2. Keputusan Bulat

36 6 5
                                    

"Yah, cupu banget ada diurutan ke enam belas!" Agi mengejek Ibel puas dan sekarang ia malah menertawakan wajah Ibel yang menahan rasa kesal.

Mario Cart Deluxe 8, gim konsol yang dirilis oleh Nintendo Switch itu mengalihkan dunia Ibel dan Agi. Alih-alih mengkhawatirkan nasibnya di Sekolah, mereka justru malah terhanyut dalam serunya gim tersebut. Sudah dua kali Ibel kalah dan itu tidak bisa ia terima, ia berniat untuk balas dendam.

"AGHHH!" Ibel menghempas konsol sambil mengerang kesal. Di babak ketiga ini, ia tetap saja tidak bisa memenangkan pertandingan bersama Agi. Sungguh menyebalkan.

"Gue males, ah! Pasti Lo atur konsolnya biar gue kalah terus, kan? Ngaku, deh!" Gerundel Ibel sambil melayangkan tatapan membunuh pada Agi.

"Udah lah, Bel. Lo itu harus mulai mengakui kekalahan, juga mengakui kalau gue emang lebih jago dari Lo. Hahahaha!" Balas Agi.

"Ck, jadi Lo mau apa? Cepet ya, gue gak ada waktu buat nurutin permintaan Lo."

Sebelum permainan dimulai keduanya memutuskan untuk bertarung. Siapa yang kalah, ia harus menuruti semua permintaan dari yang menang. Ibel tidak mau menyetujuinya, ia tahu betul Agi sangat ahli dalam memainkan permainan yang satu ini. Dan sesuai yang ia bayangkan, untuk kesekian kalinya ia harus menuruti permintaan Agi.

"Lo harus masakin gue mie yang terenak, pake telur setengah mateng, pake jamur kancing, pake sawi, pake crab stick, pake--"

Trrtt ... Trrtt ... Trrtt ....

Ibel mengangkat ponselnya yang berdering, lalu menempelkan ponsel tersebut ke telinganya.

"Bel, kamu bolos lagi?" Tanya lembut seseorang di seberang saluran.

"Hm," jawab Ibel malas.

"Aku capek bel, aku capek kalau harus nyembunyiin ini dari papa sama mama. Aku bingung harus pake cara apa supaya kamu gak bolos terus. Apa perlu aku pindah ke sekolah kamu?" Keluhnya.

"Apaan sih, El. Gak usah lebay, deh!" Sarkas Ibel.

"Bukan lebay! Tapi kamu tuh gak boleh kayak gini terus, Bel. Katanya kamu mau jadi desainer, katanya kamu mau punya butik, terus gimana caranya kamu bisa mewujudkan itu semua kalau sekolah aja kamu masih sering bolos, Bel! Kamu inget ya, kita udah kelas sebelas loh, bentar lagi semester dua. Kamu gak takut kalah dari aku?" Serang El—kembarannya.

"Tenang aja, gue gak pernah anggap Lo saingan, El. Lo nya aja kali yang selalu mau saingan sama gue. Kalau dibandingin apa yang bisa gue banggain? Berprestasi enggak, hobi bolos sekolah, tapi kok bisa gitu gue selalu masuk lima besar di kelas dan sepuluh besar di angkatan? Sementara Lo itu pinter, rajin, penurut, tapi engga ada Lo lebih unggul dari gue. Inget ya, El. Lo gak usah ikut campur urusan gue, mending Lo urusin keinginan mama sama papa buat Lo jadi dokter."

Tut.

Ibel memutuskan sambungan sepihak, ia kemudian segera beres-beres dan pergi dari rumah Agi.

Dengan cepat pula Agi menahan kepergian Ibel sebelum keluar pintu. "Mau ke mana?"

"Minggir."

"Mau ke mana bel?"

"Minggir."

"Iya mau--"

"Minggir! Lo ngerti bahasa Indonesia gak, sih? Ming-gir." Tegas Ibel, menekan kata terakhirnya.

Dengan perasaan kesalnya Ibel mendorong kecil Agi agar tidak menahannya pergi.

"Tapi Lo belum masak mie buat gue, bel!" Teriak Agi saat Ibel sudah membuka gerbang rumahnya.

Eureka Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang