Chapter 34. Akhir

489 55 9
                                        

Suara cicitan panjang dari teko air yang mendidih berasal dari arah dapur membuat Jessi yang baru saja selesai mandi itu langsung mematikan kompor. Udara yang sejuk membuat nalurinya menginginkan hangatnya secangkir teh chamomile. Kebetulan ia juga ingin menyiapkan sarapan sebelum berangkat bekerja dan juga untuk sang adik yang masih terlelap di tidurnya. Semalam adalah hari yang cukup panjang baginya. Sesuai dugaan, jika Muthe tidak dapat dihubunginya semenjak pertemuan itu. Michie tampak ngambek dengannya karena melupakan janji soal es krim di sore hari.

Ketika menuangkan air panas ke dalam teko yang sudah berisi teh dan bunga chamomile kering, derap langkah seseorang terdengar di belakangnya.

"Pagi Jess. Hari ini aku ikut kamu ke rs ya.", sapa Fiony ramah.

Jessi melirik kedatangan Fiony yang awalnya sedikit menguap tak kuasa menahan kantuk itu tiba tiba merasa sedikit keheranan. Ia meletakkan teko berisi air panas kembali di atas kompor. Fiony melihat telur dan sosis yang sudah matang di atas wajan penggorengan. Ia berinisiatif membantu Jessi memindahkannya ke atas piring yang sudah siap di meja makan. Dua piring dan satu kotak bekal.

"Semalem pulang kemana deh?", tanya Jessi.

Fiony memanyunkan bibir menampakkan wajah bingungnya, "Gak pulang. Tidur di jalan."

"Boong. Bajunya ganti, rambutnya basah, kamu datang jam 07.30 pagi. Pulang ke apart, 'kan?"

Jessi tersenyum menggoda Fiony. Perempuan tersebut spontan menyentuh kepalanya yang masih basah akibat keramas di pagi hari. Bibirnya saling mengenyam. Ia malu karena Jessi jadi bak detektif sekarang bisa mengetahui banyak hal tanpa ia bicarakan.

"Aku mau balik kerja di rs."

Ujar Fiony sambil menyodorkan kotak bekal untuk Jessi yang rencananya ingin gadis itu bawa untuk makan siang.

"Lohhh balikan?!"

Fiony mengerutkan dahi dan langsung menggeleng, "Jangan nyangkutin yang lain. Aku cuma gak mau ngerepotin kamu terus menerus."

Jessi yang awalnya menyeruput teh dengan tenang itu mendadak matanya membelalak terang seperti lampu baru yang dipasang. Ia kegirangan sendiri padahal Fiony sudah menjelaskan untuk tidak mengambil kesimpulan sembarangan.

"Tiap hari jagain Michie, kok di bilang ngerepotin."

¤¤¤¤¤

Hari ini adalah hari yang sangat memorable sepanjang sejarah. Aku telah menantikan momen ini cukup lama. Sekarang aku sedang mengenakan gaun berwarna merah muda yang cantik dihiasi berlian berkilau yang mengkilap. Aku memandangi diriku di kaca sambil tersenyum manis. Rambutku tergerai lepas yang dijepit dengan pita di belakang kepalaku. Setelah di rasa cukup rapih, aku berjalan menemui seseorang yang sudah ingin aku temui sedari tadi.

Seorang perempuan mengenakan gaun pengantin dari satin yang berwarna putih dan berkilau bak mutiara sedang berdiri dihadapanku. Potongan sweetheart neckline yang menggoda dengan taburan kristal yang memancarkan gemerlap megahnya gaun. Gaunnya yang menjuntai bagaikan menyapu lantai dengan ratusan berlian kecil yang bersinar layaknya bintang-bintang. Ia berjalan sangat anggun menemuiku dengan senyumnya yang memikat.

"Fio-"

"Sebentar kak, aku mau nangis.", selaku dengan wajahnya yang berubah menjadi begitu terharu.

Perempuan yang tampak sangat cantik siang ini tersebut terkekeh lalu memelukku dengan lembut. Mataku berkaca-kaca merasakan hangatnya pelukan dari seseorang yang berarti bagiku ini.

"Nanti make up-nya luntur. Kan kita belum foto-foto."

Ia melepaskan pelukannya kemudian memegangi kedua bahuku dengan seksama.

FREYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang