Donita pulang ke rumahnya dengan keraguan yang teramat sangat. Pikirannya terus berkecamuk, karena kisah tentang Yafa yang diluar ekspektasinya. Dan kisah itu berasal dari bibir ayahnya sendiri. Satu hal yang Donita pelajari dari kisah seorang Raden Tian Mahendra.
Bahwa menjadi orang terpandang, yang punya segalanya. Pangkat, harta, tahta, tidak selamanya menyenangkan. Sebab, jika lengah sedikit saja, maka bukan hal yang tidak mungkin, para musuh-musuh yang memang menginginkan kehancuran kita, akan melakukan segala cara untuk meraih keinginan mereka.
"Kejadiannya sudah tujuh tahun yang lalu. Saat Yafa berusia delapan tahun. Tapi buat saya ... kejadian itu seperti baru saja terjadi kemarin..."
"... dan satu hal yang saya pelajari, bahwa seberapa keras kita mencoba untuk selalu berada di atas, meraih semua hal yang kita mau, dengan memaksakan diri. Maka kita harus siap, jika suatu hari nanti, orang tersayang kita-lah yang harus menanggungnya, sebagai timbal balik atas apa yang sudah kita raih dari hasil keserakahan."
Donita mendengarkan dengan cermat apa yang akan dikatakan oleh Tian.
"Mungkin emang aneh, ngeliat orang seusia saya punya penampilan seperti anak-anak muda, atau mungkin idol. Tapi ... saya lakukan ini, agar bisa menebus dosa dan rasa bersalah saya sama Yafa."
Mata Tian terlihat begitu sendu. "Yafa itu korban penculikan tujuh tahun yang lalu. Dimana pelakunya adalah orang terdekat. Pamannya sendiri. Hanya karena, dia nggak terima, bahwa saya yang berhasil menjadi penerus perusahaan yang dimiliki oleh keluarga kerajaan. Yafa diculik selama satu Minggu lamanya dan dibiarkan begitu saja, di sebuah gedung kosong ..."
"Jika kamu berpikir, lahan kosong itu adalah tempatnya, maka itu benar adanya. Sebelum menjadi lahan kosong seperti sekarang, lahan itu dulunya punya sebuah gedung yang sudah lama tidak terpakai. Dan setelah kejadian itu, saya langsung membelinya, lalu meratakan bangunannya."
"Untuk usia anak delapan tahun, yang hidupnya selalu dilayani, lalu dibiarkan begitu saja di sebuah gedung kosong ..."
Tian memejamkan matanya, ketika setetes air matanya mengalir. "Saya masih mengingat bagaimana kondisinya saat ditemukan. Sangat kurus. Matanya bengkak, dan saya yakin, dia terus-terusan menangis, karena kelaparan, haus, dan kebingungan mencari orang tuanya. Gadis kecil itu bahkan tidak mengenali saya sebagai ayahnya selama satu bulan lamanya, setelah ditemukan, karena dia trauma melihat wajah saya yang mirip dengan pamannya. Padahal orang itu sendiri, sudah meninggal."
Donita bisa menebak alasannya, ketika Tian kembali menatapnya.
"Iya! Saya yang membunuhnya, dengan tangan saya sendiri! Saya tidak akan pernah terima, dengan apa yang menimpa Yafa. Saya memang seorang workaholic, tapi saya juga seorang ayah. Kehidupan saya sebelum kejadian itu memang hanya ada di kantor dan luar negeri. Mengumpulkan pundi-pundi uang, dengan pikiran, agar keluarga saya selalu sejahtera. Saya berada di rumah, hanya satu bulan sekali. Itupun saya hanya menghabiskan waktu di ruang kerja. Saya memang bodoh, karena menyia-nyiakan waktu bersama keluarga. Tapi ... kejadian itu membuka mata saya, bahwa percuma rasanya, jika punya banyak uang, tapi kita tidak pernah tau, bagaimana tumbuh kembang darah daging kita sendiri. Akhirnya saya berhenti mengejar kekuasaan dan kekayaan, ketika melihat Yafa, yang begitu ketakutan melihat saya, setelah kejadian itu ..."
"Beruntungnya, saat itu istri saya berusaha meyakinkan Yafa, bahwa saya adalah ayahnya. Berhasil memang, tapi ... itu adalah saat-saat terakhir Yafa bersama ibundanya. Saat istri saya yang sedang hamil tujuh bulan meninggal karena kecelakaan, yang disebabkan adanya sabotase, Yafa tidak pernah mau lagi bicara dengan siapapun."
Nafas Tian tercekat, mengenang kembali masa kecil putri tunggalnya. Donita sendiri bahkan tidak bisa membendung air matanya.
"Dua tahun ..." Tian menarik nafas panjang. "Dua tahun lamanya, dia tidak mau bicara dengan siapapun. Dan setelah itu, saya melepaskan semuanya. Semua titel kerajaan yang diberikan kepada saya. Semua kekayaan dan kekuasaan yang saya punya dulu, agar tidak adalagi yang mengganggu kehidupan saya dan Yafa. Karena saya sadar, bahwa Yafa adalah harta satu-satunya milik saya yang paling berharga. Saya hanya membawa apa yang saya kumpulkan sendiri untuk hidup berdua dengan Yafa. Tidak lagi peduli dengan harta, tahta dan kekuasaan yang diberikan keluarga kerajaan. Atas saran dari dokter, saya lebih memilih hidup di rumah sederhana, agar bisa dekat dengan Yafa. Memang aneh ditelinga orang lain, karena sejatinya seorang ayah, harusnya dekat dengan anaknya. Tapi ... sekarang saya sedang berusaha memperbaikinya."
"Dua tahun lamanya, saya terus berusaha mengajak Yafa agar mau bicara. Dua tahun lamanya, saya merasa ingin menyerah, karena tidak ada perubahan dari Yafa. Dua tahun lamanya, saya menyaksikan sendiri, bagaimana Yafa yang tidak ada bedanya dengan patung. Hanya saja, yang membedakan adalah dia punya tubuh manusia. Tapi ... dua tahun yang begitu menyakitkan bagi saya akhirnya berakhir, ketika suatu hari, saya mendengar suara Yafa sedang bernyanyi."
Tian tersenyum kecil, ketika mengingat kembali saat Yafa akhirnya mau bersuara.
"Yafa ... bernyanyi lagu NCT?" Tanya Donita mencoba memastikan.
"Iya ... Dia bernyanyi lagu NCT, yang judulnya beautiful. Lagu yang punya lirik, secantik judulnya. Lagu yang akhirnya bisa mengembalikan senyuman putriku. Lagu yang juga memberikan kekuatan untuk saya, ketika saya mencari tau arti liriknya. Lagu yang mengantarkan saya, agar saya bisa lebih dekat dengan Yafa, menjadi bayangan yang senantiasa mengikutinya kemanapun, menjadi pelindung, walaupun terkadang masih harus menggunakan jasa bodyguard, karena terlalu khawatir dan sosok ayah untuknya. Untuk yang satu itu ... dia sendiri yang mengatakannya, bahwa dia bangga punya ayah yang selalu mengerti keinginannya."
Bibir Donita melengkung ke atas, ketika mendengar perjuangan Tian akhirnya membuahkan hasil.
"Lahan kosong itu ... Saya ingin membangun gedung konser di sana. Kelak, saat Yafa sudah siap melihat lahan kosong itu lagi, saya ingin mengundang semua member NCT atas nama pribadi, dan mengucapkan terima kasih kepada mereka secara langsung. Karena berkat mereka, putriku akhirnya kembali hidup."
"Kenapa harus lahan kosong itu? Bukankah itu bisa saja memicu traumanya?" Tanya Donita.
"Karena saya ingin dia tau, bahwa dia pasti bisa melawan perasaan trauma itu. Saya ingin dia tau, bahwa dia bukanlah seorang anak perempuan yang lemah. Dia kuat dan hebat. Trauma itu harus bisa dilawan, agar kelak dia bisa menjalani hari-harinya tanpa ada rasa takut. Mungkin memang membutuhkan waktu lama, dan kapanpun itu, saya siap untuk selalu mendampinginya." jawab Tian.
"Sekarang kamu sudah tau apa alasan saya tidak ingin menjual lahan itu, dengan harga berapapun. Tidak peduli, jika lahan itu bernilai triliunan sekalipun. Sebab Yafa punya nilai yang jauh lebih berharga dari itu semua."
"Donita?"
"Ya, pak?"
"Setelah kamu tau semua cerita itu, apa kamu masih ingin mendekati putri saya, dan membujuk saya agar mau menjual lahan itu?"
Melihat Donita yang hanya diam karena bingung, Tian kembali berkata. "Saran saya, lebih baik kamu berhenti berharap. Ada banyak lahan kosong di luar sana yang memiliki potensi dengan hasil jauh lebih menguntungkan. Saya akan berikan beberapa rekomendasi buat kamu, berikut dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jadi, apa yang mau kamu bangun?"
"Pabrik pembuatan bumbu ayam geprek." jawab Donita.
Tian mengangguk mengerti. "Saya punya dua pilihan lahan yang cocok. Dan kemungkinan, kamu juga bisa dapatkan dengan harga yang lebih murah. Dan ... saya pikir, saya juga bisa bantu untuk investasi di perusahaan kamu. Itu jauh lebih menguntungkan, kan?"
"Tapi saya mohon, jika kamu mendekati putri saya hanya untuk itu, tolong berhenti. Saya nggak mau dia jadi sedih, karena kembali merasa kehilangan, setelah kamu mendapatkan apa yang kamu mau. Jangan dekati Yafa ... jangan temui dia, kalo kamu nggak bisa tulus sama dia. Cuma itu pesan saya."
Donita merenung di kamarnya, dengan kedua kaki yang tertekuk di depan dada. Haruskah dia berhenti, dan menerima pilihan yang diberikan Tian? Tapi, disatu sisi ada perasaan simpati yang begitu besar kepada Yafa. Gadis kecil itu, membuat sesuatu tergerak dalam hati Donita, bahwa dia harus ikut membantu Tian, agar Yafa bisa sembuh.
Dengan mata yang terlihat yakin, Donita mengepalkan tangannya. Dia tidak bisa hanya berpangku tangan, setelah mengetahui rahasia kehidupan Tian dan Yafa. Dia tidak boleh berpura-pura menutup mata, setelah mengetahui semuanya. Donita memang ambisius, tapi bukan berarti dia tidak punya hati.
"Yafa ... aku juga akan temani kamu sampai sembuh."
***
Jadi gimana masa lalunya Yafa? 🙂
Sudahkah mengandung bawang?Btw, itu pak Tian, nggak mau ngundang aku juga, pak? 😀
Aku juga mau ketemu Yuta ☝️
KAMU SEDANG MEMBACA
FANBOY! [Miss Independent Series]
FanfictionILYOUNG GS LOKAL!!! AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 Demi memperluas wilayah kantor bisnis waralaba miliknya, Donita perlu membeli lahan kosong di sampingnya, yang akhir-akhir ini ia...