8. Twins Date

3 2 0
                                    

Aura hebat dipancarkan Ibel saat menuruni mobil sport hitam milik Galendra, orang-orang yang baru turun pun ikut merasakan hal tersebut. Terlihat, semua mata tertuju pada Ibel dan Galendra.

Memang tidak perlu mahal untuk terlihat mewah, semua pakaian tergantung siapa yang memakainya. Gaun hitam selutut dan sneakers putih yang dipakai Ibel malam itu sukses mencuri perhatian pengunjung restoran.

Oh tuhan, apakah benar saat kau menciptakan tanah Pasundan kau sedang dalam keadaan bahagia? Mengapa banyak sekali bidadari yang kau turunkan di sini?

Begitulah kira-kira isi hati beberapa orang yang tersihir aura Ibel.

"Lo cantik"

Ibel memandang wajah tampan di sebelahnya, dengan cepat ia pun memalingkan wajahnya untuk menutupi salah tingkah.

Galendra terkekeh melihat kelakuan Ibel, sepertinya ia benar-benar akan tersihir juga oleh pesona gadis itu.

----

Kedua remaja itu duduk di salahsatu meja yang kosong, keduanya terlihat sama-sama memainkan ponselnya.

Dengan tatapan yang nampak bosan, gadis di hadapannya melipat kedua tangannya di dada.

Galeth—yang duduk di hadapannya melirik acuh dan lanjut memainkan ponselnya.

"Kenapa?"

Akhirnya Galeth membuka mulut, meskipun hanya satu kata tanya.

"Aku gak nyangka aja kita bisa ketemu lagi dari pas hari itu." Jawab El.

Galeth menganggu paham, lalu ia meneguk sisa soda di gelasnya. "Gue mau minta maaf waktu itu gue nabrak Lo." Ucapnya.

"Iya, gak apa-apa. Aku juga mau minta maaf, waktu itu aku pergi gitu aja."

Galeth mengangguk paham, "Ngomong-ngomong, katanya Lo punya kembaran, ya?" Tanya Galeth kemudian dan disambut anggukan cepat El.

"Iya! Kembaran aku itu dipanggilnya Ibel. Dia saudara perempuan terbaik menurut aku. Dia pemberani, dia bisa bela diri, bisa main basket, bisa nulis cerita, pokoknya keren, deh!" Rinci El tentang saudara kembarnya itu.

"Yang duluan lahir siapa?" Tanya Galeth, mulai serius dengan pembicaraannya.

"Duluan aku, beda lima belas menit doang." Jawab El antusian.

"Cara bedain Lo sama kembaran Lo gimana?" Tanya Galeth sambil menyesap kopinya.

"Em ... Rambut dia sedikit lebih panjang dan poninya jatuh, kalau senyum matanya ikut senyum juga. Dia juga lebih tinggi dari aku dan kalau diajak ngobrol bakal jawab seadanya. Gak bisa dibilang tomboi, tapi juga gak feminim banget. Pokoknya dia tuh serba tengah-tengah, gak lebih gak kurang. Yang pasti mukanya lebih tegas, serem!"

"Kalau gue sama kembaran gue cuma beda mimik wajah aja. Dia lebih tengil, gue lebih tegas. Kalau kata nyokap gue gitu. Tampilan dia juga lebih berantakan." Galeth tersenyum simpul. Tak lama setelah itu matanya tertuju pada dua orang yang baru memasuki Kafe.

"Itu kayaknya kembaran gue, deh!"

El seraya menghadap belakang, mengarah pada pandangan laki-laki di hadapannya. "Ibel?"

Kedua insan itu kompak melempar tatapan terkejut dan diakhiri oleh Galeth yang berlari menghampiri kembaran dan perempuan di sebelahnya.

"Len!" Sapanya saat sudah berhadapan dengan Galendra.

"Eh, bang. Sama siapa?" Tanya Galendra setengah terkejut.

"Sama--"

"Ibel! Kamu di sini juga? Kok kamu gak bilang!" Seru El memotong ucapan Galeth.

Eureka Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang