Di Qinghe

36 5 1
                                    




Meng Yao jadinya nginep di Bu Jing Shi. Nie Mingjue girang bukan main. Otaknya sudah merencanakan dinner romantis berdua saja dengan Meng Yao. Diterangi cahaya lilin aromaterapi, aneka makanan lezat tersaji siap santap, kemudian meja yang dihias bunga indah. Mereka makan di halaman belakang dengan langit bertabur cahaya bintang. Wuih. Pasti syahdu.

Nie Mingjue akan menatap Meng Yao penuh sayang sedang tangan mereka saling menggenggam. Meng Yao tersipu hingga pipinya memerah. Membayangkan pipi Meng Yao memerah membuat Nie Mingjue ingin menggigitnya. Kayaknya yummy, eheeee.

Bagaimana dengan Huaisang? Gampang. Tinggal kasih duit ekstra terus tendang keluar. Biar malmingan di luar sana. Siapa tahu nabrak jodoh di jalan.

Tapi rencana indah Nie Mingjue buyar saat sang mama mengatakan akan menginap di Bu Jing Shi juga. Lagi kangen a-die katanya. Jadi mau tidur di kamar lama mereka, biar bisa ketemu lewat mimpi.

Pret! Mama mana pernah sih nginep dengan alasan kangen? Mama kalau kangen ya ke makam. Atau kalau sedang musim dingin hingga rada sulit ke makam karena lokasi makam keluarga Nie itu ada di atas bukit, mama akan menggunakan baju a-die yang memang sengaja disimpan untuk selimut. Atau pandangi saja sepuasnya foto a-die yang berjajar-jajar di apartemen mama. Dari versi agak ganteng dikit hingga versi keriput ada semua.

Nie Mingjue tidak paham, bahwa alasan mamanya ingin nginep itu karena pasti kedatangan Meng Yao membuat heboh keluarga besar. Dan pasti, para tetua akan minta bertemu kepala klan malam itu juga. Nyonya Nie ingin ikut sebagai penengah. Coba bayangkan. Nie Mingjue yang keras kepala bertemu para tetua yang kolot nan kaku. Nyonya Nie sudah bisa mendengar suara berisik dari perdebatan yang akan terjadi nanti. Hasilnya pun belum tentu ada selain kemarahan para tetua.

Sesuai dugaan, langsung ada permintaan bertemu dari para tetua. Hadeh! Aki-aki peot ini. Tidak senang melihat anak muda bahagia. Demen amat ikut campur urusan pribadi Nie Mingjue.

Nie Mingjue terpaksa membatalkan acara dinner romantisnya. Dia mengatur agar Huaisang menemani Meng Yao makan di paviliun untuk tamu. Nie Mingjue tidak ingin Meng Yao mendengar adu bacot tidak mutu nanti.

Nie Huaisang sudah siap melarikan diri. Males banget ih ketemu para tetua yang hobi ngatur blind date untuknya. Dikira Nie Huaisang yang imut ini tidak bisa nyari jodoh sendiri apa. Mana yang dikenalin ke Huaisang itu bocah prik semua.

"Woi! Jangan kabur bocah! Temani kakak iparmu makan malam. Aku mau berantem dulu dengan para calon mayit itu," Nie Mingjue menarik kerah polo shirt Huaisang saat melihat adiknya itu melipir siap ngacir.

Plak! Nie Mingjue digeplak menggunakan gulungan koran oleh mamanya. "Bocah kurangajar! Mereka paman-pamanmu ya".

" Ya kan enggak salah ma. Mereka juga udah layu semua gitu. Udah hampir expired," Nie Mingjue membantah.

"Memang tidak salah. Tapi tidak usah dikatain juga. Dibiarkan juga ntar mati sendiri," ujar nyonya Nie.

"Ada syaratnya," Huaisang mencoba nego.

"Masih ngajuin syarat? Minta uang sakumu dikurangi setengahnya?" ancam Nie Mingjue. Bocah semprul! Orang cuma disuruh menemani calon kakak ipar sebentar aja kok rewel. Kalau Nie Mingjue menikah kan Nie Huaisang juga enak, tidak usah mumet ngurusi Bu Jing Shi dengan segala keruwetannya.

Nie Huaisang cemberut. Dage enggak asik ah. Main ancam. Wong Huaisang cuma pengen dibeliin i-pong terbaru. Medhit!

Meski bilangnya terpaksa, tapi Nie Huaisang tetap senang-senang saja makan berdua dengan Meng Yao. Daripada di rumah utama terus diceramahi para makhluk vintage itu soal jodoh. Ogah banget.

A-Yao, sang SekretarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang