10. Adik Bayi

552 90 19
                                    

"Kita satu mobil aja, kak. Nggak papa kan, ayah?" Yafa meminta persetujuan Tian.

Tian merasa sedikit terkejut, mendengar permintaan putrinya. Namun, laki-laki itu berusaha menguasai diri. Tian menghela nafas sejenak. "Iya. Mending satu mobil aja."

"Tuh kan, nggak papa! Ayo, kak! Biar cepet sampainya juga, aku mau liat adik bayi soalnya. Nanti, kita pulang barengan lagi, deh! Toh, rumah kakak searah, sama rumah kita. Iya kan, ayah?"

Tian hanya mengangguk.

Sebenarnya, Donita merasa keberatan. Apalagi Tian sejak tadi lebih banyak diam, dan mengiyakan saja apa yang putrinya inginkan. Dan Donita tau, jika itu bukanlah keinginan laki-laki itu. Entah apa yang ada dipikirkan Tian tentangnya. Namun, jika dilihat dari gerak-geriknya, laki-laki itu menjaga jarak darinya.

"Kakak duduk depan aja!"

"Hah." Wajah Donita terlihat seperti orang linglung, mendengar ucapan Yafa.

"Kan, kak Donita yang tau alamat rumah temen kakak. Kalo kak Donita di belakang, nanti ayah bingung. Jadi, kakak duduk di depan aja, biar cepet nyampenya. Soalnya kan, kakak bisa langsung tunjuk jalannya. Boleh kan, ayah?" Pinta Yafa. "Soalnya kakak masih mau ngerapiin PC. Ya?"

"Iya. Terserah kamu aja." jawab Tian pasrah.

Tanpa banyak bicara lagi, Yafa segera masuk di jok belakang. Dan Donita mengalah, dengan duduk di kursi samping kemudi.

Ada perasaan tidak nyaman, ketika duduk di sebelah Tian. Sebab Donita tau, jika laki-laki itu tidak begitu menyukainya. Terlihat dari perilaku Tian, yang berusaha menghindar, bahkan untuk sekedar bertatapan mata dengannya. Termasuk berinteraksi dengannya.

"Oh iya, ayah!" Seru Yafa.

"Kenapa lagi?" Tanya Tian, begitu mobil yang dikendarai oleh mereka sudah mulai meninggalkan rumah Donita.

"Nanti kita mampir ke toko yang jual hampers buat bayi baru lahir ya?"

"Iya. Mau beli buket bunga sekalian?"

"Masa buket bunga? Harusnya buket boneka, atau susu, oh ... atau buket baju bayi! Iya kan, kak? Kak Donita, punya rekomendasi, nggak?" Tanya Yafa.

Donita tampak berpikir, karena dia sendiri juga belum memberikan apa-apa kepada Tyara, begitu dia menjenguknya beberapa hari yang lalu. "Diaper sama baju bayi kayaknya lebih bagus dan bermanfaat."

"Boleh tuh!" Yafa mengangguk setuju.




***




"Masa cuma beli dua pack doang, kak? Nggak beli semua merk, sama semua ukuran aja?" Tanya Yafa, yang melihat Donita hanya mengambil 2 pack besar diaper untuk new born.

"Soalnya, bayinya kan baru lahir. Kalo usianya udah satu bulan lebih, baru bisa beli ukuran yang lain."

Yafa mengangguk mengerti. "Dulu, pas bunda hamil, ayah udah beli apa aja buat adik? Harusnya ayah lebih tau, kan?"

Tian sedikit terkejut, mendengar pertanyaan Yafa yang tiba-tiba. "Itu ... ayah ... lupa ..."

Yafa mencebik. "Iya juga, sih. Ayah kan dulu orangnya nggak seru! Nggak pernah inget punya rumah, istri, apalagi anak! Workaholic!"

Yafa mungkin berkata demikian dengan entengnya, namun tidak dengan Tian, yang hatinya kembali diliputi rasa bersalah.

Dan Donita bisa melihat itu. Ekspresi wajah Tian yang menyimpan banyak kesedihan, juga perasaan bersalah yang teramat sangat.

"Kak, kita liat baju-baju bayi juga, yuk!"

Donita hanya menurut, ketika Yafa menarik tangannya menuju deretan perlengkapan bayi. Dan Tian hanya mengikuti mereka dari belakang.





FANBOY! [Miss Independent Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang