"Ish kecil kali miniaturnya"
Seorang dokter wanita yang masih muda sedang melihat-lihat meja berisi miniatur ruang operasi. Ia merupakan dokter di suatu rumah sakit kota Tangerang. Reva Fidela, orang-orang sering memanggilnya Adel. Ekspresi wajahnya memperlihatkan ketidaksukaannya terhadap barang yang tengah di pegangnya itu.
"Ei, gak cocok lah ini buat peragaan"
"Taruh aja, jangan di berantakin", Freya yang sedang bekerja membuat laporan merasa terganggu dengan komentar Adel. Pasalnya, dokter iseng tersebut kini sedang berada di ruangannya entah apa niat terselubungnya.
"Ah kau ni gak supportif lah Fre. Ganti lah dengan yang baru, gak kece ini"
"Logat lo kenapa lagi?"
"Hehe.. kemarin abis ngerawat pasien orang medan. Lucu tau"
"Emosi aku dengernya"
"Ih becanda lo aku ni", sahut Adel sambil terkekeh memperhatikan gadis berkacamata itu menggeleng-gelengkan kepalanya menanggapi dirinya.
Adel meletakkan miniatur yang tadi di pegangnya ke tempat semula. Ia berjalan mendekati Freya dan duduk di kursi yang biasanya di tempati oleh pasien untuk berkonsultasi. Matanya mengamati setiap detail tubuh dokter super sibuk yang sedang tak ingin di ganggu itu.
"Lo pake pil kecantikan ya?", Adel melontarkan pertanyaan yang membuat Freya menautkan kedua alisnya.
"Kok lo makin cantik sih Fre, aneh"
Sudah di ambang kesabarannya, Freya menghela nafas kasar lalu berdiri dan melepas jas dokternya serta menggantungkannya di stand hanger.
Ia menarik kerah jas milik Adel dan mendekatkan wajahnya, "Mending jelasin alesan lo kesini daripada gue giling. Ayo istirahat, pusing gue".
Adel tertawa menahan takut karena ancaman dari sang dokter yang terkenal ambisius ini. Mereka berjalan menuju kafetaria Rumah Sakit untuk membeli makan siang dan beberapa cemilan. Berada di stand hotdog, Adel meracau untuk berhenti disana karena ingin membelinya. Freya sudah sangat pusing di buatnya hari ini.
Sambil menunggu pesanannya, Adel pelan-pelan bercerita tentang pengalamannya bekerja di Rumah Sakit yang di tempatinya. Tiba-tiba, Freya memotong.
"Oh iya, gue juga mau kasih tau"
"Hah, apaan?"
"Jaga cewe lo yang bener, jangan sampe macem-macem sama Fiony"
¤¤¤¤¤
Hmm..
Mau makan siang pun aku gak selera. Hari ini udah cukup aku dapat tatapan dari para perawat dan nakes lainnya. Percayalah, semenjak kejadian tadi pagi aku sudah bisa menetapkan masa depanku bahwa akan suram- seperti ini. Huft.
Aku mengecek handphone beberapa kali untuk menunggu balasan dari Freyana. Namun, sepertinya gadis itu sedang sibuk dengan tugas dan kegiatan monotonnya. Dia tidak menghampiriku sedari tadi. Aku sangat membutuhkan semangat hari ini. Jessi tidak membantuku tersenyum meskipun ia memaksaku untuk pergi beristirahat.
Aku di rest area sendirian. Bermain handphone dan rebahan sampai jam istirahat selesai. Ketika aku sedang asyik scroll video lucu, seseorang menggeser pintu ruangan.
"Fio ayo istirahat yaampun"
Itu Jessi lagi. Sudah ku bilang, aku tak ada tenaga untuk berjalan dan menikmati makan siang. Aku ingin memperbaiki mood-ku dengan sendirian siang ini.
"Gak mau. Kamu duluan aja"
"Ayo bareng ih, aku pengen jajan matcha latte"
"Iyaa sana beli"
"Aku lupa bawa uang, hehe"
Ternyata perempuan ini mengganggu waktu tenangku karena ada alasannya. Yah, kalau alasannya itu aku tidak mungkin menolak. Jessi orang super baik yang selalu ada di saat aku butuh sesuatu, dia hanya pelit soal keripik kentang. Suer. Siapapun tidak boleh ada yang mengganggunya makan keripik kentang.
Aku mengiyakan ajakannya meski 10 menit lagi jam istirahat akan habis. Mungkin aku hanya akan beli es teh untuk melepas dahaga sampai sore nanti. Kami berjalan ke stand yang biasa kami jadikan tempat makan siang. Menunggu pesanan Jessi siap, aku melihat seorang perawat yang ku kenal menghampiriku.
"Fiony", panggilnya ketika sudah sampai di depanku.
Aku mengenalnya. Dia Ashel, perawat yang tak sengaja melihat kami berdua di ruangan Freyana tadi pagi. Aku mengangkat alis kebingungan melihat raut mukanya seperti orang yang habis kena ceramah panjang.
"Aku mau minta maaf"
Ujarnya membuatku kaget, ah tidak. Sedikit kaget. Sebenarnya, semua perbincangan mengenai kedekatanku dengan Freyana memang di mulai darinya. Tapi, sejauh yang aku dengar hanya sampai tentang aku yang katanya sering mencari muka pada Freyana. Karena selalu nampak makan siang bersama, pulang bersama, dan terkadang Freyana meminta bantuanku untuk mengumpulkan beberapa data penting ke dokter spesialis atau laboran.
Aku mengedipkan mataku mencoba untuk tidak melamun, "Kurasa kamu gak ada salah sama aku".
Sekiranya itu saja yang bisa ku jawab. Karena.. aku pun takut salah bicara, haha. Maafkan aku yang mental penakut ini.
"Aku minta maaf jika beberapa perawat jadi banyak membicarakanmu atau bahkan membencimu. Tapi, percaya padaku. Aku tak lihat apapun tadi pagi. Awalnya, aku memang mengira kamu sengaja mendekati dokter Freya", ia mendesah di akhir kalimat.
Aku terdiam memikirkan kalimatnya sejenak. Tak lama, datang Jessi membawa matcha latte pesanannya serta es teh yang ku inginkan.
"Eh, ada apa ini?"
Aku tersenyum canggung ke Jessi, berharap dia tidak melanjutkan ucapannya. Aku menggeleng-geleng kecil serta mengisyaratkan padanya untuk tidak banyak bicara.
"Itu saja, aku duluan ya Fiony. Kapan-kapan kita bisa makan siang bareng"
Ashel pergi sambil melambaikan tangannya ke arahku dan Jessi. Aku menghela nafas lega melihatnya sudah menghilang dari pandangan kami. Sikapnya yang begitu malah membuatku banyak berpikir setelah ini.
Di tambah, Jessi dengan wajah kesalnya berkata, "Plis deh, jelasin apa yang udah aku lewatin tadi".
"Gak ada, udah ayo ke ruang tunggu. Keburu pasien udah nunggu lama"
Aku menarik lengannya buru-buru agar ia tidak lagi bertanya hal yang sama. Ketahuilah, Jessi adalah teman yang paling aman dalam hidup. Ia sama sekali tidak pernah mempedulikan omongan dari orang-orang. Lebih ke tidak pernah mendengarkan sih..
Yah, meskipun terlihat penuh pertanyaan dan penasaran di wajahnya, Jessi tak pernah sekalipun mengurusi kehidupan orang lain. Atau bahkan sampai ikut-ikutan menggosip.
"Btw, Fio. Kok tumben Dokter Freya gak mampir", ucapnya setelah kami sampai di ruang kerja dan memulai pendataan pada pasien.
Aku sedih mendengarnya. Bahkan chat-ku dari tadi pagi tak di balasnya. Sesibuk apa dia hari ini sampai melupakanku?
"Kenapa tanya ke aku, memangnya aku siapa"
Sedikit ada kekesalan yang meluap, tapi aku tau jawabanku yang klise itu pasti tak di mengerti Jessi. Atau bahkan pikiran sampai kesana tidak ada. Tetapi, mendengarnya menggumam lumayan panjang membuatku khawatir.
"Di banding aku yang teman dekatnya, dia lebih melupakan aku kalau udah ketemu kamu", Jessi memanyunkan bibir seperti mencoba untuk berpikir.
"Aku cuma resepsionis biasa yang sering di mintai tolong oleh dokter sok sibuk itu", kataku masih dengan nada suara yang kesal.
"Lain kali kita kasih pelajaran tanpa menggunakan derajat"
Aku tertawa mendengarnya. Akhirnya aku bisa sedikit terhibur oleh celetukan Jessi. Meskipun, di dalam hati aku sedang merindukan Freyana saat ini.
Bersambung..