Mabok, ya?

63 10 0
                                    



Meng Yao terbengong. Tuan Nie perasaan hanya minum teh hijau. Masak mabok? Jangan-jangan, lauk ayamnya sebelum digoreng direndam arak dulu? Weh. Mabok ang ciu.

"Dage habis minum?" Meng Yao bertanya ragu.

"Minum teh. Kenapa? Kamu ngira aku mabok?" Nie Mingjue pasang muka asem. Yaelah. Toleransi alkohol Nie Mingjue itu hanya bisa dikalahkan demit Yiling sahabat Huaisang itu. Habis minum Senyum Kaisar sekendi juga masih sanggup nyetir pulang ke Qinghe tanpa oleng.

"Habisnya, tidak ada angin tidak ada hujan kok tahu-tahu ngajak nikah. Kirain dage mabok ," kata Meng Yao.

"Aku sadar. Enggak mabok. Enggak ngelindur. Enggak korslet. Waras sewaras-warasnya. Serius beneran ini. Mau kan punya suami bukan spek dewa macam aku? Ya aku tahu kok. Kalau dibandingkan dengan Xichen, ibarat wagyu dan meltique. Sama-sama daging, sama-sama lembut, tapi asli dan kw super. Xichen kelas sultan sementara aku lebih merakyat," kata Nie Mingjue. Bukan merendah. Tapi fakta yang tidak pernah dan tidak akan pernah Nie Mingjue sangkal.

"Itu. Duh. Gimana ngomongnya ya?" Meng Yao bingung sendiri.

Nie Mingjue menatap Meng Yao yang sedang meremas-remas tisu. Wah. Siap-siap ditolak nih. Nie Mingjue belum apa-apa sudah mikir negatif.

"Kalau kamu nolak ya aku maklum sih. Aku memang tidak termasuk deretan calon suami idaman," tampang Nie Mingjue sudah pasrah.

"Bukan begitu dage. Tapi masalahnya, kita baru ketemu 2 kali. Dage kenal saya juga baru sekilas. Masak langsung ngajak nikah?" Meng Yao memaparkan alasannya. Meng Yao bukan jenis orang yang percaya dengan cinta pada pandangan pertama. Efek punya bapak bangsat yang hobi nebar benih ya kayak gitu. Dulu ibunya terperdaya omongan manis bapaknya yang bilang cinta pada pandangan pertama, diikuti serangkaian gombal-gembel dan janji-janji indah. Tapi nyatanya zonk. Meng Yao tidak mau jadi seperti ibunya.

Nie Mingjue meringis. Kenapa aku jadi gini dah? Macam jomblo hampir expired yang kebelet kawin, batin Nie Mingjue, menyadari kebodohannya. Oke. Nie Mingjue harus bersabar. Jangan sampai Meng Yao lari ketakutan.

"Jadi, aku belum ditolak kan?" Nie Mingjue bertanya ragu.

"Kalau sekarang sih iya. Entah nantinya bagaimana. Tergantung dage juga. Masih mau mendekati atau mencari yang lain. Kan semua juga butuh proses dage. Enggak langsung sat set nikah," jawab Meng Yao.

"Jadi A-Yao mau pacaran dulu? Oke. Mulai detik ini kita jadian," Nie Mingjue mengambil kesimpulan sepihak.

Meng Yao menepuk muka. Lah?? Siapa yang ngajak pacaran sih?

"Ya enggak pacaran juga dage. Kan bisa berteman dulu," ujar Meng Yao.

"Langsung tolak aja deh. Kata berteman itu artinya ditolak secara halus," Nie Mingjue sudah banyak pengalaman pahit serupa.

"Tidak seperti itu dage. Maksud saya, karena kita baru kenal, kan bisa mulai dari teman. Kita bisa saling komunikasi yang lebih intens. Kalau ke depannya saya merasa nyaman dengan keberadaan dage dan dage masih punya rasa dengan saya, langsung diajak nikah juga saya mau," Meng Yao mencoba menjelaskan. Meng Yao tidak punya prisip asal laku. Perlu dipertimbangkan juga dong di segala aspek. Pernikahan kan bukan staycation yang hanya untuk sehari dua hari. Tapi untuk seumur hidup. Butuh effort. Butuh memperbarui komitmen tiap hari. Biar rasa itu tidak pudar seiring bertambahnya usia. Meng Yao ingin menua bersama pasangannya hingga maut memisahkan.

"Aku bukan orang yang pinter ngomong macam Xichen. Komunikasinya enggak yakin bakal lancar. Enggak bisa bicara manis apalagi ngerayu sampai bikin salting gitu," Nie Mingjue udah pesimis.

"Ya kan bisa dengan cara lain dage. Lewat aksi. Perhatian-perhatian kecil yang ditunjukkan kadang malah bisa menyentuh hati daripada untaian kalimat indah. Tidak semua orang bisa meyakinkan orang lain dengan perkataannya atau tulisannya," kata Meng Yao.

Nie Mingjue tercenung sejenak. Iya juga sih. Nie Mingjue ingat ayahnya yang termasuk orang yang tidak romantis dan bukan bermulut manis tapi bisa menikah dua kali. Pasti ada sesuatu dalam diri a-die yang membuat a-niang alias ibu kandungnya dan mama alias ibu kandung Huaisang, terpesona. Apa sih yang dilihat mereka berdua dari a-die? Tampang, pas-pasan. Dompet, lumayan tebal sih, tapi masih kalah jauh dengan si tua Wen, saingan cinta a-dienya. Jadi apa?

Nie Mingjue memutuskan untuk bertanya pada mama nanti. Hanya tinggal mama yang bisa diajak konsultasi. A-die sudah tiada lima tahun yang lalu. Sedang a-niang telah pergi saat Nie Mingjue masih balita. Meski nanti Nie Mingjue harus menahan malu. Sudah bangkotan masih curhat soal asmara pada ibunya macam ABG labil. Ibu tiri pulak. Mau bagaimana lagi. Umur boleh otw jompo tapi soal cinta-cintaan, Nie Mingjue kalah dari bocil SD yang gaya pacarannya udah saling memanggil papa mama.

Dan jangan sampai diketahui Huaisang. Nanti Nie Mingjue habis ditertawakan oleh hobbit itu. Belum lagi bakal diledekin terus. Padahal, Huaisang juga jomblo. Meski selalu mengaku sebagai pangeran tampan pujaan dari Qinghe. Pangeran apaan? Pangeran para Smurf?

Meng Yao mengambil kesempatan mumpung Nie Mingjue terdiam untuk secepat mungkin menghabiskan nasinya. Bukan berarti tanpa dikunyah lho ya. Tetap harus slay dan anggunly.

Nie Mingjue tersadar kembali setelah melamun beberapa saat. Dilihatnya, Meng Yao sudah meminum teh lalu membereskan bekas makannya. Aturannya memang begitu. Sampah dibuang sendiri. Tray dikembalikan ke tempatnya.

"Sudah selesai? Mau balik kantor atau langsung pulang?" tanya Nie Mingjue. Tangannya ikut sibuk membereskan tray.

"Balik kantor dage. Saya baru berani pulang kalau tuan Lan sudah mengijinkan," jawab Meng Yao.

"Kan Xichen mau pulang lebih awal. Mau kencan dengan A-Yuan," Nie Mingjue memberi tekanan pada kata kencan.

"Tapi jam kerja saya kan belum berakhir. Banyak yang bisa dikerjakan," kata Meng Yao. Mereka berjalan meninggalkan kantin setelah mengembalikan tray dan membuang sampah.

"Ya sudah kalau begitu. Selamat bekerja ya. Aku mau langsung balik Qinghe. Oh iya. Boleh minta nomor telponmu?" Nie Mingjue mengeluarkan hapenya. Langkah awal pdkt. Minta nomor telpon biar bisa saling komunikasi.

Meng Yao mengangguk lalu menyebutkan serangkaian nomor. Nie Mingjue pun men-dial-nya.

"Nomorku tuh. Nanti kuhubungi kalau kamu sudah selo. Aku paham kok, sibuknya jadi sekretaris Xichen. Makan saja kadang disempat-sempatin," ujar Nie Mingjue.

"Kalau begitu, saya kembali ke kantor sekarang ya dage. Sampai jumpa," Meng Yao tersenyum manis.

"Iya. Sampai jumpa, A-Yao," Nie Mingjue menatap Meng Yao hingga masuk lift. Lalu berbalik ke parkiran. Siap pulang. Eh. Mampir Hanshi dulu ding. Travel bag-nya masih di kamar tamu Hanshi.







Halo semua.
Masih ada yang mau membaca?
Terimakasih untuk bersedia mampir di lapak ini. Semoga kalian suka.
Maaf kalau ada typo.
Sampai bertemu chapter depan.

A-Yao, sang SekretarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang