Tian bisa melihat betapa akrabnya Yafa dengan Donita. Putrinya itu bahkan sering melakukan video call dengan wanita itu setelah belajar, untuk membicarakan banyak hal. Terlihat jelas sekali, jika Donita memang mengincar lahan kosong tersebut lewat Yafa, dengan merebut perhatian putrinya.
Bukannya Tian tidak suka dengan Donita. Tian suka. Sebab, wanita itu memang memiliki kepribadian yang baik. Setelah bertemu teman-teman Donita, Tian juga yakin, jika wanita itu mempunyai lingkup pertemanan yang sehat. Hanya saja, jika itu menyangkut lahan kosong miliknya, Tian tidak suka. Ada banyak hal yang terjadi dengan lahan kosong tersebut, yang belum bisa diungkapkan olehnya. Itu sebabnya, Tian tidak akan menjualnya kepada siapapun, dengan harga berapapun!
"Ayah!"
Tian tersentak, saat Yafa memanggil dan kini sudah berada di depannya. "Kenapa?"
"Kak Donita besok mau kesini. Boleh ya?"
"Besok kan, kamu masih belajar dulu, kak."
"Iya tau. Makanya dia mau nemenin kakak belajar. Ya?"
"Emang dia nggak sibuk? Dia pasti kerja, kan? Ngapain juga dia mau kesini?" Tian terlihat ogah-ogahan.
"Katanya, dia lagi free besok. Dia bilang, mau belajar ngafalin member Seventeen. Ya?"
"Ayah tolak pun, pasti kamu tetep ngajak dia kesini, kan?"
Yafa terkekeh. "Itu ayah tau! Kakak kan, cuma mau minta ijin doang."
"Terserah kamu, kak."
"Hihihi ... makasih ayah."
'Kayaknya aku harus ngomong langsung sama dia.' batin Tian.
***
"Kak Donita! Ayo masuk!" Sambut Yafa begitu melihat Donita sudah tiba di rumahnya.
"Ayah kamu kemana?" Tanya Donita, begitu masuk ke rumah Yafa, dan tidak menemukan tanda-tanda kehadiran Tian.
"Ada di ruangannya. Lagi kerja. Ayo duduk dulu, kak."
Setelah memastikan Donita duduk, Yafa pamit untuk ke dapur. "Aku ambilin minum dulu ya, kak."
Selang beberapa menit, Yafa sudah kembali ke ruang tamu dengan nampan berisi segelas jus jeruk.
"Silahkan diminum. Oh iya, ini cemilannya juga dimakan ya?" Yafa membukakan tiga toples berisi camilan.
"Makasih ya? Repot banget kamu, tuh."
"Enggak, kok! Kan, tadi emang udah disiapin sama bibi, sebelum dia pulang. Oh iya, nanti aku mau belajar dulu ya, kak? Nggak lama, kok. Cuma satu jam. Nggak papa kan, kalo nunggu?"
"Iya. Kamu udah ngomong itu dari kemarin."
"Takut kak Donita, nggak nyaman."
Saat sedang asyiknya berbincang, bel pintu rumah Yafa kembali berbunyi.
"Kayaknya itu guru aku, deh. Kakak tunggu di sini nggak papa, kan? Aku mau belajar dulu di ruang keluarga."
"Kenapa nggak dibukain gerbangnya, kak? Itu guru kamu udah dateng kayaknya. Oh ..." Tian sedikit terkejut, melihat Donita sudah ada di ruang tamu dengan putrinya. "Halo." sapanya kaku. Donita sendiri hanya menunduk sekilas, untuk balas menyapa Tian.
Tian yang baru saja keluar dari ruang kerjanya, segera keluar untuk membuka gerbang, ketika mendengar bel rumahnya kembali berbunyi.
"Pagi bu ..." sapa Yafa, yang langsung mencium punggung tangan gurunya. "Kak, aku belajar dulu ya? Oh iya ayah?"
"Kenapa?"
"Tolong temenin kak Donita satu jam kedepan ya? Biar dia nggak bosen nungguin aku, yang lagi belajar. Makasih, ayah! Ayo, Bu!"
Belum sempat, Tian mengatakan sesuatu, Yafa sudah lebih dulu mengajak gurunya ke ruang keluarga untuk mulai belajar.
Sepuluh menit lamanya, tidak ada percakapan diantara Tian dan Donita. Keduanya sama-sama sibuk dengan ponsel masing-masing. Tidak tau harus berbicara tentang apa.
Hingga Tian-lah yang pertama kali memanggil wanita di depannya itu. "Donita ..."
Kepala Donita mendongak, sedikit kaget, karena Tian menegurnya terlebih dahulu. "Ya, pak?"
"Saya nggak papa kan, panggil kamu pake nama aja? Kata Yafa, usia kamu enam tahun lebih muda dari saya."
"Nggak masalah kok, pak."
"Bapak ya? Nggak masalah sih. Kenyataannya, saya emang udah bapak-bapak." gumam Tian.
"Bapak ngomong sesuatu?" Tanya Donita.
Tian menggeleng cepat. "Nggak ada."
Hening kembali.
"Emm ... Donita?"
"Kenapa?"
"Kamu ... beneran suka KPop? Atau cuma ikut-ikutan?" Suara Tian terdengar hati-hati.
Donita terkejut mendengar pertanyaan Tian yang menurutnya sangat tiba-tiba. Namun, wanita itu berusaha agar terlihat biasa saja. "Itu ... Awalnya sih, cuma ikut-ikutan. Tapi, lama-kelamaan suka beneran."
"Udah berapa lama suka KPop?"
"Baru-baru ini, sih. Kenapa, pak?"
"Bukan semenjak kamu saya tolak, pas mau beli lahan kosong itu?"
Donita diam. Tidak tau harus berkata apa. Pikirannya sibuk bertanya-tanya, darimana laki-laki di depannya ini tau tentang tujuannya? Tapi, jika dipikir-pikir, langkahnya memang terlalu tergesa-gesa.
"Saya bener ya? Kamu suka KPop sejak saya tolak soal lahan kosong itu? Jadi, kamu mau dekati Yafa lewat cara itu? Karena kamu tau, saya mungkin nggak akan pernah bisa menolak, kalo putri saya yang minta." tebak Tian tepat sasaran.
'Ketahuan nih, gue?' Tanya Donita pada dirinya sendiri. 'Gimana, nih?'
"Kamu diam, karena apa yang saya bilang itu bener, kan?" Tian kembali menebak isi pikiran Donita.
Donita sendiri memejamkan matanya sejenak, sebelum akhirnya dengan berani menatap mata Tian. 'Halah, terabas ajalah! Bodo amat! Udah terlanjur ketahuan ini!' batinnya. "Iya. Saya suka KPop biar saya bisa deket sama Yafa. Dan semua hal yang bapak pikirkan itu bener! Saya memang mengincar lahan itu." ucapnya penuh percaya diri. Tak peduli, jika setelah ini, Tian bisa saja mengusirnya.
"Saya hargai kejujuran kamu." Tian menghela nafas sejenak. "Saya nggak ngerti, kenapa banyak sekali orang yang menginginkan lahan itu? Apa yang istimewa dari lahan itu? Bukannya ada banyak sekali lahan kosong yang bisa kalian pilih sebagai tempat usaha? Tapi, kenapa harus lahan itu?"
"Karena lahan punya bapak punya potensi. Bukannya bapak seorang pebisnis? Harusnya bapak udah tau hal itu, kan? Lahan yang luas, tanahnya subur, dan strategis. Sangat cocok untuk sektor industri, pertanian, bahkan juga ternak."
Mata Tian menatap jauh ke depan. "Lahan itu emang punya potensi untuk para pebisnis. Tapi, enggak dimata saya. Buat saya, lahan itu adalah awal dari sebuah mimpi buruk yang terus menghantui kehidupan saya, hingga sekarang. Jadi, saya nggak akan pernah bisa menjual lahan itu begitu saja kepada siapapun. Karena saya mau mengubah lahan itu menjadi awal mimpi yang indah, untuk kehidupan saya dan Yafa ke depannya."
"Saya simpan rapat-rapat semua cerita ini dari publik. Jadi ... saya harap, kamu bisa menjaga rahasia ini. Satu hal yang pasti ... saya percaya kamu, karena putri saya."
Donita sedikit memajukan tubuhnya, saat dirasa Tian akan menceritakan sesuatu.
"Kejadiannya sudah tujuh tahun yang lalu. Saat Yafa berusia delapan tahun. Tapi buat saya ... kejadian itu seperti baru saja terjadi kemarin."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
FANBOY! [Miss Independent Series]
FanfictionILYOUNG GS LOKAL!!! AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 Demi memperluas wilayah kantor bisnis waralaba miliknya, Donita perlu membeli lahan kosong di sampingnya, yang akhir-akhir ini ia...