Celaka

2.2K 183 0
                                    

Fay POV

Pagi-pagi sekali aku dan Ray sudah berangkat ke sekolah sebelum Ayah dan Bunda bangun. Aku dan Ray takut Bunda menyadari penyamaran ini. Apalagi Ray menggunakan wig sebahunya yang berwarna cokelat sedangkan rambutku itu berwarna merah gelap. Katanya sulit menemukan rambut berwarna merah gelap seperti rambutku. Warna rambutku dan kedua saudara kembarku memang sama, ini karena gen yang Ayah berikan padaku dan kedua saudara kembarku. Aku hanya tertawa melihat perubahan Ray yang sangat mirip denganku. Aku terus pandangi wajah Ray. Sampai Ray salah tingkah.

"Kenapa lo lihat-lihat?!" Ray sewot melihatku yang tidak berkedip ke arahnya.

"Ternyata gue memang cantik ya?" pujiku saat melihat Ray, lebih kepada memuji diriku sendiri.

"PEDE LO!" Ray mengayunkan telapak tangannya ke wajahku, menutup wajahku dengan telapak tangannya yang besar itu.

"Ayo berangkat! Anter gue ke sekolah Kay!" ajakku kepada Ray yang sudah siap mengeluarkan motornya. Spontan aku tertawa. Dia lupa kalau aku, Fay tidak membawa motor gede ke sekolah.

"Apa lagi sih Fay?" Ray sewot, otaknya benar-benar lamban.

"Itu motor lo Ray!"

"Iya memang ini motor gue. Memang gue salah kalau gue bawa motor ini ke sekolah?"

"Ya jelas salah Ray! Fay itu ke sekolah pakai mobil bukan motor segede itu. Lo mau gue diketawain anak-anak karena pakai motor itu." Ray hanya bisa tertawa kecil karena kelambanan otaknya berpikir. Lagi.

Ray mengantarku ke sekolah Kay. Karena sekolah Kay itu ada asramanya, Kay jarang pulang ke rumah. Biasanya Kay pulang di akhir pekan saja. Ini juga yang menjadi alasan kenapa aku menolak menjadi Kay. Tapi Kay bilang teman sekamarnya itu baik. Ya jelas baiklah sama laki-laki. Kalau temannya tahu aku ini perempuan bagaimana? Apa temannya itu masih baik? Atau jangan-jangan nanti sepulangnya aku hanya tinggal nama.

Karena aku menjadi Kay, aku ke sekolah hanya bisa diantar saja oleh Ray. Dan akhir pekan nanti, aku akan berubah menjadi diriku sendiri. Ini kesepakatan kami selama penyamaran. Hanya lima hari. Semoga saja tidak ada yang menyadari penyamaranku di asrama maupun di sekolah Kay.

"Ray! Selama seminggu ini jangan ikut tanding basket ya!" pesanku dalam perjalanan menuju asrama Kay.

"Kenapa?" Ray benar-benar lamban.

"Lo kan gak bisa basket Ray! Lari lima menit aja lo udah ngos-ngosan, gimana mau tanding?"

"Trus nanti gue bilang apa sama pelatih lo?"

"Bilang saja kalau lo lagi sakit atau apalah terserah lo! Pelatih juga ngerti kok, lagipula belum ada kompetisi bulan ini." jelasku yang disambut anggukan Ray.

"Lo yakin Fay mau tinggal di asrama Kay?" suara Ray terdengar khawatir.

"Mau gimana lagi, lo kayak gak tahu Kay aja. Dia itu tega ngebully kita kalau keinginannya gak terwujud."

Buktinya dulu, saat aku dan Ray berusia 8 tahun selalu disiksa Kay karena Kay tidak dibelikan mainan oleh Ayah dan Bunda. Padahal bulan sebelumnya dia sudah dibelikan oleh Ayah dan Bunda, hanya tinggal aku dan Ray yang belum dibelikan saat itu. Karena itu Ayah dan Bunda menebusnya satu bulan kemudian. Alhasil, setiap hari aku dan Ray mendapat penyiksaan lahir ataupun batin sampai Ayah dan Bunda membelikan Kay mainan lagi. Kay memang saudara yang paling egois tapi dialah orang pertama yang akan membela keluarganya lebih dulu.

"Hati-hati Fay!" ucap Ray sebelum aku turun dari mobil. Tapi sebelum aku turun, aku merapikan dandanan Ray yang terlihat risih dengan rambut sebahunya, ditambah rok pendek di atas lutut itu.

BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang