Fay POV
Akhirnya Kevin mengajakku bermain ke Dufan. Sebenarnya aku tidak ingin pergi ke sana. Rencana awal dengan Ray memang aku akan ke sana, tapi kalau bersama orang lain rasanya canggung. Apalagi Kevin adalah orang yang baru aku kenal kemarin.
Aku bukan tipe orang yang sulit bergaul dengan laki-laki. Malah sebaliknya, karena kedua saudara kembarku laki-laki dan semua teman mereka selalu bermain ke rumah saat SMP dulu, aku jadi terbiasa bermain dengan mereka. Aku tidak tomboy. Sungguh! Mungkin karena Bunda senang sekali memiliki anak perempuan yang notabenenya adalah anak perempuan satu-satunya. Bunda jadi sering mendandaniku seperti perempuan pada umumnya. Jadi biarpun aku pandai bermain basket, karena selalu latihan dengan Kay, aku juga tidak lupa jati diriku sebagai perempuan dan selalu berpenampilan layaknya perempuan. Makanya tidak sedikit dari teman Kay dan Ray yang selalu menyatakan cintanya padaku karena menurut mereka aku itu perempuan cantik. Sayangnya Kay dan Ray terlalu over protektif menjagaku. Jadi sampai usiaku 17 tahun, aku tidak pernah berpacaran.
Stop membahas tentangku! Kembali ke fokus utama, Kevin...
Alasan kenapa aku canggung dengan Kevin adalah karena aku tahu dia tidak benar-benar tulus ingin berteman denganku. Selalu ada maksud di balik semua perlakuan Kevin. Itu yang membuatku canggung, alih-alih membuatku takut juga.
Semua yang Kevin lakukan selalu menjadi pertanyaan dalam pikirku. Apa dia benar ingin membantuku? Atau apakah nanti akan ada hal yang harus aku lakukan karena dia telah membantuku?
"Lo mau naik apa?" tanya Kevin saat kita baru saja sampai di Dufan.
"Kora-kora mungkin," jawabku sekenanya.
"Gak naik pontang-panting dulu?"
"NO!!" teriakku. Aku anti naik yang berputar-putar. Membuatku mual.
"Kenapa? Takut?" Nih anak mukanya negeselin.
"Gak! Cuma malas aja! Memang lo mau gue muntahin?"
"Ya gaklah! Kalau lo muntah, ya.. gue tinggal. Dan jangan dekat-dekat sama gue!" Wajah jijik terlihat jelas di wajah Kevin. Aku hanya tertawa melihat ekspresi wajahnya.
Lima wahana sudah aku naiki bersama Kevin. Senangnya! Karena Dufan tidak terlalu ramai di hari biasa, jadi aku bisa naik wahana tanpa harus menunggu lama.
"Istirahat dulu yuk!" ajakku pada Kevin yang sekarang sedang menarik tanganku, mengajakku naik wahana lain. Kenapa dia jadi seperti ini? Bukankah ke Dufan adalah rencanaku, tapi kenapa dia yang jadi antusias sekali?
"Nanti deh! Kita belum naik itu!" tunjuk Kevin pada bianglala. Oh Ya Tuhan!! Dia kekanakan sekali. Bukan karena wahana yang dia tunjuk. Tapi suara yang dia buat saat mengajakku naik bianglala.
"Apa benar ini Kevin?" tanyaku tidak percaya.
"Brisik lo! Ayo ikut naik itu!" Dia menarik paksaku. Mau tidak mau aku ikuti apa maunya.
"Gue lapar Kev! Dari pagi kan belum sempat sarapan. Tadi di kefe cuma minum kopi aja!" aku merajuk.
"Nanti gue traktir yang banyak. Terserah lo mau makan apa. Yang penting kita naik itu dulu," Kevin masih menunjuk apa yang dia inginkan. Keras kepala.
'Sepertinya aku mengenal dia,' bisikku dalam hati. Masa iya itu dia sih? Aku masih tidak percaya dengan orang yang aku lihat di depan antrian untuk menaiki wahana.
"Kenapa kita ke sini sih Fay? Bukannya lo sakit ya?" suara itu benar aku tahu. Itu suara Dee. Dan Fay yang dimaksud itu adalah aku. Jadi yang di depanku itu adalah Ray. Oh My God!!!! Kenapa Ray di sini.
"Fay!!!" panggil Dee yang tadi ada di depanku. Tapi dia memanggil kepadaku bukan kepada orang yang ada di sampingnya yang berpenampilan sepertiku. "Kok ada dua Fay?" tanyanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brothers
Romance"Kay! Pikirin lagi deh ide gila lo ini! Masa gue sama Ray harus pake seragam begituan. Lo sih enak masih pakai seragam Ray. Gue dan Ray gimana?" Aku dan kedua saudara kembarku sedang berdiskusi di kamarku. Ini pernah dilakukan seminggu yang lalu saa...