-baik saja. Tapi dimohon agar pasien tidak terlalu berpikir atau memikirkan sesuatu terlalu keras yang menyebabkan panik berlebihan. Karna hal ini cukup berbahaya bagi kanker otak nya"

"Baik dok terimakasih" setelah mengatakan hal tersebut Caterin beralih masuk ke dalam ruang rawat Nareca.

Disana ia melihat Nareca yang sedang berbaring dengan satu tangan nya yang menutup mata nya.
Tidak ada botol infus, jarum infus maupun hal-hal lain yang terlalu berlebihan bagi seorang Nareca.

Baginya ini sudah menjadi hal biasa. Kecuali ia tertabrak dan bersimbah darah nah hal ini baru membutuhkan monitor detak jantung dan suatu hal yang bersangkutan dengan operasi.

"Gimana? Ada yang sakit?" Tanya Caterin memindahkan tangan Nareca agar tidak menutup mata nya.

"Idung doang si ka perih" ucap Nareca pelan.

"Makasih ya ka. Lo udah banyak bantu gue. Ga tau gue harus bales dengan apa kebaikan lo. Kalo ngasih jodoh mau?" Canda Nareca sedikit tertawa melihat raut wajah Caterin.

"Ngga minat. Lagian stok buaya gue masih banyak" ujar Caterin sedikit menyombongkan diri.

"Aelah buaya lo pada butek semua ka masih aja di pelihara" ledek Nareca beralih duduk dipembatas ranjang.

"Butek butek gitu juga bisa nambah penghasilan gue" ucap Caterin beralih mengupas buah yang berada di samping brangkar.

"Istighfar yuk ka istighfar. Lo harus gue rukiyah"

"Beda agama tolil" Caterin menonyor kepala Nareca pelan.

Emang ga ada akhlak orang sakit malah di aniaya.

*****

NARECA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang