1. Abiela Calliandra Eleonora

62 11 7
                                    

06.15

"Ibel!" Suara menggelegar itu menusuk kuping seorang gadis yang masih larut dalam mimpi indahnya, gadis itu pun mengerang kesal sambil menaruh bantalnya di atas wajah.

Hari senin, hari dimana semua orang sibuk dengan kegiatannya. Berbeda dengan semua orang, gadis itu justru terlihat santai dan tidak peduli dengan hari yang sangat sibuk itu.

"Ibel! Dasar anak malas!"

Pokok punat yang terlelap itu dalam sekian detik terbuka lebar. Lagi dan lagi, huh. Ya, ia memang anak yang malas.

Sungguh, ia sangat bosan mendengar perkataan itu. Ingin rasanya melenyapkan kalimat-kalimat yang menusuk hatinya. Bahkan tutur kata tersebut keluar dari dua orang yang sudah membesarkannya.

---

Tap! Tap! Tap! Tap!

Langkah keras dari sepatunya memenuhi ruangan, Ibel berlari menuruni tangga secepat kilat. Ia juga melewati meja makan dan langsung meraih kunci motornya di atas meja dekat pintu.

Motor ninja berwarna hitam itu melesat kencang membelah padatnya ibu kota Jawa Barat, helm full face yang dipakainya membuat ia terlihat gagah di mata orang.

Tidak sedikit pula yang menjadikannya pusat perhatian. Bukan, bukan terpana. Jam sudah menunjukkan pukul enam lebih empat puluh lima yang artinya bagi anak sekolah sudah sangat terlambat bila masih terjebak dalam kemacetan hari tersibuk ini.

Ibel sekencang mungkin mengendarai motornya, satu hal yang membuatnya malas yaitu dibawa ke ruang konseling oleh ketua OSIS.

"Shit!"

Lima belas meter dari gerbang utama SMA Wiraguna sudah terlihat beberapa anggota OSIS yang siap mengoperasi siswa kesiangan, tanpa basa-basi Ibel memutar motornya menuju gerbang belakang dengan harapan tidak ada yang menjaga di sana.

"Here we go!" Ibel turun dari motor lalu mendorong motornya ke sebuah ruko kosong di samping sekolah. Motornya ini sangat berisik, besar risikonya jika masih dipakai di lingkungan sekolah.

Gadis itu menghela napas dan merapikan rambutnya. "Yes i'am. The perfect devil." Gumamnya sambil menghadap kaca dengan Sunggingan kecil di sudut bibirnya. Wajah itu sangat cantik, hampir sempurna.

Ibel mendorong gerbang belakang yang tidak dikunci, kemudian menutupnya kembali dengan hati-hati.

"Cuit cuit!"

Ibel menghela napas, sial. Kenapa harus di sini bertemunya?

"Kayaknya hari ini gue bakal punya temen buat berdiri di depan."

Agianza Fasha Laguina. Laki-laki yang sedikit lebih tinggi dari Ibel itu menghampiri ibel dan mengajaknya berbicara.

"Lo jangan Cepu!" Gertak Ibel sambil menunjuk wajah tengil Agi.

"Mau kemana sih? Mau masuk barisan?" Tanya Agi.

Ibel memutar bola matanya malas, "Gue masih mau sekolah di sini."

Laki-laki itu terkekeh mendengar ucapan Ibel. Bagaimana bisa ia bertahan di sekolah yang peraturannya ketat ini. "Usaha Lo keren, kabarin ya kalau Lo masuk BK lagi hari ini!"

Agi berjalan meninggalkan gadis yang masih dalam suasana kesal. Dalam hati Ibel merutuki dirinya yang tidak bisa menjadi sebebas laki-laki itu. Ia terikat dengan peraturan ketat dari kedua orang tuanya, juga pihak sekolah.

"Agi!" Panggil Ibel seraya menghampiri Agi yang sudah mulai melancarkan aksinya untuk bolos sekolah.

"Gue ikut."

"Gak boleh. Gak ada yang ngajarin Lo buat bolos sekolah." Bantah Agi cepat. Tentu saja ia tidak akan membiarkan Ibel untuk membolos bersamanya. Ia tahu betul poin Ibel sudah menumpuk dijajaran siswa bandel, bahkan melebihi dirinya. Memang agak cewek satu ini.

"Gue lagi males berhadapan sama buk Neli, Lo kan gak bisa manjat tembok! Nanti yang ada kita ketahuan karena suara Lo yang nyaring itu." Teriak Agi dari atas tembok.

Entah apa yang mendorong nya, sekarang Agi melihat Ibel sudah setengah memanjat tembok setinggi 2,5 meter itu.

"Orang gila!" Geram Agi saat itu juga. Mau tidak mau dan demi keamanan bersama akhirnya Agi membantu Ibel untuk memanjat tembok.

"Nah, gitu dong! Gak solid banget Lo." Kata Ibel.

Agi menghela napasnya. "Pastiin deh kembaran Lo gak cepu ke bokap sama nyokap Lo."

"Aman, dia gak bakal berani ngaduin gue." Balas Ibel mengacungkan jempolnya.

"Yaudah, gue turun duluan nanti Lo nyusul gue."

Ibel mengangguk paham, dengan sabar menunggu gilirannya untuk melompat.

"Ih, lambat banget sih gerak Lo! Kayak siput." Omel Ibel.

"Sabar! Sepatu gue licin nih!"

"Murah sih sepatunya."

Agi akhirnya berhasil menuruni tembok itu dan segera mengulurkan tangannya untuk membantu Ibel turun. "Cepet jatuhin diri Lo!"

"Gue bisa sendiri, awas!" Sarkas Ibel percaya diri.

Gedebuk!

"Awshh!" Ringis Ibel sambil memegangi tangan dan bagian tubuh lainnya yang kotor.

Ya, sesuai yang diprediksikan oleh Agi. Ibel terjatuh karena kakinya tersangkut pada rok nya sendiri. Kini gadis itu bersimpuh di atas tanah yang sedikit basah.

"Siapa di sana!"

Teriakan itu membuat rasa sakit di tubuh Ibel menghilang, seketika dua sejoli itu lari menjauhi lingkungan sekolah.

"Gara-gara Lo, Ibel." Tuduh Agi kesal.

Ibel masih terus berlari di belakang Agi sambil menahan sakit di tangannya yang mulai terasa.

"Lo kenapa gak bantuin gue!" Serang Ibel kepada Agi.

"Dodol! Dasar cewek gak mau salah!"

---

Selesai pelarian yang melelahkan itu, kini Ibel dan Agi berada di sebuah taman yang menyuguhkan banyak jajanan. Keduanya memilih untuk menyantap satu porsi kupat tahu di sana.

"Masih sakit gak tangan Lo?" Tanya Agi sambil menyendok kupat tahu ke mulutnya.

Ibel mengangkat bahunya, "Ya gitu lah." Jawabnya.

"Lagian ngapain sih Lo ikut-ikut gue? Hampir aja kita ketahuan." Sewot Agi sambil memukul lengan kanan Ibel.

"Ah! Sakit bego!" Lirih Ibel memegangi tangannya.

Agi terkekeh, menurutnya makhluk yang satu ini sangat unik. Berteman hampi enam tahun ia bahkan tidak menemukan perbedaan gadis itu dari awal mengenalnya sampai saat ini. Ibel, si gadis sejuta cerita tak terduga.

Gadis itu terlahir di keluarga yang cukup memiliki nama dan berada. Dikelilingi oleh orang-orang hebat di dunia wirausaha. Memiliki kembaran yang sangat menyayanginya, memiliki kakak yang sangat melindunginya, namun selalu dikesampingkan oleh kedua orang tua dan keluarga besar.

Ini bukan soal kepintaran. Tiga bersaudara itu sama-sama pintar dalam semua bidang pelajaran, hanya saja Ibel berbeda dengan dua saudaranya. Ebiella Callisan Eleonora dan Austin Caren Jacknazer sangat-sangat mengikuti keinginan orang tua mereka, sekalipun mereka tertekan dan tidak ingin berada di posisi itu. Ibel adalah satu-satunya yang tidak pernah mau menuruti keinginan orang tuanya. Untuk apa? Ia tidak suka tertekan, ia menyukai kebebasan berekspresi.

"Woy! Udah beres nih, mau ke mana sekarang?"

Agi menghilangkan lamunannya, ia pun mengangguk. "Ke rumah gue aja lah, mumpung bokap nyokap gue lagi gak ada."

"Yaudah ayok, malah ngelamun Lo!"

"Iya, gue lagi ngelamunin ntar anak kita gimana ya kalau kita aja udah suka bolos gini?"

"Emang ada yang mau nikah sama Lo?"

----

To be continued ....

Jangan lupa Vote dan komen ya, see you guys!

Eureka Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang