Chapter 10. Ulang Tahun Rumah Sakit (2)

707 77 5
                                    

Fiony kehilangan kata-kata saat mendapati Freya dan Indah yang saling menatap dalam kecanggungan. Akhirnya, Fiony berdehem dan mencoba untuk membuat suasana menjadi lebih tenang.

"Ah.. aku-"

Belum sempat perempuan bergaun putih dengan ukuran selutut tersebut melanjutkan perkatannya, seseorang menepuk pundaknya sambil memanggil namanya. "Fiony?"

Sontak Fiony menoleh ke arah orang yang menegurnya karena sedikit kaget melihat seseorang dengan pakaian berwarna hitam sedang memegang setangkai bunga mawar ada di hadapannya.

Terlebih lagi Freya yang langsung memberikan tatapan tajam kepada orang itu.

"Lo bener-bener ya.."

¤¤¤¤¤

Aku menarik nafas perlahan saat melihat Freyana mulai menarik tangan orang yang berada di depanku ini. Semua yang sedang melihat kami langsung mengernyitkan dahi keheranan. Bagaimana tidak, Freyana dengan tegasnya menjauhkanku dari orang tersebut. Dan orang itu hanya terkekeh sambil menyibakkan rambutnya sedikit melirik ke arahku.

"Santai, dok. Santai. Cuma mau nyapa kalian-kalian aja"

"Del, ini acara penting", ucap Freyana yang terlihat seperti mengeratkan giginya.

'Del'? Ini temen Freyana kah? Dalam hatiku bertanya-tanya. Siapa wanita berambut sebahu dengan dresscode yang sama dengan Freyana ini.

Mengetahui raut mukaku yang kebingungan, perempuan yang membawa bunga tersebut tersenyum sambil mengulurkan tangannya. "Reva Fidela, panggil aja Adel. Dokter Spesialis Mata di Tangerang".

Semuanya melongo saat itu juga. Apalagi aku yang di ajaknya berkenalan. Dengan panik aku menatap pacarku yang berada di belakang Dokter Adel ini dengan tatapan kebingungan harus merespon apa.

Ini pasti menjadi perbincangan hangat, dan juga Jessi yang masih menutup mulutnya tak percaya. Aku mengatur nafasku pelan-pelan.

"F-Fiony, dok"

Ia tertawa dengan suara khasnya, "Eih, santai aja. Aku temannya Freya kok".

Baru hal tersebut membuat semua yang menonton mengangguk dan ber-oh saja (😭). Yah, at least mereka pahamnya aku dan Freyana adalah teman dekat. Jadi, wajar saja jika sekelas dokter mencoba untuk mengenaliku.

Aku melihat Freyana seperti tidak nyaman menatap Dokter Adel yang masih tersenyum manis kepadaku. Entah firasat atau memang aku yang berpikir terlalu dalam, kurasa ada yang janggal dengan pertemanan mereka.

"Ya, jadi aku dan Freya adalah saingan waktu masih jadi dokter residen disini. Oh ya, Fiony baru 'kan kerja disini?", tanya Dokter Adel masih tak memalingkan pandangannya dariku.

"Gak usah sok asik deh. Sana ah, ganggu kami lagi reuni aja"

Freyana menyahut perkataan Dokter Adel.

"Loh, gue juga temen lo kali. Ikut reunian lah!"

"Gak, gak. Udah sana minggir"

"Dih. Parah banget, Fiony lihat deh. Emang Freya sejahat ini ya?"

Freyana terlihat menaikan alisnya, "Apasih? Gak usah mulai deh, Del"

Oke. Aku pusing melihat perdebatan aneh macam apa ini yang dilakukan di depan umum. Kak Indah mencuri pandangan ke arahku, seakan ia juga mengerti apa yang sedang kupikirkan. Ada yang aneh antara pertemanan mereka. Namun, yang lebih ku khawatirkan sekarang adalah.. Jessi. Dia tidak tahu menahu soal apapun antara kami. Dan juga.. Dokter Adel yang baru saja berkenalan denganku. Singkatnya, pasti ia punya niat terselubung berkenalan denganku.

Jessi berkali-kali mengedipkan matanya. Ia terlihat takjub menonton pemandangan yang elit antara para dokter ini beradu mulut.

"Kalian semua temenan?"

Sejujurnya, aku agak kasihan dengannya. Aku pun tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Aku mengenalnya pun baru-baru ini, karena ia teman lama Freyana. Pertanyaannya mengundang tawa dari beberapa pihak, entah kenapa.

"Iya, Jes. Orang ini yang waktu itu ku ceritain maling buku catatan pas masih koas"

Dokter Adel langsung menepuk bahu Freyana dengan ekspresi wajah yang kesal. Mereka memang nampak seperti teman akrab.

"Oh, yang katamu ada orang plagiat presentasi tu.. dia ya?"

Dokter Adel langsung menarik ujung lengan gaun Freyana dengan kesal, "Woi, maksud lo apa dah?!"

"Hehe. Betul, Jes"

"Berantem sini, weh. Bisa-bisanya ya lo nyebar fitnah"

"Darimana fitnah. Emang kenyataannya begitu", Freyana membela diri.

"Seenggaknya ceritain yang bagus-bagusnya juga lah ke temen-temen lo!"

Aku mendongakkan kepalaku sebentar, kemudian menatap ke arah mereka.

"Berhenti gaduh. Semua orang akan melihat ke arah kita jika terus bertengkar seperti itu"

Dan seketika suasana menjadi lebih hening saat aku berusaha menegur mereka. Hal ini membuat Dokter Adel tambah menarik senyumnya sambil menatap dan mengangguk kepadaku. Freyana nampak begitu menahan amarahnya, namun ia tak bisa menunjukkannya untuk sekarang.

"Jessi?"

Seseorang menyapa Jessi yang tadinya sedang mengobrol dengan kami. Orang itu adalah Muthe. Aku cukup terkejut melihat tampilannya yang lebih rapi di banding yang lain. Ia tak memakai gaun. Apa karena tuntutan sekretaris jadi begitu? Ah, sudahlah. Lupakan untuk memikirkan hal yang tidak terlalu penting.

"M-Muthe?", Jessi jadi sedikit gagap hingga terlihat ia kesusahan menelan ludahnya.

"Ikut aku"

Perkataan itu langsung di turuti oleh Jessi tanpa bertanya kemana ia mau di bawa pergi. Setelah berpamitan, Jessi meninggalkan kumpulan kami dan tersisalah hanya aku, Freyana, kak Indah dan Dokter Adel.

"Ngeri juga ya temen lo, naksirnya sekretaris direktur", celetuk Dokter Adel. Sepertinya dia adalah orang yang ceplas-ceplos.

"Lebih ngeri kak Indah. Deketinnya anak direktur"

Freyana tertawa kecil sambil mencoba menggoda kak Indah yang sedari tadi melamun melihat orang berlalu lalang melewati kami. Jelas saja, hal itu membuatku dan Dokter Adel membelalakan mata kaget. Kak Indah langsung menyenggol bahu Freyana karena menjadi gugup saat perempuan berkacamata tersebut berbicara secara terang-terangan.

Dokter Adel berkacak pinggang, "Pak Oniel? Serius, kak?"

"Sssttt.. bisa gak usah di bahas tidak"

Wah, ternyata kak Indah betulan dekat dengan orang penting juga ya. Aku sedikit takjub, juga merasa khawatir dengannya. Akhir-akhir ini setiap kami saling bertukar cerita, ia nampak ada masalah soal kisah percintaannya.

"Lucu. Nanti kabar-kabar ya kak kalo jadi"

Freyana masih usil.

"Fre.. ish. Daripada kalian. Nekat pacaran di ruang periksa", kata kak Indah tiba-tiba.

Sontak hal tersebut membuat wajahku memerah saking terkejutnya mendengar pernyataan itu.

"Berhenti ngomongin ini lah"

Aku menghindari tatapan kak Indah maupun Dokter Adel yang mulai menggodaku dan Freyana yang akhirnya bungkam juga di buat kak Indah. Jujur, ini sebetulnya mengundang tawa. Dan aku benar-benar malu menyadarinya.

Tidak berhenti sampai disitu, hal yang mencengangkan terjadi, seseorang berjalan menemui kami. Parasnya yang mudah ku hafal, gaunnya yang begitu memukau dan cantik berwarna merah membuatnya menjadi sangat mencolok malam ini.

"Halo semua.."

Dia adalah Ashel.

"Selamat malam, princess", dan Dokter Adel menyodorkan bunga yang sedari tadi di genggamnya itu kepada Ashel yang menghampirinya.

Bersambung..

FREYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang