4. Sebuah Ide

468 92 28
                                    

"Gimana? Udah dapet nomer telponnya?" Tanya Donita, begitu Cantika masuk ruangannya.

Cantika menunjukkan sebuah kartu nama. "Siapa dulu? Cantika gitu, loh!"

Donita menjulurkan tangannya, meminta kartu nama tersebut. Namun, Cantika lebih dulu menyembunyikannya dari Donita.

"Bilang dulu dong, bu."

Raut wajah Donita menatap tidak mengerti, apa yang dimaksud Cantika. "Bilang apa?"

"Cantika, karyawan bu Donita yang paling cantik, secantik namanya, boleh saya minta kartu nama pak Tian?"

"Hah! Biar apa begitu? Udah sini cepetan! Jangan main-main, Can!" Desak Donita.

"Ya udah, nggak usah!"

"Kamu nih, ada-ada aja deh!" Donita memekik tertahan.

"Ibu mau ngomong gitu, atau saya kembalikan aja kartu namanya?"

Terlihat jelas, jika Donita tampak kesal dengan kelakuan asistennya itu. Namun, sang asisten yang usianya 7 tahun lebih muda darinya itu, semakin tersenyum jahil.

"Ck!" Donita menghela nafas sejenak. "Cantika ... asisten saya yang paling cantik, secantik namanya. Boleh saya minta kartu nama pak Tian?"

"Kurang tulus, bu! Senyumnya mana?"

"Cantika, jangan main-main! Udah siniin kartu namanya! Saya butuh sekarang, atau gaji kamu bener-bener saya potong bulan depan!" Donita menaikkan sedikit nada suaranya.

Cantika mencebik, mendengar suara Donita yang mulai geram. Lalu diberikannya kartu nama tersebut kepada Donita. "Selalu aja ngancemnya potong gaji!"

"Suka-suka saya, lah! Saya atasan kamu! Kalo nggak suka, cari aja atasan lain. Yang saya yakin, nggak akan ada, yang sesabar saya ngadepin kamu!"

"Sok tau, si ibu!"

"Terserah! Udah sana keluar!" Usir Donita.

"Bilang apa dulu?"

"Apalagi, Can?"

"Kalo udah dibantuin, bilang apa biasanya?"

"Ya udah, makasih." balas Donita sekenanya.

"Ih, kok nggak tulus gitu? Tau gitu, nggak saya bantuin minta kartu nama pak Tian!"

"Terima kasih Cantika, asistenku yang paling cantik. Udah, kan?" Donita mencoba tersenyum, walaupun dalam hati ingin sekali mengacak-acak wajah asistennya itu.

"Nah, gitu dong! Kalo gitu kan, saya bakal seneng, kalo mau bantuin ibu lagi! Ya udah, saya keluar dulu! Dah, jomblo!"

"Nggak di kantor, nggak di cafe. Ada aja kelakuan manusia ngeselin modelan Cantika sama Tenesya!"




***




Donita sejak tadi terus memandangi ponselnya. Berharap nomor yang sudah ia hubungi beberapa waktu lalu, membalas pesannya. Tapi, nyatanya nihil!

Nomer Tian sama sekali tidak merespon panggilan dan pesannya. Donita bahkan memastikan berkali-kali, siapa tau, nomor yang tertera di kartu nama tersebut merupakan nomor palsu. Dan hanya akal-akalan asistennya, yang memang jahil. Tapi, melihat kartu nama tersebut yang memang asli, sepertinya memang benar nomor yang tertera adalah milik Tian.

"Kenapa lo? Kusut amat itu muka! Kayak cucian belum kering!" Celetuk Hana.

"Pusing!" Jawab Donita lesu.

"Lo hamil? Sama siapa? Udah berapa Minggu kandungannya?!" Tenesya berseru, dengan tak tau malu.

Donita mendelik tajam. "Mulut lo gue staples lama-lama!"

FANBOY! [Miss Independent Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang