7. Eureka?

20 5 4
                                    

Ibel berduduk santai di bangku halaman belakang rumahnya sambil memainkan ponsel, ia terpaksa pulang mendahului teman-temannya ketika mengetahui akan ada barang yang datang ke rumah.

Gadis itu mulai berpikir, ini pertama kalinya ada seorang laki-laki yang meminta alamat rumahnya secara terang-teragan. Ya, boleh dibilang Ibel tidak begitu tertarik dengan masalah percintaan. Melihat Keila dan mantan kekasihnya saja membuat ia malas untuk menanggapi laki-laki yang berusaha mendekatinya.

Sudah banyak laki-laki yang tidak ia kenali memberikan barang, dari barang murah sampai barang mahal pernah ia terima. Sayangnya, Ibel tidak suka laki-laki yang mengaguminya secara diam-diam. Ia tidak pernah tau siapa mereka dan para laki-laki itu pun tidak pernah menunjukkan dirinya secara langsung di hadapan Ibel.

Ibel heran, sebenarnya semua laki-laki itu mengenalnya dari mana? Rasanya mengerikan ketika ada seseorang yang tak kita kenal namun ia mengetahui alamat rumah kita.

Semua pikiran itu buyar dari kepalanya, ketika pembantu di rumahnya memberitahu ada delivery order di depan rumahnya. Segera ia pergi ke sana untuk menemui orang itu.

"Suprise!" Ucap seorang laki-laki dengan jaket ojek online yang dikenakannya. Laki-laki itu aneh, padahal Ibel tidak mengenalnya, tiba-tiba mengucap itu kejutan.

Ibel terdiam, "Siapa, ya?" Tanya gadis itu polos.

"Lo masih gak tau gue?" Laki-laki itu melepas helm yang ada di kepalanya dan terlihat wajah tampan yang nyaris sempurna itu.

Astaga, Ibel rasanya ingin pingsan saja. Garis rahang yang tegas, hidung yang mancung, rambut sedikit coklat dan tingginya yang tidak terlampau jauh dengan Ibel, tangannya yang sangat manly, definisi kalau tuhan pernah bahagia saat menciptakan hambanya!

Tidak, bukan itu semua yang membuat Ibel ingin pingsan. Laki-laki tersebut adalah orang yang ia tabrak di GOR waktu itu.

Ibel benar-benar tidak menyangka mereka bisa dipertemukan di sini. Ternyata beberapa waktu ini ia menyukai teman satu sekolahnya sendiri, orang yang bahkan tidak ia pedulikan ketenaran laki-laki tersebut. Sungguh, Ibel merasa menjadi orang paling munafik saat ini.

"Lo mau ketemu El?" Tanya Ibel sedikit ragu.

"Kenapa nyebut diri Lo sendiri pake nama? Lo yang ketemu sama gue di Gor waktu itu, kan?" Laki-laki itu berbalik tanya, sukses membuat Ibel mengangguk tanpa alasan.

"Lo udah baca surat dari gue, kan? Kok belum siap?" Lagi, Laki-laki itu bertanya.

Flashback!

"Buka, bel! Kita penasaran!" Titah Keila sambil menggoyangkan lengan Ibel.

"Iya, gue buka! Awas ah, jangan tarik-tarik!" Ibel yang cukup risih dengan rasa penasaran teman-temannya memilih untuk membuka surat itu. Walaupun sebenarnya ia ingin membuka surat itu saat nanti sampai di rumah.

"Bacain yang keras, ya, bel!" Pinta Zianna sangat antusias menunggu isi surat manis itu.

"Hai, Bel! Nice to meet you mau gue ucapin waktu pertama kali kita ketemu, tapi sayang gue terlalu kaku buat mengucapkan kata-kata manis secara langsung. How are you, sweet girl? Gue nemuin akun Instagram Lo karena gue tertarik dari semenjak hari itu. Kok bisa, kita gak pernah tau satu sama lain padahal kita udah hampir 3 semester di sekolah yang sama. Sore ini Lo siap pakai baju cantik, ya! Gue mau ngajak Lo dinner ala-ala, hihihi, see you, Bel!" Ibel menarik napas panjang setelahnya. Oh, sungguh manis.

"Aaa, pengen deh, kayak gitu juga." Ucap Tresna yang terdengar sedikit berlebihan.

"Ya ngapain, Lo mah tinggal minta aja sama Lian!" Sambar Keila cepat. Gadis itu tahu betul apa yang ada di pikiran Tresna, si gengsian.

"Gak seru, bawa-bawa Lian!"

Flashback off

"Oh iya, gue baru pulang main. Sorry, ya, Lo masuk dulu aja, gue sebentar kok mandinya!" Ucap Ibel mempersilahkan Galendra masuk.

Begitupun dengan Galendra yang segera melepas sepatunya lalu masuk ke dalam rumah.

----

Keadaan di dalam mobil itu sangat hening, Ibel dan Galendra sama-sama tidak memiliki topik. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing, dengan pertanyaan yang berputar.

"Gue," ucap mereka bersamaan. Keadaan kembali hening, momen canggung itu menetap untuk beberapa saat.

Ibel memberanikan diri untuk memulai percakapan kembali, "Gue punya kembaran." Ucap Ibel cepat.

"Gue juga, dia sekolah di Cahaya Pelita delapan." Jawab Galendra yang masih fokus dengan jalanan.

"Oh, kembaran gue sekolah di sana juga!" Seru Ibel antusias.

Mengetahui hal itu Galendra senang, itu artinya dia memiliki topik baru untuk berbicara dengan Ibel.

"Katanya sih murid yang sekolah di sana cuma murid-murid pinter, bahkan pinter sekalipun masuk kesana tetep harus pake uang."

Ibel setuju, memang ia juga mempertanyakan hal itu dari lama. Lantas untuk apa nilai rapot yang tinggi namun saat masuk tetap mengeluarkan biaya di luar pembayaran yang seharusnya. Bukankah murid bodoh pun bisa masuk ke sana asal punya uang?

"Gue asalnya mau dimasukin ke sana, tapi gue gak mau. Kembaran gue aja sampe potong rambut gara-gara rambutnya rontok, saking tertekannya belajar di sana!"

Galendra mengangguk, kembarannya juga berucap demikian. Persaingan nilai di sekolah itu cukup berat, sepertinya jika murid di sana dipindahkan ke sekolah lain mereka akan selalu mendapat peringkat pertama.

"Gue harus manggil Lo Galendra, ya?" Tanya Ibel pelan.

"Sayang aja, bel." Gurau laki-laki tersebut dengan kekehan kecil.

Semu merah mewarnai kedua pipi Ibel, ada kupu-kupu yang hinggap di perutnya sehingga mendorongnya untuk tersenyum lebar.

"Serius, soalnya di kelas gue juga ada yang namanya Galen. Jadi aneh gitu, meskipun nama temen gue cuma 'Galen' doang gak pake 'dra'."

"Sebenernya yang manggil gue Galen cuma temen-temen gue aja. Gue di rumah dipanggil Leir, jadi Lo bisa panggil Leir aja." Jelasnya.

"Leir?"

"Kata nyokap gue, sih, singkatan dari Galendra Xavier."

Keduanya saling tatap sebentar, lalu tawanya pecah begitu saja menanggapi cetusan Galendra.

"Gue panggil Lo Gal aja boleh gak?" Tanya Ibel lagi.

"Boleh, bawel banget, sih, Lo!"

----

Kiw kiww, apakah ini Eureka milik Ibel?? Terima kasih buat yang udah mampir, selalu dukung cerita ini dengan cara vote dan komen ya, bai Bai!!!

Btw, part ini gak sampai 1.000 kata sama sekali, aku mengetik ini dalam keadaan tidak mood, jadi sepertinya jika dilanjutkan akan sangat garing untuk part ini, terima kasih atas pengertiannya!

Eureka Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang