Chapter 9. Ulang Tahun Rumah Sakit

774 78 6
                                    

"Bisakah kak Fiony datang dan berpasangan denganku?"

Di jalan pulang menuju apartemen, Fiony melamun hingga lagi-lagi tak menyadari bahwa ia telah sampai di tempat tujuan.

Ingatannya soal tawaran dari anak CEO tadi, membuatnya frustasi dan berpikir keras. Ia tau jika kepala direktur tidak mengancamnya atau bahkan memaksanya untuk melakukan pekerjaan di luar batasannya. Namun, Fiony bimbang. Ia merasa tak enak hati memikirkan semua hubungan dan relasi dengan anak CEO tersebut.

"Aku benar-benar butuh mandi air hangat.."

Keluhnya sesampainya di kamar kemudian melempar tas selempangnya di kasur. Ia benar-benar lelah, Freya sedang keluar membeli beberapa keperluan rumah tangga. Yah, maksudnya seperti sabun cuci, sampo, dan hal-hal yang di butuhkan lainnya.

Freyana juga pasti menghadiri acara itu kan? Kenapa dia tidak mengajakku ya?

Dalam hati, Fiony mengeluhkan berita yang sepertinya sedang menjadi perbincangan hangat di rumah sakit. Ya, acara ulang tahun yang akan di hadiri oleh seluruh masyarakat rumah sakit.

"Aku memakai jas hitam, aku harap.. kak Fiony datang memakai gaun yang sesuai", ucapan ini melayang-layang di otak perempuan berponi tipis tersebut.

Helaan nafasnya yang semakin berat pun terdengar untuk berusaha menghilangkan pemikiran yang mengganggunya sedari tadi. Ia belum menceritakannya kepada sang kekasih, dan ini membuatnya galau. Dengan alasan, Freya juga tak bicara apa-apa soal acara penting tersebut.

Fiony berjalan ke kamar mandi, kemudian mengisi bathub penuh dengan air hangat. Ia menenggelamkan diri dalam kehangatan yang membuat tubuhnya segar kembali. Tak lama, ia mendengar bunyi pintu apartemen terbuka.

"Piyo?", seru Freya saat menyadari bahwa orang yang di carinya tidak ada di kamar maupun ruang tamu.

"Aku lagi mandi!"

"Oh, lagi man- MANDI?"

Fiony yang asyik berendam di dalam bathub tiba-tiba mengernyitkan dahi saat suara dari gadis itu berubah mengeras dan menghilang menjadi derap langkah yang sangat cepat.

"Iya kenap- Fre.. Freyana!"

Freya meringis, "Mau ikut, hehe".

¤¤¤¤¤

Aku merapihkan gaun yang kupakai untuk menghadiri pesta ulang tahun rumah sakit tempatku bekerja. Tentu saja juga tempat Freyana mengabdikan diri sebagai dokter. Meskipun kurang lebih baru setengah tahun aku bekerja, menurutku rumah sakit yang kini menjadi rumah keduaku tersebut sangat memberikan banyak sekali pengalaman dan hal baru dalam hidupku.

Aku tak seperti Freyana yang tekun dan jenius, namun aku tidak mau ia berjuang sendirian demi masa depan kami berdua. Ia sudah dua tahun mengetahui seluk beluk tempat kami bekerja. Sebelumnya, aku mengisi waktu luang di tempat yang berbeda dengannya.

"Ngelamunin apa? Anak CEO yang ganteng itu lagi?"

"Aku udah bilang.. jangan di bahas melulu loh", keluhku padanya.

"Habisnya kamu baru jujur sehari setelah kejadian"

"Kamu juga gak ajak aku atau kasih tau duluan kalo ada acara kaya gini"

Aku melihatnya cemberut. Sungguh, ini hal yang sangat menggemaskan bagiku. Ia nampak kesal namun masih bersikap perhatian padaku. Membukakan pintu mobil, menuntunku masuk sambil melindungi kepalaku agar tidak terbentur menggunakan telapak tangannya, itu sangat membuatku senang.

Freyana memasuki mobil sambil mendengus ke arahku, "Jadi gimana? Aku gak mungkin jadi pasanganmu. Aku cewek"

Aku terkekeh saat mendengar nada bicaranya sengau dan ketus kepadaku. Entah mengapa ini menjadi ironi terhadap kami. Yah.. mau bagaimanapun kenyataannya begitu.

"Ya kamu gimana? Memangnya kamu ada pasangan?"

Freyana berdecak.

"Kamu pasanganku"

Ia terlihat mulai tak bisa menahan emosinya. Mobil belum juga di jalankan, aku tau apa yang di pikirkannya. Ia sangat khawatir membawaku ke tempat yang di tuju. Bisa jadi sangat memungkinkan jika aku akan bertemu dengan anak orang penting itu lagi.

"Ya sudah, ayo berangkat dulu. Toh gaun kita cocok. Aku pakai warna putih, kamu warna hitam. Kita kayak pasangan 'kan?"

Aku menyentuh punggung tangannya sambil memberikan senyum termanisku untuknya. Freyana hendak tersenyum namun di tahannya, ia menghela nafas kecil lalu melirikku sebentar.

"Hm, kenapa? Apa yang lucu?"

"Kita lebih keliatan kayak jenang warna warni"

"Kamu gak asik banget sumpah"

"Hehe, becanda sayang"

Ia menancap gas dan mobil pun mulai berjalan untuk menuju rumah sakit. Aku cukup tenang melihatnya tidak terbawa perasaan untuk kali ini. Walaupun, di dalam hatiku sebenarnya tak berhenti berdetak sangat kencang karena gugup. Banyak hal yang membuatku gugup, alasan pertama jelas aku tak bisa menghindari pertemuanku dengan si koas didikan Freyana. Dan yang kedua, aku akan bertemu beberapa teman Freyana yang memiliki jabatan seperti dia.

"Kalo kemana-mana izin aku"

Sesampainya kami di parkiran, Freyana menggandengku hingga memasuki rumah sakit. Saat tiba di depan aula gedung rapat, orang-orang mulai berlalu lalang diantara kami. Terpaksa kami melepas genggaman tangan dan berjalan sedikit berjauhan.

"Fio, Freya!", orang yang pertama kami temui adalah Jessi.

"Buset cantik betul primadona rumah sakit dah"

Pujinya kepada kami. Freyana menyipitkan matanya kepada Jessi, seolah-olah ia merasa merinding mendengar ucapan manis itu keluar dari mulut teman semasa sekolahnya.

"Tumben dateng duluan, kalo pas kerja aja kurang 5 menit mulu"

Kritikku membuat gadis yang malam ini menggelung rambutnya tersebut menatapku masam.

"Yee.. lagi cantik nih! Lagi cantik!"

Freyana tertawa kecil, "Mau ketemu sekretaris direktur ya?"

"Dih, suaranya kurang kenceng sumpah. Alias ngeselin banget sih dokter satu ini"

Aku ikut tertawa puas saat kedua gadis tersebut berbincang-bincang. Suasana menjadi tambah ramai, dan aku semakin gugup karena menyadari ruangan mulai penuh dengan orang yang tak ku kenali.

Saat kami asyik mengobrol santai layaknya sedang reuni, seorang wanita bergaun biru laut dengan kilauan pernak perniknya datang menemui kami dengan senyumnya yang indah.

"Astaga, kak Indah?!", aku melongo melihatnya begitu cantik malam ini.

Kak Indah seperti tersipu malu ketika kami sama-sama menatapnya takjub.

"Ini.. laboran kita bukan sih? Aku pangling sama mukanya"

Jessi menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, namun sedikit kebingungan takut salah menduga orang yang sedang ada di hadapannya. Kak Indah terlihat menyimpan tatapan kesal yang di ubahnya menjadi senyuman nanggung.

"Iya, aku laboran itu"

Sahutnya ketus. Alhasil aku dan Freyana tertawa lepas melihat wajahnya yang sebal tak bisa di kondisikan kembali.

Sedangkan, Jessi ia hanya menatap kami kebingungan.

Jessi memanyunkan bibir kepadaku, "Kalian saling kenal ya?"

"Kak Indah dulu dosen pembimbingnya Freyana waktu kuliah, terus aku kenal kak Indah gara-gara.."

Belum sempat aku lanjutkan, aku mendadak terdiam mengingat hal yang tak bisa kuceritakan pada saat itu.

"Gara-gara.."

Jessi masih memandangku penuh dengan keingintahuan yang berlebih. Jujur, aku tak bisa melanjutkannya. Freyana dan Kak Indah pun ikut diam karena bingung harus menjelaskan seperti apa kepada teman seperkerjaanku tersebut.

Bersambung...

FREYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang