...
"Loh? Nggak jadi jalan?"
Tanpa menjawab pertanyaan Jeno, Rena berlari berhambur memeluk Jeno yang sepertinya habis mandi.
Jeno yang belum siap pun sedikit terhuyung ke belakang saat menangkap tubuh pacarnya.
"Kenapa? Hhm? Kok nangis? Perutnya rasanya nggak nyaman lagi? Kita periksa ya?"
Rena menggelengkan kepalanya. Menyembunyikan wajahnya pada dada Jeno. Dekapan Jeno selalu terasa hangat untuknya. Kenapa Rena baru menyadarinya?
"Kenapa kamu mau nikahin aku yang kekanakan banget ini?? Kenapa??"
Bibir Jeno melengkung membentuk senyuman tipis. Lalu tangannya mengusap kepala Rena dengan penuh sayang.
"Kamu nggak kekanakan. Cuma cara pikir kamu aja yang beda dari orang lain." Kata Jeno.
Rena semakin terisak. Dia terlalu bingung nggak tau harus apa, karena dia sudah begitu banyak mendapatkan kasih sayang tulus dari Jeno.
Bahkan Jeno selalu bisa memahami dan mengerti dirinya.
"Siapa yang berani ngatain kamu kekanakan?"
Lagi, Rena hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia nggak berani mendongak untuk menatap Jeno.
"Kamu itu pinter, kamu hebat, kamu keren. Kamu juga cantik, gemesin, tapi kadang ngeselin juga." Jeno menjeda kalimatnya untuk mengecup pucuk kepala Rena.
"Magnet kamu kuat banget buat narik aku." Lanjutnya.
Mendengarnya, justru ngebuat Rena semakin nangis. Karena selama ini sebenernya dia.....
...nggak secinta itu sama Jeno.
Tapi Jeno dengan beraninya ngebalikin cintanya yang hanya 23%, menjadi ribuan persen padanya.
Katakan Rena itu cewek nakal. Cewek yang bertahan dengan pacarnya hanya karena mendamba a touch of lust.
Rena memanfaatkan kata pacaran untuk hal seperti itu kalo kalian mau tau.
Jujur, Rena nggak ngerti seperti apa bentuk cinta yang sebenarnya. Atau dia aja yang terlalu bodo amat selama ini.
Tapi apakah rasa nyaman bisa disebut dengan Cinta? Karena Rena merasakan kenyamanan itu selama ini. Dia bisa tenang kalo ada Jeno, dia juga bisa merasa aman tiap berada dekat dengan Jeno.
"Jeno... aku mau...." Rena meringis, merasakan pening dan sakit yang luar biasa di perutnya.
Dia udah terlalu lama menangis, dan terlalu berlebihan mengelak dirinya sendiri.
Hingga pandangannya mulai kabur, lalu tubuhnya runtuh dipelukan Jeno dengan darah yang mengalir di kedua kaki Rena.
...
Sudah terlalu lama Rena tak sadarkan diri berbaring diatas brankar rumah sakit. Kebetulan Rena dibawa ke RS tempat dimana Jeno menjalankan Koas, tapi Jeno tak sedetik pun meninggalkan Rena.
Diajak gantian karena malem ini Jeno harus jaga malam pun dia nggak mau.
"Jen? Kalo lo kaya gini, masa Koas lo bisa diperpanjang. Lo mau?" Kata Malik.
Jeno cuma diam sambil terus genggam tangannya Renata.
"Tenangin pikiran lo, ada gue sama Malik. Lo bisa jalanin tugas lo seperti biasa." Kali ini Canes yang ngomong.