27 (ngabuburit)

5.9K 425 4
                                    

Bulan Ramadhan kali ini terasa berbeda. Keluarga besarku kedatangan anggota baru, yaitu Aditya. Perlahan-lahan, Aditya mulai membaik meskipun harus bolak-balik menjalani terapi di Jepang. Sekarang, Catra dan Aditya menginap di rumahku dan baru tiba kemarin malam.

"Kak, nggak ada niatan cari istri baru?" tanya Oliver dengan nada iseng kepada Catra.

"Tidak ada minat ke sana," jawab Catra santai.

"Papi, aku mau es campur dong," ujar Aditya yang berdiri di samping Catra, matanya berbinar-binar.

"Boleh saja, nak," ucap Catra sambil tersenyum dan menepuk puncak kepala Aditya.

Aditya memeluk tubuh Catra dengan erat. Catra tersenyum tipis dan mencium puncak kepala Aditya dengan penuh kasih sayang. Aku hanya melirik mereka dari kejauhan, malas untuk ikut bergabung ke sana.

"Bang, ngabuburit yuk!" ajak Rasen dengan semangat, mengenakan hoodie oversize, celana jeans hitam, dan sepatu kets. Dia sudah siap untuk pergi.

"Ayo saja," jawabku sambil mengangguk, melihat adikku yang penuh semangat.

"Bang, ajak Aditya juga," ucap Rianti dari dapur, terdengar lembut tapi tetap perhatian.

"Kakak!" panggilku, menyadari Aditya yang terlihat ragu-ragu.

"Aku boleh pergi sama abang dan Rasen, pih?" tanya Aditya kepada Catra dengan wajah polos, mencuri perhatian.

"Tentu, nak. Bang, jaga kedua adikmu ya," ujar Catra, matanya lembut melihatku. Aku mengangguk dengan serius.

"Iya, Papi," jawabku, merasa bangga bisa menjaga mereka.

Catra melemparkan kunci mobil miliknya ke arahku, aku menangkapnya dengan mudah dan tersenyum. Rasanya menyenangkan melihat keluarga ini terasa lebih lengkap. Kulihat Catra juga memberikan 10 lembar uang berwarna merah kepada Aditya, yang langsung tersenyum lebar. Sementara itu, Rasen tengah memalak Oliver yang kabur ke arah dapur.

"Dek, jangan memeras ayah kebanyakan dong!" pekik Oliver, terlihat kesal tapi juga geli.

"Dikit itu, ayah. Jangan pelit sama anak sendiri!" balas Rasen dengan santai, masih bercanda.

"Bunda, tolongin ayah dong, malah diem mulu!" teriak Oliver dengan sedikit cemas, merasa kewalahan.

"Kamu sudah besar, mas. Jangan merengek terus!" Rianti menanggapi dengan nada sabar namun tegas, membuat Oliver terdiam.

"Keluargamu berisik sekali, bang," ujar Catra sambil tersenyum melihat kehebohan itu.

"Aku sudah terbiasa dengan suara berisik seperti ini," sahutku dengan senyum, merasa nyaman dengan kekacauan yang penuh kasih sayang ini.

Akhirnya, drama kecil dalam keluarga kami selesai. Rasen tampaknya menang karena berhasil membawa banyak uang di tangannya, sementara Oliver terlihat lesu, menyerah dengan tawa kecil di wajahnya.

"Kalian bertiga jangan kalap mata. Beli seperlunya saja," nasihat Rianti dengan penuh perhatian.

"Abang paham, bunda. Nasihatin adek saja, dia kan sering beli banyak takjil," ujarku sambil melirik Rasen yang sudah mulai gelisah.

"Ih, abang jangan bongkar dong!" keluh Rasen kesal, sambil mencemberut.

Aku mengacak-acak rambut Rasen dengan senang, merasa akrab seperti biasa. Kami bertiga pergi menggunakan mobil. Aku sudah mendapatkan SIM, jadi perjalanan terasa aman. Selama perjalanan menuju stand penjual takjil, Rasen tak henti-hentinya memberikan pertanyaan random kepada Aditya. Anehnya, Aditya menjawab semua pertanyaan itu satu per satu dengan sabar.

Transmigrasi Ello (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang